Tafsir Al Hajj Ayat 14-29

Ayat 14-16: Balasan terhadap orang yang beriman dan beramal saleh dan pertolongan Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ (١٤) مَنْ كَانَ يَظُنُّ أَنْ لَنْ يَنْصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ لْيَقْطَعْ فَلْيَنْظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ (١٥) وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَاهُ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَأَنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يُرِيدُ (١٦

Terjemah Surat Al Hajj Ayat 14-16

14. [1]Sungguh, Allah akan memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh[2] ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Sungguh, Allah berbuat apa yang Dia kehendaki[3].

15. Barang siapa menyangka bahwa Allah tidak akan menolongnya (Muhammad) di dunia dan di akhirat[4], maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit[5], lalu menggantung diri[6], kemudian pikirkanlah apakah tipu dayanya[7] itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya[8].

16. Dan demikianlah[9] Kami telah menurunkan Al Quran yang merupakan ayat-ayat yang nyata[10]; [11]sesungguhnya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.

Ayat 17-18: Informasi tentang berbagai agama dan keputusan Allah terhadapnya, dan bahwa orang-orang mukmin di surga sedangkan orang-orang kafir di neraka, serta tunduknya segala sesuatu kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (١٧) أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ (١٨

Terjemah Surat Al Hajj Ayat 17-18

17. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang Yahudi, orang Shabi-in[12], orang Nasrani, orang Majusi dan orang musyrik, Allah pasti memberi keputusan di antara mereka pada hari Kiamat[13]. Sungguh, Allah menjadi saksi atas segala sesuatu.

18. Tidakkah engkau tahu bahwa siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi bersujud kepada Allah, juga matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan yang melata[14] dan banyak di antara manusia[15]? Tetapi banyak (manusia) yang pantas mendapatkan azab[16]. Barang siapa dihinakan Allah, tidak seorang pun yang akan memuliakannya. Sungguh, Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki[17].

Ayat 19-24: Pertentangan antara iman dan kufur dan balasan bagi masing-masingnya.

هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ (١٩) يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ (٢٠) وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ (٢١) كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ (٢٢)إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ (٢٣) وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ (٢٤

Terjemah Surat Al Hajj Ayat 19-24

19. [18]Inilah dua golongan (golongan mukmin dan kafir) yang bertengkar, mereka bertengkar mengenai Tuhan mereka[19]. Maka bagi orang kafir[20] akan dibuatkan pakaian-pakaian dari api (neraka)[21] untuk mereka. Ke atas kepala mereka akan disiramkan air yang mendidih.

20. Dengan (air mendidih) itu akan dihancurluluhkan apa yang ada dalam perut[22] dan kulit (mereka).

21. Dan (azab) untuk mereka cambuk-cambuk dari besi[23].

22. Setiap kali mereka hendak keluar darinya (neraka) karena tersiksa, mereka dikembalikan lagi ke dalamnya[24]. (Kepada mereka dikatakan), "Rasakanlah azab yang membakar ini!”

23. Sungguh, Allah akan memasukkan orang-orang yang beriman[25] dan mengerjakan amal saleh ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Di sana mereka diberi perhiasan gelang-gelang emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera[26].

24. Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik[27] dan diberi petunjuki (pula) kepada jalan yang terpuji[28].

Ayat 25-29: Bagaimana kaum musyrik menghalangi manusia dari Islam dan dari Masjidil Haram, dan seruan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam untuk berhaji.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (٢٥) وَإِذْ بَوَّأْنَا لإبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ (٢٦) وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (٢٧) لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (٢٨) ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ (٢٩

Terjemah Surat Al Hajj Ayat 25-29

25. [29]Sungguh, orang-orang kafir dan yang menghalangi manusia dari jalan Allah dan dari Masjidilharam yang telah Kami jadikan terbuka untuk semua manusia, baik yang bermukim di sana maupun yang datang dari luar dan siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan secara zalim di dalamnya, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih[30].

