Tafsir Al Isra Ayat 83-98

Ayat 83-87: Keadaan manusia ketika mendapatkan kenikmatan dan musibah, dan penjelasan bahwa ruh dan wahyu urusan Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الإنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَئُوسًا (٨٣) قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلا (٨٤) وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا (٨٥) وَلَئِنْ شِئْنَا لَنَذْهَبَنَّ بِالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ ثُمَّ لا تَجِدُ لَكَ بِهِ عَلَيْنَا وَكِيلا (٨٦) إِلا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ إِنَّ فَضْلَهُ كَانَ عَلَيْكَ كَبِيرًا (٨٧

Tafsir Surat Al Isra Ayat 83-87

83. Dan apabila Kami beri kesenangan kepada manusia, niscaya dia berpaling dan mejauhkan diri dengan sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan, niscaya dia berputus asa[1].

84. [2]Katakanlah (Muhammad), "Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing[3].” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya[4].

85. [5]Dan mereka[6] bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh[7]. Katakanlah, "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit[8].”

86. [9]Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad)[10], dan engkau tidak akan mendapatkan seorang pembela pun terhadap Kami,

87. Kecuali karena rahmat dari Tuhanmu[11]. Sungguh, karunia-Nya atasmu (Muhammad) sangat besar[12].

Ayat 88-98: Tantangan terhadap manusia yang ingin menandingi Al Qur’an, kemukjizatan Al Qur’an dari semua sisi, ketidaksanggupan jin dan manusia membawakan yang semisal dengan Al Qur’an, beberapa permintaan mukjizat dari orang-orang musyrik kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan penjelasan bahwa hidayah di Tangan Alah Subhaanahu wa Ta'aala serta bukti-bukti kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الإنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا (٨٨) وَلَقَدْ صَرَّفْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ فَأَبَى أَكْثَرُ النَّاسِ إِلا كُفُورًا (٨٩) وَقَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الأرْضِ يَنْبُوعًا (٩٠) أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الأنْهَارَ خِلالَهَا تَفْجِيرًا (٩١) أَوْ تُسْقِطَ السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ قَبِيلا (٩٢) أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلا بَشَرًا رَسُولا (٩٣) وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَى إِلا أَنْ قَالُوا أَبَعَثَ اللَّهُ بَشَرًا رَسُولا (٩٤) قُلْ لَوْ كَانَ فِي الأرْضِ مَلائِكَةٌ يَمْشُونَ مُطْمَئِنِّينَ لَنَزَّلْنَا عَلَيْهِمْ مِنَ السَّمَاءِ مَلَكًا رَسُولا (٩٥) قُلْ كَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا (٩٦) وَمَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِهِ وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى وُجُوهِهِمْ عُمْيًا وَبُكْمًا وَصُمًّا مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنَاهُمْ سَعِيرًا (٩٧) ذَلِكَ جَزَاؤُهُمْ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا وَقَالُوا أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا (٩٨

Tafsir Surat Al Isra Ayat 88-98

88. [13]Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al Quran ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain[14].”

89. Dan sungguh, Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Al Quran ini dengan bermacam-macam perumpamaan[15], tetapi kebanyakan manusia tidak menyukainya bahkan mengingkari(nya).

90. Dan mereka berkata[16], "Kami tidak akan percaya kepadamu (Muhammad) sebelum engkau memancarkan mata air dari bumi untuk kami,

91. Atau engkau mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur[17], lalu engkau alirkan di celah-celahnya sungai yang deras alirannya,

92. Atau engkau jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana engkau katakan, atau (sebelum) engkau datangkan Allah dan para malaikat berhadapan muka dengan kami.

93. Atau engkau mempunyai sebuah rumah (terbuat) dari emas, atau engkau naik ke langit. Dan kami tidak akan mempercayai kenaikanmu itu sebelum engkau turunkan kepada kami sebuah kitab untuk kami baca[18].” [19]Katakanlah (Muhammad), "Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul[20]?"

94. Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman ketika petunjuk datang kepadanya, selain perkataan mereka, "Mengapa Allah mengutus seorang manusia menjadi rasuI[21]?"

95. Katakanlah (Muhammad), "Sekiranya di bumi ada para malaikat, yang berjalan-jalan dengan tenang, niscaya Kami turunkan kepada mereka malaikat dari langit untuk menjadi Rasul[22].”

