Tafsir Hud Ayat 96-113

Ayat 96-99: Kisah Nabi Musa ‘alaihis salam, pengutusannya kepada Fir’aun dan kaumnya serta penguatan Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepadanya dengan mukjizat

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآيَاتِنَا وَسُلْطَانٍ مُبِينٍ (٩٦) إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَاتَّبَعُوا أَمْرَ فِرْعَوْنَ وَمَا أَمْرُ فِرْعَوْنَ بِرَشِيدٍ (٩٧) يَقْدُمُ قَوْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَوْرَدَهُمُ النَّارَ وَبِئْسَ الْوِرْدُ الْمَوْرُودُ (٩٨)وَأُتْبِعُوا فِي هَذِهِ لَعْنَةً وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ بِئْسَ الرِّفْدُ الْمَرْفُودُ (٩٩)

Terjemah Surat Hud Ayat 96-99

96. Dan sungguh, Kami telah mengutus Musa dengan tanda-tanda (kekuasaan) Kami[1] dan bukti yang nyata[2],

[1] Yang menunjukkan benarnya apa yang Beliau bawa, seperti tongkatnya yang berubah menjadi ular, tangannya bercahaya, dsb.


[2] Yakni hujjah yang jelas dan nyata sebagaimana terangnya matahari.

97. Kepada Fir'aun dan para pemuka kaumnya[3], tetapi mereka mengikut perintah Fir'aun, padahal perintah Fir'aun bukanlah (perintah) yang benar[4].

[3] Karena mereka adalah orang-orang yang diikuti.


[4] Perintahnya salah dan isinya merugikan semata, oleh karena itu mengikuti perintahnya akan membinasakan mereka.

98. Dia (Fir’aun) berjalan di depan kaumnya di hari kiamat[5] lalu membawa mereka masuk ke dalam neraka. Neraka itu seburuk-buruk tempat yang dimasuki.



[5] Lalu kaumnya mengikutinya dari belakang sebagaimana mereka mengikutinya ketika di dunia.

99. Dan mereka diikuti dengan laknat di sini (dunia) dan (begitu pula) pada hari kiamat[6]. (Laknat) itu seburuk-buruk pemberian yang diberikan.

[6] Allah melaknatnya, para malaikat melaknatnya, dan manusia semua melaknatnya di dunia maupun akhirat.

Ayat 100-102: Pelajaran yang dapat diambil dari disebutkannya kisah-kisah para nabi dan dibinasakannya negeri-negeri yang zalim

ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْقُرَى نَقُصُّهُ عَلَيْكَ مِنْهَا قَائِمٌ وَحَصِيدٌ (١٠٠)وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَكِنْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ لَمَّا جَاءَ أَمْرُ رَبِّكَ وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ (١٠١) وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ (١٠٢

Terjemah Surat Hud Ayat 100-102

100. Itulah beberapa berita tentang negeri-negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad)[7], di antara negeri-negeri itu sebagian masih ada bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah.

[7] Agar engkau memperingatkan manusia dengannya, menjadi bukti kerasulanmu dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.

101. Dan Kami tidak menzalimi mereka[8], tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri[9], karena itu tidak bermanfaat sedikit pun bagi mereka sesembahan yang mereka sembah selain Allah, ketika siksaan Tuhanmu datang. Sesembahan itu hanya menambah kebinasaan bagi mereka[10].

[8] Dengan membinasakan mereka tanpa dosa.

[9] Dengan berbuat syirk, kufur dan pembangkangan.


[10] Tidak seperti yang mereka sangka selama ini.

102. Dan begitulah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih lagi keras[11].

[11] Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Musa Al Asy’ariy radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

« إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِى لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ ». قَالَ : ثُمَّ قَرَأَ ( وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهْىَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ ) .


“Sesungguhnya Allah memberi tangguh orang yang zalim. Namun apabila Dia sudah menyiksanya, maka Dia tidak akan meloloskannya.” Kemudian Beliau membacakan ayat, “Dan begitulah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih lagi keras.” (Terj. Huud: 102)

Ayat 103-108: Hari Kiamat adalah hari yang disaksikan, dan bahwa kesengsaraan yang hakiki adalah ketika masuk neraka, sedangkan kebahagiaan yang hakiki adalah ketika masuk surga

إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِمَنْ خَافَ عَذَابَ الآخِرَةِ ذَلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ وَذَلِكَ يَوْمٌ مَشْهُودٌ (١٠٣) وَمَا نُؤَخِّرُهُ إِلا لأجَلٍ مَعْدُودٍ (١٠٤) يَوْمَ يَأْتِ لا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلا بِإِذْنِهِ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ (١٠٥) فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ (١٠٦) خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ إِلا مَا شَاءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ (١٠٧) وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ إِلا مَا شَاءَ رَبُّكَ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ (١٠٨

Terjemah Surat Hud Ayat 103-108

103. Sesungguhnya pada yang demikian itu[12] pasti terdapat pelajaran[13] bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. Itulah hari ketika semua manusia dikumpulkan untuknya[14], dan itulah hari yang disaksikan (oleh semua makhluk).