26. [31]Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), "Janganlah engkau mempersekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku[32] bagi orang-orang yang thawaf, orang yang beribadah[33] dan orang yang ruku' dan sujud[34].

27. Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji[35], niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki[36], atau mengendarai setiap unta yang kurus[37], mereka datang dari segenap penjuru yang jauh[38],

28. [39]Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka[40] dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan[41] atas rezeki yang Dia berikan kepada mereka berupa hewan ternak[42]. Maka makanlah sebagian darinya[43] dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.

29. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran[44] (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka[45] dan melakukan tawaf sekeliling rumah tua (Baitullah)[46].


[1] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan orang-orang yang mendebat kebenaran dengan kebatilan, bahwa mereka terbagi dua; ada yang sebagai muqallid (ikut-ikutan) dan ada pula yang sebagai daa’i (penyeru). Allah menyebutkan, bahwa orang yang menyatakan beriman pun ada dua bagian; ada orang yang imannya tidak sampai masuk ke dalam hatinya, dan ada pula yang sebagai mukmin sejati, di mana ia membenarkan imannya dengan amal saleh. Mereka ini (orang-orang mukmin yang sejati) akan Allah masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Disebut tempat tinggal yang penuh kenikmatan itu dengan surga (jannah), karena di dalamnya terdapat tempat tinggal, istana, dan pohon-pohon yang melindungi bagian dalamnya dan karena lebatnya sampai menutupinya.

[2] Yang fardhu maupun yang sunat.

[3] Seperti memuliakan orang yang taat kepada-Nya dan menghinakan orang yang bermaksiat. Apa yang diinginkan Allah untuk dilakukan, maka tidak ada yang dapat menghalangi dan menentangnya.

[4] Dan menyangka bahwa agama-Nya tidak akan berkembang.

[5] Ada yang mengartikan dengan atap rumahnya, dan ada pula yang mengartikan dengan langit, karena pertolongan Allah turun dari langit.

[6] Ada pula yang mengartikan dengan “Lalu ia naik ke atasnya dan memutuskan pertolongan yang turun dari langit.”

[7] Terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti merencanakan sesuatu untuk membahayakan Beliau dan berusaha mengalahkan agamanya.

[8] Yang menyakitkan hatiya adalah kemajuan Islam. Yakni semua usahanya tidak dapat mengobati rasa kesalnya. Syaikh As Sa’diy berkata, “Maksud ayat yang mulia ini adalah: Wahai musuh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang berusaha memadamkan agamanya, yang mengira dengan kebodohannya bahwa usahanya akan memberikan sedikit manfaat baginya! Ketahuilah, betapa pun kamu telah mengerjakan berbagai sebab dan berusaha melakukan tipu daya terhadap Rasul, maka yang demikian tidak dapat menghilangkan sesuatu yang menyakitkan hatimu dan mengobati dukamu. Engkau tidak mampu menghilangkannya. Akan tetapi kami tawarkan kepadamu suatu pendapat yang dengannya rasa kesalmu terobati dan pertolongan kepada rasul dapat dihentikan jika memang bisa, yaitu datangilah perkara itu melalui pintunya dan tempuhlah sebab-sebabnya. Ambillah tali dari sabut atau lainnya, lalu gantungkanlah di langit, kemudian naiklah dengannya sampai kamu tiba di pintu-pintunya yang darinya turun pertolongan, lalu sumbat, tutup dan putuskanlah. Dengan cara ini rasa kesal dalam hatimu dapat terobati. Inilah pandangan dan cara yang tepat. Adapun selain itu, maka jangan lamu kira dapat mengobati sakit hatimu meskipun kamu dibantu oleh orang-orang yang membantumu. Ayat yang mulia ini, di dalamnya terdapat janji dan kabar gembira tentang pertolongan Allah terhadap agama-Nya dan Rasul-Nya serta hamba-hamba-Nya yang sungguh jelas. Demikian pula terdapat sesuatu yang membuat orang-orang kafir yang hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka menjadi berputus asa, dan Allah akan menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.”

Sebagian ahli tafsir mengartikan, maka hendaklah ia merentangkan tali ke atap rumahnya kemudian ia mencekik lehernya dengan tali itu.