96. Katakanlah (Muhammad), "Cukuplah Allah menjadi saksi[23] antara aku dan kamu sekalian. Sungguh, Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.”

97. [24]Dan barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, dialah yang mendapat petunjuk, dan barang siapa Dia sesatkan, maka engkau tidak akan mendapatkan penolong-penolong bagi mereka selain Dia. Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat dengan wajah tersungkur dalam keadaan buta, bisu, dan tuli. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam[25]. Setiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka[26].

98. Itulah balasan bagi mereka, karena sesungguhnya mereka kafir kepada ayat-ayat Kami dan (karena mereka) berkata[27], "Apabila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk baru?"

PENJELASAN AYAT

[1] Dari rahmat Allah. Inilah tabiat manusia selain orang yang diberi hidayah oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala, di mana mereka apabila diberi nikmat oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala, ia bergembira dengannya dan bersikap sombong, berpaling dan menjauh dari Tuhannya, tidak bersyukur kepada Tuhannya dan tidak menyebut-Nya. Tetapi apabila dia ditimpa kesusahan, seperti sakit, kemiskinan, dsb. ia berputus asa dari kebaikan atau dari rahmat Allah, ia memutuskan harapannya kepada Tuhannya dan mengira bahwa ia akan tetap terus seperti itu. Adapun orang yang diberi hidayah oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala, maka ketika memperoleh nikmat, ia tunduk kepada Tuhannya, mensyukuri nikmat-Nya, sedangkan ketika mendapat kesusahan seperti sakit, ia merendahkan diri kepada Tuhannya, mengharap kesembuhan dari-Nya dan dihilangkan dari derita itu, sehingga cobaan pun terasa ringan baginya.

[2] Dalam ayat ini terdapat ancaman terhadap orang-orang musyrik.

[3] Yakni keadaan yang sesuai baginya. Termasuk dalam pengertian keadaan di sini adalah tabiat dan pengaruh alam sekitar. Jika orang tesebut tergolong orang yang baik, maka amalan mereka dilakukan karena Allah Rabbul ‘alamin, dan jika orang tersebut tergolong orang yang buruk, maka amal mereka dilakukan karena makhluk dan tidak melakukan selain yang sesuai dengan keinginan makhluk.

[4] Dia mengetahui siapa yang cocok mendapatkan hidayah dan siapa yang tidak.

[5] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abdullah (Ibnu Mas’ud) radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ketika aku berjalan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di area sepi Madinah, ketika itu Beliau bersandar dengan tongkat dari pelepah daun kurma yang dibawanya, lalu Beliau melewati beberapa orang Yahudi, kemudian masing-masing mereka berkata kepada yang lain, “Bertanyalah kepadanya tentang ruh?” Sedangkan yang lain berkata, “Janganlah bertanya kepadanya, agar dia tidak membawa sesuatu yang tidak kalian suka.” Sebagian mereka berkata, “Kami sungguh akan bertanya kepadanya.” Lalu salah seorang di antara mereka bangun dan berkata, “Wahai Abul Qasim, apai itu ruh?” Beliau pun diam, maka aku (Ibnu Mas’ud) berkata (dalam hati), “Sungguh, Beliau sedang menerima wahyu.” Aku pun bangun (agar tidak mengganggunya). Setelah Beliau selesai (menerima wahyu), Beliau bersabda, “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah, "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.”

[6] Yakni orang-orang Yahudi.

[7] Di mana dengannya jasad menjadi hidup.

[8] Dalam ayat ini terdapat larangan bertanya yang maksudnya memberatkan diri atau untuk mengalahkan dan meninggalkan bertanya terhadap hal yang penting. Bertanya tentang ruh, berarti bertanya tentang hal-hal yang samar yang tidak seorang pun manusia yang sanggup menyifatkan dengan tepat dan tentang bagaimana bentuknya. Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa orang yang ditanya tentang sesuatu yang bagi si penanya sebaiknya bertanya tentang yang lain, maka hendaknya ia berpaling dari memberikan jawaban, menunjukkan kepadanya hal yang dibutuhkan serta mengarahkannya kepada hal yang bermanfaat baginya.