[12] Yakni pada kisah-kisah yang disebutkan itu atau pada siksaan yang ditimpakan kepada orang-orang zalim.

[13] Atau terdapat ayat, yakni dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang zalim akan mendapatkan hukuman duniawi dan ukhrawi. Selanjutnya, Allah menyifatkan keadaan akhirat.


[14] Yakni untuk dihisab dan diberikan balasan, serta ditunjukkan kepada mereka keagungan Allah, kekuasaan-Nya dan keadilan-Nya, di mana dengan ditunjukkan hal tersebut mereka pun mengetahui keadaan yang sebenarnya.

104. Dan Kami tidak akan menunda (kedatangan hari kiamat), kecuali sampai waktu yang sudah ditentukan[15].

[15] Yakni apabila ajal dunia habis. Ketika itulah, manusia dipindahkan ke alam akhirat dan diberlakukan hukum-hukum jaza’i(balasan)-Nya sebagaimana ketika di dunia diberlakukan hukum-hukum syar’i-Nya.

105. Ketika hari itu datang[16], tidak seorang pun yang berbicara[17], kecuali dengan izin-Nya, maka di antara mereka ada yang sengsara dan ada yang berbahagia[18].

[16] Dan semua makhluk berkumpul.

[17] Meskipun ia seorang nabi atau pun malaikat.


[18] Semuanya tercatat sejak dahulu. Orang-orang yang sengsara adalah orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya serta mendurhakai perintah-Nya. Sedangkan orang-orang yang berbahagia adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa.

106. Maka adapun orang-orang yang sengsara, maka (tempatnya) di dalam neraka, di sana mereka mengeluarkan dan menarik nafas dengan merintih[19],

[19] Karena demikian kerasnya azab yang diberikan kepada mereka.

107. Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain)[20]. Sungguh, Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki[21].

[20] Dengan diberi tambahan waktu yang tidak ada akhirnya, maksudnya adalah bahwa mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Jumhur (mayoritas) para mufassir mengatakan, bahwa maksud “selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain)” adalah mereka kekal di neraka selama-lamanya kecuali waktu yang dkehendaki Allah mereka tidak berada di dalamnya, yaitu waktu sebelum mereka memasuki neraka.


[21] Setiap yang ingin dikerjakan-Nya dan sesuai hikmah-Nya, maka Dia melakukannya, tidak ada seorang pun yang dapat menolaknya.

108. Dan adapun orang-orang yang berbahagia, maka (tempatnya) di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain)[22]; sebagai karunia yang tidak ada putus-putusnya[23].

[22] Lihat tafsir ayat 107.


[23] Ya Allah, masukkanlah kami ke surga dan lindungilah kami dari neraka. Ya Allah, masukkanlah kami ke surga dan lindungilah kami dari neraka. Ya Allah, masukkanlah kami ke surga dan lindungilah kami dari neraka.

Ayat 109-112: Dalam kisah-kisah yang disebutkan dalam Al Qur’an terdapat hiburan dan penguatan kesabaran kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap gangguan yang Beliau terima dari kaumnya, dan perintah kepada Beliau agar beristiqamah di atas agama

فَلا تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِمَّا يَعْبُدُ هَؤُلاءِ مَا يَعْبُدُونَ إِلا كَمَا يَعْبُدُ آبَاؤُهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِنَّا لَمُوَفُّوهُمْ نَصِيبَهُمْ غَيْرَ مَنْقُوصٍ (١٠٩)وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ فَاخْتُلِفَ فِيهِ وَلَوْلا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مُرِيبٍ (١١٠) وَإِنَّ كُلا لَمَّا لَيُوَفِّيَنَّهُمْ رَبُّكَ أَعْمَالَهُمْ إِنَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (١١١)فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (١١٢

Terjemah Surat Hud Ayat 109-112

109. Maka janganlah engkau (Muhammad) ragu-ragu tentang apa yang mereka sembah[24]. Mereka menyembah sebagaimana nenek moyang mereka dahulu menyembah[25]. Kami pasti akan menyempurnakan pembalasan[26] (terhadap) mereka tanpa dikurangi sedikit pun.

[24] Maksudnya jangan ragu-ragu bahwa menyembah berhala itu adalah perbuatan yang sesat dan buruk akibatnya, mereka akan diazab karenanya sebagaimana generasi sebelum mereka. Ayat ini merupakan hiburan bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

[25] Yakni tidak ada alasan mereka menyembah berhala selain karena mengikuti nenek moyang mereka dahulu, padahal yang demikian bukanlah alasan.