[9] Yakni sebagaimana Kami telah menerangkan secara rinci Al Qur’an.

[10] Yang menerangkan semua yang dibutuhkan hamba dan mengandung masalah-masalah yang bermanfaat.

[11] Meskipun ayat-ayat Al Qur'an begitu jelas dan terang, namun hidayah di Tangan Allah. Barang siapa yang ingin diberi petunjuk oleh Allah, maka dia akan mengambil petunjuk dari Al Qur’an ini, menjadikannya sebagai imam dan panutannya serta mengambil sinarnya. Sebaliknya, barang siapa yang tidak diinginkan Allah mendapatkan hidayah, maka meskipun semua ayat datang kepadanya, ia tetap tidak akan beriman dan Al Qur’an tidak akan bermanfaat baginya, bahkan sebagai hujjah terhadapnya.

[12] Shaabi’in menurut sebagian mufassir adalah golongan dari Yahudi.

[13] Dengan adil dan akan membalas amal mereka yang telah dijaga-Nya, dicatat-Nya dan diksaksikan-Nya. Dia akan memutuskan bahwa orang-orang mukmin akan masuk ke dalam surga dan memutuskan bahwa selain mereka akan masuk ke dalam neraka.

[14] Semua tunduk kepada-Nya.

[15] Mereka adalah kaum mukmin dengan ditambah ketundukan mereka dalam sujud ketika shalat.

[16] Mereka adalah kaum kafir, karena mereka enggan sujud disebabkan tidak ada iman dalam diri mereka.

[17] Seperti memuliakan dan menghinakan.

[18] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Dzar ia berkata, “Turun ayat, “Inilah dua golongan (golongan mukmin dan kafir) yang bertengkar, mereka bertengkar mengenai Tuhan mereka…dst.” tentang enam orang Quraisy, yaitu Ali, Hamzah, dan Ubaidah bin Harits dengan Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabii’ah dan Al Walid bin ‘Utbah.” Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Qais bin ‘Ubaad, ia berkata, “Aku mendengar Abu Dzar bersumpah sebuah sumpah, “Sesungguhnya ayat, “Dua golongan (golongan mukmin dan kafir) yang bertengkar, mereka bertengkar mengenai Tuhan mereka…dst.” Turun berkenaan orang-orang yang melakukan perang tanding pada peperangan Badar, yaitu Hamzah, Ali dan Ubaidah bin Harits dengan Utbah dan Syaibah yang keduanya adalah putera Rabi’ah, dan Al Walid bin ‘Utbah.”

[19] Masing-masing menyangka bahwa agamanya yang benar, padahal hanya Islam saja yang benar.

[20] Mencakup semua orang kafir, baik Yahudi, Nasrani, Majusi, Shaabi’in dan orang-orang musyrik.

[21] Yakni pakaian dari ter, lalu dinyalakan dengan api, agar azab rata mengena mereka dari semua sisi. Sehingga mereka terkepung api.

[22] Seperti daging, lemak, usus, dsb. karena sangat panas sekali.

[23] Yang dipegang oleh para malaikat yang keras dan kasar.

[24] Dengan cambuk-cambuk itu.

[25] Kepada semua kitab dan semua rasul.

[26] Yang ketika di dunia mereka (laki-laki) diharamkan memakainya.

[27] Di mana yang terbaiknya adalah kalimatul ikhlas (Laailaahaillallah), selanjutnya ucapan-ucapan baik lainnya yang di sana terdapat dzikrullah, atau ihsan terhadap hamba-hamba Allah..