[9] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan, bahwa Al Qur’an yang diwahyukan-Nya kepada Rasul-Nya adalah rahmat dari-Nya kepadanya dan kepada hamba-hamba-Nya. Ia merupakan nikmat terbesar yang diberikan kepada Rasul-Nya secara mutlak. Dia yang mengaruniakan nikmat itu kepadamu mampu melenyapkannya, lalu engkau tidak mendapatkan seorang yang dapat menolaknya dan membela dalam hal itu di hadapan Allah. Oleh karena itu, bergembiralah dengannya, tenteramkanlah hatimu karenanya, dan janganlah pendustaan dan olok-olokkan mereka membuatmu sedih, karena sesungguhnya kepada mereka telah disodorkan nikmat terbesar itu, namun mereka menolaknya.

[10] Dengan menghapusnya dari dada dan dari mushaf.

[11] Yakni tidak dilenyapkan-Nya Al Qur’an itu adalah karena rahmat Allah.

[12] Karena Dia telah menurunkan Al Qur’an kepadamu, memberikan kamu maqam mahmud (lihat Al Israa’: 79), dan memberikan keutamaan lainnya.

[13] Ayat ini merupakan bukti kebenaran Al Qur’an, di mana Allah menantang manusia dan jin untuk mendatangkan yang serupa dengan Al Qur’an, dan Dia memberitahukan, bahwa mereka tidak mampu membuatnya meskipun mereka saling bantu-membantu.

# Lihat Juga Tantangan Alloh Untuk Membuat Seperti Al Quran [ath-Thûr/52: 33-34],[Hûd/11: 13-14],[ Yûnus/10: 37- 38],[ al-Baqarah/2: 23-24]

[14] Ayat ini turun untuk membantah perkataan orang-orang kafir, “Jika kami mau, kami mampu berkata seperti ini.”

[15] Setiap perumpamaan dimaksudkan agar mereka memetik hikmahnya, namun ternyata tidak ada yang mau memetik hikmahnya dan merubah sikapnya selain sebagian kecil di antara mereka yang telah ditetapkan dahulu sebagai orang-orang yang berbahagia, yang diberi taufik oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada kebaikan. Sedangkan mayoritas manusia bersikap ingkar terhadap nikmat yang besar itu (yakni Al Qur’an), bahkan mereka menyusahkan diri mereka dengan meminta didatangkan ayat yang lain selain daripada Al Qur’an yang sesuai keinginan diri mereka yang zalim lagi jahil (bodoh).

[16] Kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang datang membawa Al Qur’an yang penuh dengan bukti dan mukjizat.

[17] Sehingga tidak perlu pulang pergi ke pasar.

[18] Yang di dalamnya terdapat ayat yang membenarkanmu.

[19] Oleh karena semua ini merupakan sikap menyusahkan diri dan hendak mengalahkan serta ucapan orang yang paling dungu dan paling zalim yang maksudnya menolak kebenaran, dan merupakan sikap kurang adab terhadap Allah serta menuntut kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mendatangkan mukjizat, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Beliau untuk mentasbihkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala; yakni mensucikan-Nya dari apa yang mereka katakan, dan Mahasuci Dia jika hukum-hukum dan ayat-ayat-Nya mengikuti hawa nafsu dan pandangan mereka yang rusak.

[20] Sebagaimana rasul-rasul yang lain, di mana mereka tidak mampu mendatangkan mukjizat kecuali dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla.

[21] Yakni tidak dari kalangan malaikat.

[22] Hal itu, karena tidaklah diutus kepada suatu umat seorang rasul kecuali dari kalangan mereka, agar dapat berbicara dengan mereka dan agar pembicaraannya dipahami. Di samping itu, mereka tidak sanggup menimba pelajaran dari para malaikat karena mereka tidak berjalan-jalan di bumi dengan tenang.

[23] Atas kebenaranku. Termasuk persaksian-Nya terhadap Rasul-Nya adalah penguatan-Nya dengan memberikan mukjizat, diturunkan ayat-ayat dan ditolong-Nya Beliau terhadap musuh-musuhnya.

[24] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa Dia yang sendiri memberi hidayah dan menyesatkan. Barang siapa yang diberi-Nya hidayah, maka dimudahkan-Nya kepada jalan kebahagiaan dan dijauhkan-Nya dari jalan kesengsaraan. Itulah orang yang memperoleh petunjuk secara hakiki. Sedangkan, orang yang disesatkan-Nya, maka Dia akan menelantarkannya dan menyerahkan kepada dirinya sendiri, tidak ada yang menunjukinya, dan tidak ada yang menolongnya dari azab Allah ketika Dia menghimpun mereka dengan wajah tersungkur dalam keadaan hina, buta dan bisu.