[26] Maksudnya azab. Ada pula yang menafsirkan, bahwa mereka akan memperoleh bagian yang ditentukan untuk mereka di dunia dengan sempurna meskipun bagian (kenikmatan) yang ditentukan untuk mereka banyak. Namun yang demikian tidaklah menunjukkan baiknya keadaan mereka, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberikan dunia kepada orang yang Dia cintai dan yang tidak Dia cintai, dan tidak memberikan iman dan amal saleh keculai kepapa orang yang Dia cintai. Kesimpulan ayat ini adalah, janganlah kita tertipu oleh orang-orang zalim karena sepakatnya mereka dengan orang-orang terdahulu yang tersesat dan jangan pula tertipu karena kenikmatan yang Allah berikan kepada mereka.

110. Dan sungguh, Kami telah memberikan kitab (Taurat) kepada Musa, lalu diperselisihkannya[27]. Dan kalau tidak ada ketetapan yang terdahulu dari Tuhanmu, niscaya telah dilaksanakan hukuman di antara mereka[28]. Sungguh, mereka (orang kafir Mekah) benar-benar dalam kebimbangan dan keraguan terhadapnya (Al Quran).

[27] Ayat ini sebagai penghibur Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam saat Beliau menghadapi penolakan dan pendustaan orang kafir Mekah terhadap Al Quran. Allah menceritakan bahwa Taurat yang dibawa Nabi Musa ‘alaihis salam dahulu juga ditolak dan didustakan oleh orang-orang kafir.


[28] Maksudnya kalau bukan karena ketetapan penundaan hisab dan pembalasan terhadap mereka sampai hari kiamat, tentulah mereka dibinasakan pada waktu itu juga.

111. Dan sesungguhnya kepada masing-masing (yang berselisih itu) pasti Tuhanmu akan memberi balasan secara penuh atas perbuatan mereka[29]. Sungguh, Dia Mahateliti terhadap apa yang mereka kerjakan[30].

[29] Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan memutuskan masalah mereka pada hari kiamat dengan hukum-Nya yang adil, dan akan memberikan balaan kepada masing-masingnya sesuai yang layak baginya.


[30] Oleh karena itu, amal mereka besar maupun kecil tidak samar bagi-Nya.

112. Maka tetaplah engkau (Muhammad) di jalan yang benar[31], sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas[32]. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan[33].

[31] Yakni tetap mengerjakan perintah Tuhanmu, jangan malas mengerjakannya atau meremehkannya, dan tetaplah mengajak manusia kepadanya meskipun banyak yang mendustakan.

[32] Yakni melewati batasan-batasan Allah, atau melewati aturan. Dalam ayat ini terdapat perintah agar berjalan di atas Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak menambah-nambah atau berbuat bid’ah dalam agama.

[33] Oleh karena itu, Dia akan memberikan balasan terhadapnya.

@ Allâh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Rasûl-Nya dan memerintahkan para hamba-Nya yang beriman supaya tetap teguh dan terus menerus dalam istiqâmah.

@ Allâh Subhanahu wa Ta’ala melarang bertindak melampaui batas (thughyân),

Ayat 113: Orang yang cenderung kepada orang yang zalim berhak mendapatkan azab karena ia menjadi sekutu orang zalim itu

وَلا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لا تُنْصَرُونَ (١١٣

Terjemah Surat Hud Ayat 113

113. Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zalim[34] yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan.

[34] Cenderung kepada orang yang zalim maksudnya bergaul dengan mereka serta meridhai perbuatannya dan mengadakan pendekatan atau bahkan sepakat dengan kezaliman mereka. Akan tetapi jika bergaul dengan mereka tanpa meridhai perbuatannya dengan maksud agar mereka kembali kepada kebenaran atau memelihara diri (dari gangguan mereka), maka diperbolehkan.

==========================

TAFSIR RINGKAS [Hud/11:105-108]

“Di kala datang hari itu,” yaitu di hari Kiamat, “tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya,” yaitu izin Allâh Azza wa Jalla  “maka di antara mereka ada yang sengsara dan ada yang bahagia,” maksudnya hari itu manusia ada yang sengsara dan ada yang bahagia. Dan ini kembali kepada apa yang telah dituliskan di kitab catatan taqdir untuk setiap manusia, apakah dia akan sengsara ataukah bahagia, kemudian kembali juga kepada apa yang mereka dapatkan berupa kebaikan atau keburukan.