[28] Yang demikian adalah karena semua syari’at mengandung hikmah dan pujian, baiknya perintah dan buruknya larangan. Jalan yang terpuji ini adalah agama Allah yang di sana tidak ada sikap ifrath (berlebihan sampai melewati aturan) dan tafrith (meremehkan), yang di dalamnya mengandung ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Bisa juga diartikan jalan Allah yang terpuji, karena Allah sering menghubungkan jalan kepada-Nya, dan karena jalan itu menghubungkan penempuhnya kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[29] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keburukan keadaan orang-orang musyrik yang kafir kepada Tuhan mereka, di mana mereka menggabung antara kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, menghalangi manusia dari jalan Allah dan melarang manusia beriman, dan menghalangi manusia dari Masjidilharam yang sesungguhnya bukan milik mereka dan bukan milik nenek moyang mereka, bahkan dalam hal ini manusia sama, baik yang mukim maupun yang datang dari luar.

[30] Jika kezaliman dan tindak kejahatan semata mengharuskan pelakunya mendapatkan azab yang pedih, lalu bagaimana jika yang dilakukan adalah kezaliman yang paling besar, berupa kufur dan kesyirkkan, menghalangi manusia dari Masjidilharam, dan menghalangi orang yang hendak ziarah kepadanya? Dalam ayat ini terdapat dalil wajibnya memuliakan tanah haram, menghormatinya, dan memberikan peringatan kepada orang yang hendak berbuat maksiat dan melakukannya.

[31] Di ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan kemuliaan Baitullah al Haram dan kemuliaan pembangunnya, yaitu kekasih Ar Rahman, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.

[32] Baik dari syirk maupun maksiat, dari najis maupun kotoran. Allah hubungkan rumah tersebut kepada Diri-Nya karena keutamaannya, kelebihannya dan agar kecintaan manusia kepadanya sangat dalam di hati.

[33] Seperti dzikr, membaca Al Qur'an, mendalami agama dan mengajarkannya, dan berbagai bentuk ibadah lainnya.

[34] Yakni yang mengerjakan shalat. Maksudnya adalah sucikanlah rumah itu untuk orang-orang yang utama tersebut, di mana perhatian mereka adalah taat dan mengabdi Tuhan mereka, mendekatkan diri kepada-Nya di sisi rumah-Nya. Mereka ini berhak dimuliakan, dan termasuk memuliakan mereka adalah membersihkan Baitullah untuk mereka, demikian pula membersihkannya dari suara keras yang mengganggu ibadah mereka.

[35] Yakni beritahukanlah mereka, seru mereka, sampaikan kepada orang yang dekat maupun jauh kewajiban haji dan keutamaannya.

[36] Karena rasa rindu yang begitu mendalam.

[37] Unta yang kurus menggambarkan jauh dan sukarnya yang ditempuh oleh jamaah haji, namun demikian mereka tetap menempuh perjalanan itu.

[38] Maka Nabi Ibrahim ‘alaihis salam melakukan hal itu, demikian pula anak keturunannya, yaitu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Ternyata apa yang dijanjikan Allah itu terlaksana, manusia mendatangi Baitullah dengan berjalan kaki atau berkendaraan dari bagian timur bumi maupun baratnya.

[39] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan beberapa faedah mengunjungi Baitullah al Haram sambil memberikan dorongan terhadapnya.

[40] Baik manfaat agama maupun dunia. Manfaat agama adalah dapat melakukan ibadah yang utama dan ibadah yang tidak dapat dilakukan kecuali di sana, sedangkan manfaat dunia adalah bisa berusaha dan memperoleh keuntungan duniawi. Semua ini sudah kita ketahui bersama.

[41] Hari yang ditentukan itu adalah hari raya haji dan hari tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, di mana mereka menyebut nama Allah ketika menyembelih kurban dan banyak mengumandangkan takbir pada hari-hari itu sebagai dzikr mutlak.

[42] Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, sapi, kambing dan biri-biri.

[43] Oleh kamu wahai orang-orang yang berkurban, meskipun boleh juga menyedekahkan semuanya.

[44] Yang dimaksud dengan menghilangkan kotoran di sini ialah memotong rambut, memotong kuku, dan sebagainya.

[45] Yang mereka wajibkan diri mereka untuk mengerjakannya, seperti haji, umrah dan hewan ternak yang mereka hadiahkan ke tanah haram.