[25] Yang di dalamnya terhimpun semua kesedihan, kegundahan, kesengsaraan dan azab.

[26] Azabnya tidak dihentikan dan tidak dikurangi, dan mereka pun tidak mati di sana. Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah menzalimi mereka, bahkan Dia membalas mereka karena kekafiran mereka kepada ayat-ayat-Nya, mengingkari adanya kebangkitan dan mengingkari kekuasaan-Nya. Nas’alullahas salaamah wal ‘aafiyah.

[27] Mengingkari adanya kebangkitan.

==============================

Sebab Turunnya Ayat 85

Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya dari hadits ‘Alqamah dari Abdullah bin Mas’ud z berkata: Ketika aku berjalan bersama Rasulullah r di sebuah daerah pertanian dalam keadaan beliau bertumpuan pada sebuah tongkat dari pelepah korma, tiba-tiba lewat beberapa orang Yahudi. Sebagian mereka berkata kepada sebagian lainnya: “Tanyakan pada dia tentang ruh.”

Sebagian dari mereka berkata: “(Jangan tanya dia). Jangan sampai dia mendatangkan sesuatu yang kalian benci.”

Berkata lagi (sebagiannya): “Tanyalah dia.”

Mereka pun bertanya tentang ruh, maka Rasulullah r diam dan tidak menjawab sedikitpun. Aku tahu wahyu sedang diturunkan kepada beliau. maka akupun berdiri dari tempatku. Turunlah firman Allah: “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, maka katakanlah bahwa itu urusan Rabb-ku dan kalian tidaklah diberi ilmu tentangnya kecuali sedikit.” (HR. Al-Bukhari no. 4352 dan Muslim no. 5002)

Penjelasan Ayat 85

Di kalangan ulama terjadi perselisihan tentang maksud dari kata ruh yang terdapat di dalam ayat ini. Ibnu Tin t telah menukilkan beberapa pendapat, di antaranya ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ruh manusia. Ada lagi yang mengatakan ruh hewan dan ada pula yang mengatakan yang dimaksud adalah Jibril.

Ada pula yang mengatakan maksudnya adalah ‘Isa bin Maryam u, ada yang mengatakan Al Qur’an, ada yang mengatakan wahyu, dan ada yang mengatakan malaikat yang berdiri sendiri sebagai shaff pada hari kiamat. Ada lagi yang mengatakan maksudnya adalah sosok malaikat yang memiliki sebelas ribu sayap dan wajah. Ada pula yang mengatakan ia adalah suatu makhluk yang bernama ruh yang bentuknya seperti manusia, mereka makan dan minum, dan tidak turun satu malaikat dari langit melainkan ia turun bersamanya. Dan ada lagi yang berpendapat lain. (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 8/254. Lihat pula Tafsir Al-Qurthubi, 10/324, Tafsir Ibnu Katsir, 3/62)

Namun mayoritas ahli tafsir memilih pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ruh yang terdapat pada kehidupan jasad manusia.Yaitu bagaimana keadaan ruh tersebut, tempat berlalunya di dalam tubuh manusia, dan bagaimana cara dia menyatu dengan jasad dan hubungannya dengan kehidupan. Ini adalah sesuatu yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah U. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 10/324)

Al-Qurthubi berkata: “Yang benar adalah di-mubham-kan (pengetahuan tentang ruh dibiarkan seperti itu, yaitu tersamar) berdasarkan firman-Nya: “Ruh itu dari perkara Rabb-ku,” yaitu merupakan perkara besar dari urusan Allah I dan tidak diberikan perinciannya agar seseorang mengetahui secara pasti kelemahannya untuk mengetahui hakikat dirinya dalam keadaan dia meyakini wujud ruh tersebut. Apabila seorang manusia lemah (mengalami kesulitan) dalam mengetahui hakikat dirinya, maka terlebih lagi (kelemahannya) untuk menjangkau hakikat Al-Haq (Allah). Hikmahnya adalah (untuk menunjukkan bahwa) akal memiliki kelemahan untuk menjangkau pengetahuan tentang makhluk yang dekat dengannya (yaitu ruh). Dengan demikian memberikan pengetahuan kepada akal bahwa menjangkau (pengetahuan) tentang Rabb-Nya lebih lemah lagi.” (Tafsir Al-Qurthubi, 10/324)

Related Posts:

0 Response to "Tafsir Al Isra Ayat 83-98"

Post a Comment