“Adapun orang-orang yang sengsara,” berdasarkan ketetapan atau hukum Allâh  dan taqdîr-Nya, “maka (tempatnya) di dalam neraka. “Di dalamnya mereka mengeluarkan suara zafîr,” yaitu suara yang keras “dan juga mengeluarkan suara syahîq,” yaitu suara yang lemah. Kedua suara tersebut pasti mengiringi yang lainnya, suara yang pertama seperti awal bunyi suara keledai dan yang kedua seperti akhir bunyi suara keledai.
“Mereka kekal di dalamnya,” yaitu di neraka “selama ada langit dan bumi, kecuali jika Rabb-mu menghendaki (yang lain),” yaitu ahli tauhid yang meninggal dalam keadaan melakukan dosa-dosa besar.  “Sesungguhnya Rabb-mu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.”
“Adapun orang-orang yang bahagia, maka tempatnya di dalam surga,” berdasarkan ketetapan atau hukum Allâh Azza wa Jalla agar mereka mendapatkan kebahagiaan, karena Allâh Azza wa Jalla telah memberi taufik kepada mereka untuk beriman dan beramal shalih dan meninggalkan kesyirikan dan kemaksiatan, “mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Rabb-mu menghendaki (yang lain),” karena kehendak Allâh Azza wa Jalla adalah mutlak dan tidak dibatasi kecuali dengan keinginan-Nya yang Maha Tinggi.
“Sebagai karunia yang tiada putus-putusnya,” yaitu pemberian dari Allâh Azza wa Jalla karena ketaatan kepada-Nya yang tidak pernah putus-putus dan abadi. Ini menunjukkan kekekalan mereka di dalamnya.
PENJABARAN AYAT
Firman Allâh Azza wa Jalla :

يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ
Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, Hari di kala datanglah hari itu, yaitu hari Kiamat, tidak ada seorang pun yang berbicara pada hari itu kecuali dengan izin Allâh Azza wa Jalla . Sebagaimana yang difirmankan oleh Allâh Azza wa Jalla :
يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلَائِكَةُ صَفًّا ۖ لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَٰنُ وَقَالَ صَوَابًا
Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri ber-shaf- shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan dia mengucapkan kata yang benar.[An-Naba’/78 : 38]
Dan firman Allâh Azza wa Jalla :
يَوْمَئِذٍ يَتَّبِعُونَ الدَّاعِيَ لَا عِوَجَ لَهُ ۖ وَخَشَعَتِ الْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَٰنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسًا
Dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja. [Thaha/20:108]
Di dalam ash-Shahîhain diriwayatkan dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits syafa’at yang panjang, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
وَلاَ يَتَكَلَّمُ يَوْمَئِذٍ إِلاَّ الرُّسُلُ وَدَعْوَى الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ
Tidaklah ada yang berbicara pada hari itu kecuali para Rasul. Dan seruan para Rasul pada hari itu adalah ‘Ya Allâh ! Selamatkanlah! Selamatkanlah.” [Hadits ini adalah hadits yang shahih]
Ini menunjukkan bahwa ketika manusia telah dikumpulkan oleh Allâh Azza wa Jalla di tempat yang satu, maka tidak ada seorang pun yang bisa berbicara kecuali dengan izin Allâh Azza wa Jalla .
Akan tetapi, mungkin ada sebagian pembaca mengatakan, “Bukankah Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa di akhirat mereka masih bisa saling bertanya dan bahkan berdebat antara satu dengan yang lain setelah mereka dibangkitkan?”
Yaitu dengan dalil, firman Allâh Azza wa Jalla :
وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ
Sebagian dari mereka menghadap kepada sebagian yang lain berbantah-bantahan. (QS. Ash-Shâffât/37 : 27)
Dan juga firman-Nya dalam ayat lain:
 يَوْمَ تَأْتِي كُلُّ نَفْسٍ تُجَادِلُ عَنْ نَفْسِهَا وَتُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
(Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka tidak dianiaya (dirugikan). [An-Nahl/16:111]
Maksud dari perkataan dalam ayat yang sedang kita bahas ini adalah perkataan yang mengandung hujjah atau dalil yang bisa menyelamatkan mereka. Mereka tidak akan bisa mengutarakan hujjahmereka kepada Allâh Azza wa Jalla kecuali dengan izin-Nya.
Imam al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya mereka tidak berbicara dengan hujjahyang bisa menyelamatkan mereka. Sesungguhnya mereka berbicara dengan perkataan yang berisi pengakuan atas dosa-dosa mereka, ejekan sebagian mereka ke sebagian yang lain dan saling menyalahkan sebagian mereka kepada sebagian yang lain. Adapun berbicara dan berkata dengan hujjah, maka tidak.”
Firman Allâh Azza wa Jalla :
فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ
Maka di antara mereka ada yang sengsara dan ada yang bahagia
Allâh Azza wa Jalla telah menetapkan takdir untuk semua makhluk-Nya. Allâh Azza wa Jalla juga sudah menetapkan siapa saja yang akan menjadi orang-orang yang bahagia, yaitu ahli surga dan siapa saja yang akan menjadi orang-orang yang sengsara, yaitu ahli neraka.
Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Di antara mereka ada yang telah tercatat akan mendapatkan kesengsaraan dan di antara mereka ada yang telah tercatat akan mendapatkan kebahagiaan.”
Imam Ibnu Katsir  rahimahullah  mengatakan, “Ini adalah gabungan, di antara mereka ada yang sengsara dan di antara mereka ada yang bahagia. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allâh Azza wa Jalla :
فَرِيقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ
Segolongan masuk surga, dan segolongan masuk neraka Sa’ir [Asy-Syura/42:7]
Imam al-Baghawi rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits dari jalan ‘Abdur Razzaq bin Hammam rahimahullah dan ini juga tercantum dalam Mushannaf ‘Abdir Razzaq, dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
خَرَجْنَا عَلَى جِنَازَةٍ ، فَبَيْنَا نَحْنُ بِالْبَقِيعِ إِذْ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- وَبِيَدِهِ مِخْصَرَةٌ ، فَجَاءَ فَجَلَسَ ، ثُمَّ نَكَتَ بِهَا فِي الأَرْضِ سَاعَةً ، ثُمَّ قَالَ : مَا مِنْ نَفْسٍ مَنْفُوسَةٍ إِلاَّ قَدْ كُتِبَ مَكَانُهَا مِنَ الْجَنَّةِ أَوِ النَّارِ ، وَإِلاَّ قَدْ كُتِبَتْ شَقِيَّةً ، أَوْ سَعِيدَةً ، فَقَالَ رَجُلٌ : أَفَلاَ نَتَّكِلُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ ؟ فَقَالَ : لاَ ، وَلَكِنِ اعْمَلُوا كُلٌّ مُيَسَّرٌ ، أَمَّا أَهْلُ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ ، وَأَمَّا أَهْلُ الشَّقَاوَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ ، ثُمَّ تَلاَ : {فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى ، وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى ، وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى ، وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى ، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى}.