[46] Ia merupakan masjid yang paling utama secara mutlak. Lafaz ‘atiiq dapat juga diartikan mu’taq (yang merdeka), yakni yang tidak dijajah oleh orang-orang kejam. Di ayat ini diperintahkan melakukan thawaf setelah diperintahkan menjalankan manasik secara umum karena keutamaan tawaf, dan karena itu adalah tujuannya, sedangkan sebelumnya hanyalah sarana kepadanya. Menurut Syaikh As Sa’diy pula, mungkin saja –Walahu a’lam- disebutkan thawaf karena faedah yang lain, yaitu bahwa tawaf disyariatkan di setiap waktu, baik mengikuti manasik atau tidak.

=========================
TAFSIR RINGKAS [Al-Hajj /22: 27-29]

Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Dan umumkanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji!”, maksudnya adalah beritahulah mereka (wahai Ibrahim) kewajiban dan keutamaan berhaji! Panggillah mereka untuk itu dan sampaikan (hal ini) kepada yang dekat maupun yang jauh. Sesungguhnya jika engkau menyeru mereka, “maka mereka akan datang kepadamu” untuk mengerjakan haji dan umrah, “dengan berjalan kaki” karena kerinduan mereka, “dan dengan mengendarai yang kurus” maksudnya adalah unta yang kurus. Dengan unta tersebut mereka bisa melalui hamparan padang pasir dan menyambung perjalanan mereka, sehingga unta tersebut bisa menuju tempat yang paling mulia.

“(yang datang) dari segenap penjuru yang jauh” maksudnya adalah dari seluruh negeri yang jauh. Al-Khalil (kekasih Allâh yakni Ibrahim ‘alaihissalâm) telah melakukan hal tersebut, kemudian setelahnya adalah anak (keturunan) beliau, yaitu Muhammad n . Mereka berdua menyeru manusia agar berhaji ke rumah Allâh… Dan telah terjadi apa yang Allâh janjikan kepadanya. Manusia datang ke rumah Allâh (Baitullâh) dengan berjalan kaki dan dengan berkendara dari timur dan barat bumi.

Kemudian Allâh menyebutkan faidah-faidah yang didapatkan ketika berziarah ke Baitullâh Al-Harâm, untuk memotivasi manusia, Allâh mengatakan, “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka,” maksudnya adalah agar mereka dengan berziarah ke Baitullâh, mendapatkan manfaat-manfaat diniyyah berupa berbagai ibadah utama dan ibadah-ibadah yang tidak mungkin dilakukan kecuali di sana, begitu pula manfaat duniawiyah yang berupa penghasilan dan mendapatkan keuntungan duniawi. Semua ini disaksikan oleh semua orang yang mengetahuinya.

“Dan supaya mereka menyebut nama Allâh pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allâh telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak,” Ini merupakan manfaat diniyyah dan duniawiyah, yaitu agar mereka menyebut nama Allâh ketika menyembelih hadyu (sembelihan orang yang berhaji) sebagai bentuk syukur kepada Allâh atas apa yang Allâh rezekikan dan mudahkan untuk mereka. Apabila kalian telah menyembelihnya, “maka makanlah sebahagian darinya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir,” maksudnya adalah orang yang sangat miskin.

“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka,” maksudnya agar mereka menyelesaikan manasik haji mereka dan menghilangkan kotoran-kotoran dan gangguan-gangguan yang mereka dapatkan ketika mereka ihram.

“Dan hendaklah mereka menunaikan nadzar-nadzar mereka,” di mana mereka telah mewajibkan nadzar tersebut bagi diri mereka sendiri, berupa: haji, umrah, hadyu. “Dan hendaklah mereka melakukan thawâf sekeliling rumah yang tua itu,” yaitu rumah Allâh yang sangat tua (baitullâh al-`atîq). Dia adalah masjid yang paling afdhal secara mutlak, yang dibebaskan dari segala penguasa yang ingin menghinakannya.

Alasan penyebutan perintah untuk ber-thawâf ini disebutkan secara khusus setelah perintah untuk menyempurnakan manasik secara umum, adalah untuk menyebutkan keutamaan dan kemuliaan amalan thawâf ini. Dan karena thawâf adalah inti dari yang dimaksudkan. Adapun kalimat-kalimat sebelumnya adalah perantara-perantara untuk menuju perintah untuk ber-thawâf ini. Dan mungkin -wAllâhu a’lam- thawâf juga memiliki faidah yang lain, yaitu: thawâf disyariatkan di setiap waktu, baik dia sebagai pengikut dari manasik (haji dan umrah) atau dia adalah ibadah tersendiri.[1]

PENJABARAN AYAT

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ

Dan umumkanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji!

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Maksudnya adalah : Umumkanlah (wahai Ibrahim) kepada manusia untuk menyeru mereka agar berhaji menuju Baitullâh yang Kami perintahkan kepadamu untuk membangunnya. Dan disebutkan (dalam suatu riwayat) bahwasanya Beliau berkata, ‘Ya Rabb-ku! Bagaimana caraku menyampaikannya kepada manusia sedangkan suaraku tidak sampai kepada mereka?’ Maka dikatakanlah kepadanya, ‘Umumkanlah! Dan kami akan menyampaikannya.’ Kemudian beliau berdiri di tempat berdirinya. Disebutkan (dalam suatu riwayat) bahwa beliau berdiri di atas batu, disebutkan juga (dalam suatu riwayat) beliau berdiri di atas (bukit) Shafa, disebutkan juga (dalam suatu riwayat) beliau berdiri di (gunung) Abu Qubais. Kemudian beliau berkata, ‘Wahai manusia! Sesungguhnya Rabb kalian telah membuat suatu rumah, maka berhajilah!’

Disebutkan dalam suatu riwayat bahwasanya gunung-gunung merendah sehingga suaranya sampai ke seluruh penduduk bumi dan didengar oleh semua yang ada di dalam rahim dan tulang sulbi (tulang rusuk), dan semuanya menjawab panggilannya, baik bebatuan, tanah-tanah lengket, pepohonan dan siapa saja yang Allâh telah catat dia akan berhaji sampai hari kiamat dan mereka berkata, ‘Labbaikallâhumma labbaik.’.” Kemudian Ibnu Katsir mengatakan, “Inilah yang terkandung dari apa yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair dan banyak lagi dari kalangan salaf (ulama terdahulu). Allâhu a’lam (Allâh-lah yang lebih mengetahuinya). Ibnu Jarir (Ath-Thabari) dan Ibnu Abi Hatim telah menyebutkan perkataan-perkataan tersebut dengan panjang (di buku tafsir mereka).”[2]

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ

Niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus

Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Allâh berjanji kepada Nabi Ibrahim Alaihissallam bahwa manusia akan memenuhi panggilannya untuk berhaji ke Baitullâh dengan berjalan kaki atau pun dengan berkendara. Disebutkan pada ayat ini: “mereka akan mendatangimu,” maksudnya mereka akan mendatangi Ka’bah karena yang memanggil adalah Nabi Ibrahim Alaihissallam. Barangsiapa mendatangi Ka’bah, maka seolah-olah dia mendatangi Nabi Ibrahim karena dia telah memenuhi seruannya.”[3]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Terkadang ayat ini digunakan sebagai dalil oleh sebagian Ulama yang menyatakan bahwa berhaji dengan berjalan kaki bagi yang mampu lebih utama daripada berhaji dengan berkendara, karena Allâh Azza wa Jalla mendahulukan berjalan kaki dalam penyebutan. Ini menunjukkan adanya perhatian (yang lebih) terhadap mereka (yang berjalan kaki) dan menunjukkan kuatnya semangat dan tekad mereka. Sedangkan menurut kebanyakan ulama, haji dengan berkendara lebih utama, karena (orang yang berkendara telah) meneladani Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau dulu berhaji dengan berkendara padahal beliau memiliki kekuatan yang sempurna.”[4]

Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini bahwa orang yang harus ke Mekah dengan menyeberangi lautan, tidak ada kewajiban baginya untuk berhaji, karena di dalam ayat ini hanya disebutkan dua macam manusia saja, yaitu: yang berkendara dengan unta dan yang berjalan kaki.