“Kami keluar untuk mengurus jenazah. Ketika kami sampai di (Pemakaman) Al-Baqi’, tiba-tiba keluarlah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju ke kami dan di tangannya ada tongkat, Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan duduk, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis dengan tongkat tersebut di tanah selang beberapa waktu. Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tidak ada jiwa yang ditiupkan, kecuali telah ditulis tempatnya di surga atau di neraka. Dan telah dituliskan juga apakah dia sengsara ataukah bahagia.”  Kemudian berkatalah seseorang, ‘Apakah kami bergantung dengan catatan kita dan kita tinggalkan amalan?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak, tetapi beramallah  kalian! Segala sesuatu dimudahkan. Adapun golongan yang bahagia maka mereka akan dimudahkan untuk beramal dengan amalan golongan yang bahagia. Adapun golongan yang sengsara, maka mereka juga akan dimudahkan untuk beramal dengan amalan golongan yang sengsara.” Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat:
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ ﴿٥﴾ وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ ﴿٦﴾فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ﴿٧﴾وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ﴿٨﴾وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ﴿٩﴾فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allâh ) dan bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar [Al-Lail/92:5-10]
Firman Allâh Azza wa Jalla :
فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ
Adapun orang-orang yang sengsara, maka (tempatnya) di dalam neraka. Di dalamnya mereka mengeluarkan suara zafîr dan suara syahîq
Di dalam al-Qur’an terjemah, kita dapatkan ayat ini banyak diterjemahkan dengan ‘Di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih),’. Sebenarnya para ulama berselisih dalam menafsirkan suara zafîr dan syahîq ini. Di antara pendapat yang disebutkan adalah sebagai berikut:
  1. Zafîr adalah suara keras dan syahîq adalah suara yang lemah. Ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu.
  2. Zafîr adalah awal dari suara keledai dan syahîq adalah akhir dari suara keledai ketika dikembalikan ke saluran pernapasannya. Ini adalah pendapat Adh-Dhahhak dan Muqatil rahimahullah.
  3. Zafîr adalah suara yang muncul dari kerongkongan dan syahîq adalah suara yang keluar dari dada. Ini adalah pendapat Abul-‘Aliyah rahimahullah. Pendapat ini dinukil juga dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Maksudnya adalah (suara) mengeluarkan napas mereka disebut zafîr dan suara mengambil napas mereka disebut syahîq. Ini karena apa yang mereka rasakan berupa azab.”
  4. Zafîr adalah suara ketika mengeluarkan napas, ini dikarenakan telah penuhnya saluran pernapasan, kemudian dia keluar dengan mengeluarkan suara. Adapun syahîq adalah suara kembalinya napas ke saluran pernapasannya.
  5. Zafîr adalah berulang-ulangnya napas karena beratnya kesedihan, karena dia diambil dari kata zifr yang berarti mengangkat sesuatu dengan punggung karena beratnya barang yang dibawa, sedangkan syahîq adalah nafas yang panjang, diambil dari perkataan mereka (orang Arab), “jabalun syahîq” yang berarti gunung yang tinggi (panjang). Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan bahwa Zafîr dan syahîq termasuk suara orang-orang yang sedih.
Allâhu a’lam, dari apa yang disebutkan di atas kita bisa pahami bahwa hakikat dari Zafîr dan syahîqadalah suara yang keluar dari orang yang sangat sedih karena mendapatkan azab di neraka, sehingga mengeluarkan suara yang khusus ketika dia menarik dan mengeluarkan napas.
Firman Allâh Azza wa Jalla :
خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ
Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi
 “Mereka kekal di dalamnya,” Imam Al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Mereka tinggal dan menetap di sana.”
Apa maksud dari perkataan Allâh  “selama ada langit dan bumi”? Menurut ahli bahasa Arab, penggunaan istilah tersebut untuk menunjukkan makna ‘selamanya’.
Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Dhahhak berkata, ‘Selama ada langit-langit surga dan langit-langit neraka dan juga bumi keduanya. Setiap yang tinggi dan menaungi maka itu disebut langit dan setiap yang kakimu bisa kokoh di atasnya maka dia adalah bumi’.”
Setelah menyebutkan seperti yang disebutkan oleh Imam al-Baghawi di atas, Ibnu Katsir t mengatakan, “Saya katakan bahwa bisa saja yang dimaksud dengan ‘selama ada langit dan bumi’adalah jenisnya, (yaitu jenis langit dan jenis bumi), karena di akhirat tentu harus ada langit-langit dan bumi, sebagaimana yang Allâh Azza wa Jalla firmankan:
يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ
(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit [ Ibrahim/14:48]
Oleh karena itu, al-Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan ketika membahas firman Allâh  ‘selama ada langit dan bumi,’ “langit diganti dengan langit yang lain, dan bumi diganti dengan bumi yang lain. (sehingga maksudnya) adalah selama ada langit dan bumi yang telah diganti tersebut.”
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu mengatakan, “Setiap surga ada langit dan bumi.”
Dengan demikian kita bisa pahami bahwa maknanya adalah mereka akan kekal di dalam neraka selama-lamanya atau selama ada langit dan bumi yang telah diganti oleh Allâh Azza wa Jalla . Tidak ada pertentangan makna di antara keduanya.
Firman Allâh Azza wa Jalla :
إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ
Kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain).
Para ulama berbeda pendapat tentang siapakah orang-orang yang dikecualikan dalam ayat ini.  Imam al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan bahwa ada sepuluh pendapat para ulama dalam menafsirkan potongan ayat ini. Akan tetapi, penulis memandang tidak banyak faidah yang didapatkan dari menukil keseluruh pendapat tersebut. Allâhu a’lam.
Pendapat yang sangat kuat dalam masalah ini adalah mereka yang dikecualikan oleh Allâh Azza wa Jalla adalah orang-orang yang sengsara dari kalangan orang-orang yang beriman. Allâh Azza wa Jalla memasukkan mereka ke dalam neraka karena dosa-dosa yang telah mereka lakukan, kemudian Allâh Azza wa Jalla mengeluarkan mereka darinya karena syafa’at para Nabi, Malaikat dan orang-orang yang beriman.
Diriwayatkan dari ‘Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيَخْرُجَنَّ قَوْمٌ مِنْ أُمَّتِي مِنَ النَّارِ بِشَفَاعَتِي يُسَمَّوْنَ جَهَنَّمِيُّونَ.
“Suatu kaum dari kalangan umatku akan keluar dari neraka karena syafaatku. Mereka dinamakan dengan Jahannamiyyun.”
Ayat ini dan juga hadits di atas dengan jelas membantah orang yang beranggapan bahwa tidak mungkin orang yang sudah masuk neraka bisa keluar dari neraka. Mereka salah dalam memahami sebagian dalil dan lupa dalil yang lainnya. Ternyata yang benar adalah penghuni neraka yang beriman pasti nantinya akan dikeluarkan dari neraka Allâh Azza wa Jalla jika dia dimasukkan ke dalam neraka.
Firman Allâh Azza wa Jalla :
إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ
Sesungguhnya Rabb-mu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki
Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Seluruh apa yang Allâh Azza wa Jalla ingin untuk melakukannya dan sesuai dengan hikmah-Nya maka Allâh  akan lakukan –tabaraka wa ta’ala-. Tidak ada seorang pun yang bisa menolak keinginan-Nya.”
Firman Allâh Azza wa Jalla :
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ 
Adapun orang-orang yang bahagia, maka tempatnya di dalam surga. mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Rabb-mu menghendaki (yang lain)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Perkataan Allâh Azza wa Jalla ‘adapun orang-orang yang bahagia,’ mereka adalah pengikut para Rasul, ‘maka tempatnya di dalam surga,’maksudnya tempat kembali mereka adalah surga. ‘Mereka kekal di dalamnya,’ maksudnya mereka menetap dan tinggal di dalamnya selama-lamanya, ‘selama ada langit dan bumi, kecuali jika Rabb-mu menghendaki (yang lain),’ arti dari pengecualian di sini adalah sesungguhnya terus-menerusnya mereka di dalam kenikmatan tersebut bukanlah suatu yang terjadi dengan sendirinya, tetapi ini tergantung dengan kehendak Allâh Azza wa Jalla . Dia-lah yang memberikannya kepada mereka. Oleh karena itu, mereka diberikan ilham untuk selalu bertasbih dan bertahmid sebagaimana mereka diilhamkan untuk bisa bernapas.”
Imam al-Baghawi rahimahullah memiliki pendapat lain, beliau mengatakan, “Adapun pengecualian pada orang-orang yang bahagia, maka pengecualian tersebut dikembalikan kepada fase ketika mereka tinggal di dalam neraka sebelum memasuki surga.” Menurut beliau maksud dari pengecualian dalam ayat ‘kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain)’ adalah orang-orang yang tidak langsung masuk ke dalam surga, tetapi dia harus masuk ke dalam neraka karena dosa-dosa mereka, kemudian barulah dia masuk ke dalam surga karena keimanan mereka.
Firman Allâh Azza wa Jalla :
عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
Sebagai karunia yang tiada putus-putusnya
Allâh Azza wa Jalla menutup firman-Nya dengan mengatakan, “Sebagai karunia yang tiada putus-putusnya,” . Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Ini agar orang tidak salah sangka, bahwa setelah menyebutkan kehendak Allâh Azza wa Jalla , kemudian (dia menyangka) bahwa itu akan terputus, tertutupi atau terjadi sesuatu yang lain, tetapi Allâh Azza wa Jalla mengakhirinya dengan berkesinambungannya (kenikmatan) dan tidak akan pernah terputus. Begitu pula dijelaskan di sini bahwa azab ahli neraka di dalam neraka itu terus menerus dan dikembalikan kepada kehendak Allâh Azza wa Jalla . Karena keadilan dan hikmah-Nya, maka Allâh  mengazab mereka. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ
Sesungguhnya Rabb-mu  Maha Melakukan apapun yang Dia inginkan [Hud/11: 107]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
Dia tidak ditanya atas apa yang Dia lakukan dan merekalah yang ditanya [Al-Anbiya’/21 : 23]
Dan di sini, Allâh Azza wa Jalla menenangkan hati (hamba-hamba-Nya) dan menetapkan maksud-Nya dengan Firman-Nya:
عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
Sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.”
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri rahimahullah, dia berkata bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
يُؤْتَى بِالْمَوْتِ كَهَيْئَةِ كَبْشٍ أَمْلَحَ, فَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ, فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ, فَيَقُولُ: هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ. وَكُلُّهُمْ قَدْ رَآهُ ثُمَّ يُنَادِي: يَا أَهْلَ النَّارِ, فَيَشْرَئِبُّونَ وَيَنْظُرُونَ فَيَقُولُ: هَلْ تَعْرِفُونَ هَذَا؟ فَيَقُولُونَ: نَعَمْ هَذَا الْمَوْتُ, وَكُلُّهُمْ قَدْ رَآهُ فَيُذْبَحُ, ثُمَّ يَقُولُ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ خُلُودٌ فَلاَ مَوْتَ وَيَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ فَلاَ مَوْتَ,
“Akan didatangkan kematian dengan bentuk seperti kambing putih bercampur hitam. Kemudian ada seorang penyeru menyerukan, ‘Wahai Ahli Surga!’ Kemudian ahli surga pun mengangkat kepala mereka dan melihat (kepadanya). Dia berkata, ‘Apakah kalian tahu ini?’ Mereka berkata, ‘Ya. Ini adalah kematian.’ Dan semuanya telah melihatnya. Kemudian penyeru tersebut menyeru, ‘Wahai Ahli Neraka!’ Kemudian ahli neraka pun mengangkat kepala mereka dan melihat (kepadanya), ‘Apakah kalian tahu ini?’ Mereka berkata, ‘Ya. Ini adalah kematian. Dan semuanya pun telah melihatnya. Kemudian kambing itu disembelih. Kemudian dia berkata, ‘Wahai Ahli Surga! Kekalkan kalian dan tidak ada kematian. Wahai Ahli Neraka! Kekallah  kalian dan tidak ada kematian.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:
يُنَادِي مُنَادٍ إِنَّ لَكُمْ أَنْ تَصِحُّوا فَلَا تَسْقَمُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَحْيَوْا فَلَا تَمُوتُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَشِبُّوا فَلَا تَهْرَمُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَنْعَمُوا فَلَا تَبْأَسُوا أَبَدًا فَذَلِكَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمْ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
“Seorang penyeru menyeru, ‘Sesungguhnya kalian akan selalu sehat dan tidak akan pernah sakit selamanya. Sesungguhnya kalian akan selalu hidup dan tidak akan pernah mati. Sesungguhnya kalian akan selalu muda dan tidak pernah tua selamanya. Sesungguhnya kalian akan selalu mendapat kenikmatan dan tidak akan pernah sengsara selamanya.’ Itulah Firman Allâh  -Azza wa Jalla-:
وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan diserukan kepada mereka:”Itulah surga yang diwariskan untuk kalian karena apa-apa yang telah kalian kerjakan.” [Al-A’raf/7:43].”
Oleh karena itu, jika kita merasakan kelelahan, sakit dan kelemahan, maka hendaknya kita bersabar dan terus beramal shalih, karena kita tahu bahwa surga Allâh Azza wa Jalla dipenuhi dengan berbagai macam kenikmatan dan di sana tidak ada penyakit, tidak ada kelelahan dan tidak ada kelemahan fisik.
KESIMPULAN
  1. Ketika manusia telah dikumpulkan oleh Allâh Azza wa Jalla di tempat yang satu di hari akhir nanti, maka tidak ada seorang pun yang bisa berbicara kecuali dengan izin Allâh Azza wa Jalla . Di antara yang diizinkan adalah para Nabi. Manusia lainnya bisa saja berbicara, tetapi hanya dengan perkataan yang berisi pengakuan atas dosa-dosa mereka, ejekan sebagian mereka ke sebagian yang lain dan saling menyalahkan sebagian mereka kepada sebagian yang lain. Adapun berbicara dan berkata dengan hujjah kepada Allâh , maka tidak mungkin bisa mereka lakukan.
  2. Allâh telah tetapkan di dalam taqdîr-Nya, siapa saja yang akan menjadi orang-orang yang bahagia di surga dan siapa saja yang akan menjadi orang-orang sengsara di neraka. Tetapi kita tetap disuruh untuk terus beramal shalih.
  3. Penghuni neraka akan mengeluarkan suara zafîr dan syahîq, yaitu suara yang keluar dari orang yang sangat sedih karena mendapatkan azab di neraka, sehingga mengeluarkan suara yang khusus ketika dia menarik dan mengeluarkan napasnya.
  4. Orang sengsara yang dikecualikan oleh Allâh Azza wa Jalla untuk tidak kekal di neraka adalah pelaku maksiat yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla . Pada akhirnya dia juga akan masuk surga.
  5. Kebahagiaan sesungguhnya adalah ketika kita sudah masuk ke dalam surga Allâh Azza wa Jalla .
  6. Kenikmatan yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada ahli surga tidak akan pernah terputus.
Mudah-mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan Allâh Azza wa Jalla mentakdirkan kita untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang bahagia di dunia maupun di akhirat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Aisarut-Tafâsîr li kalâm ‘Aliyil-Kabâr wa bihâmisyihi Nahril-Khair ‘Ala Aisarit-Tafâsîr. Jâbir bin Musa Al-Jazâiri1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah al-‘Ulûm Wal-Hikam.
  2. Al-Jâmi’ Li Ahkâmil-Qur’ân. Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi. Kairo: Dâr Al-Kutub Al-Mishriyah.
  3. Ma’âlimut-tanzîl. Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ûd al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyâdh: Dâr Ath-Thaibah.
  4. Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Adzhîm. Isma’îl bin ‘Umar bin Katsîr. 1420 H/1999 M. Riyâdh: Dâr ath-Thaibah.
  5. Tafsîr Ibni Abi Hâtim. Abu Muhammad ‘Abdurrahman bin Abi Hatim ar-Razi. Shida: Al-Maktabah Al-‘Ashriyah.
  6. Taisîr al-Karîm ar-Rahmân Fi Tassîr Kalâmil-Mannân. Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di. Kairo: Darul-Hadits.
  7. Dan lain-lain. Sebagian besar telah tercantum di footnotes.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XXI/1438H/2017M.Ustadz Said Yai Ardiansyah Lc MA ]

Related Posts:

0 Response to "Tafsir Hud Ayat 96-113"

Post a Comment