Allâhu a’lam pendapat ini lemah, karena penyebutan berkendara dengan unta pada ayat ini bukanlah pembatasan macam-macam kendaraan. Dari zaman dahulu kita mendapatkan orang yang berkendaraan bukan hanya dengan unta. Apalagi untuk saat ini, kita mendapatkan banyak sekali kendaraan yang bisa kita gunakan untuk berhaji, seperti: kereta, mobil, pesawat dll.

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Yang datang dari segenap penjuru yang jauh.

Ayat ini berkaitan dengan Allâh Subhanahu wa Ta’ala ketika mengabarkan tentang Nabi Ibrahim q dalam doa beliau, yang artinya, “Ya Rabb kami! sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullâh) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” [Ibrâhîm /14: 37]

Dan kita semua bisa menyaksikan hal ini. Seluruh orang yang beriman, ketika dia telah mengetahui ada syariat dan kewajiban berhaji, maka pasti dia akan rindu untuk bisa berhaji atau berumrah. Oleh karena itu, Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Tidak ada satupun orang Islam kecuali dia pasti sangat rindu untuk melihat Ka’bah dan thawâf di sana. Oleh karena itu, manusia bermaksud untuk mengunjunginya dari segala arah dan penjuru.”[5]

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ

Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka

Para Ulama tafsir berbeda pendapat, apakah manfaat yang dimaksud adalah manfaat yang berhubungan dengan akhirat saja, atau dunia saja, ataukah manfaat dunia dan akhirat? Pendapat yang kuat adalah bahwa manfaat yang dimaksudkan dalam ayat ini bersifat umum, yaitu manfaat dunia dan akhirat.

Ibnu ‘Abbas c mengatakan, “Yaitu manfaat-manfaat dunia dan akhirat. Adapun yang dimaksud dengan manfaat akhirat adalah mendapatkan ridha Allâh, sedangkan manfaat dunia adalah apa-apa yang mereka dapatkan berupa manfaat hewan sembelihan, keuntungan dan (hasil dari) perdagangan. Seperti inilah yang dikatakan oleh Mujahid t dan banyak Ulama lainnya. Jadi yang dimaksud manfaat-manfaat dalam ayat ini adalah manfaat-manfaat dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala , yang artinya, “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Rabbmu.” [Al-Baqarah 2/: 198][6]

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

Dan supaya mereka menyebut nama Allâh pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allâh telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak

Apa maksud dari hari-hari yang telah ditentukan (ayyâm ma’lûmât)?

Syu’bah dan Husyaim berkata, “Dari Abu Bisyr dari Sa’id dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma : ‘Hari-hari al-ma’lûmat (yang telah ditentukan) adalah sepuluh hari (pertama di bulan Dzul-Hijjah).”

Dan diriwayatkan juga yang semisalnya dari Abi Musa al-Asy’ari, Mujâhid, ‘Atha’, Said bin Jubair, al-Hasan, Qatâdah, ‘Atha’ Al-Khurasani, Ibrahim An-Nakha’i. Ini adalah madzhab asy-Syafi’i dan madzhab yang masyhur dari Ahmad bin Hanbal. Disebutkan juga pendapat yang lain tentang hal ini, tetapi penulis cukupkan dengan pendapat di atas.[7]

Arti dari “supaya mereka menyebut nama Allâh”

Adapun arti dari “supaya mereka menyebut nama Allâh” maksudnya adalah ketika menyembelih hewan ternak. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Maksudnya adalah menyebut nama Allâh ketika menyembelihnya.

Hewan ternak yang dimaksud adalah unta, sapi dan kambing.”[8]

Disebutkan juga pendapat-pendapat yang lain.

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

Maka makanlah sebahagian darinya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir!

APAKAH MEMAKAN DAGING QURBAN HUKUMNYA WAJIB?

Sebagian Ulama berdalil dengan ayat ini untuk mengatakan bahwa memakan daging qurban hukumnya wajib. Namun pendapat ini asing dan lemah. Pendapat yang dipegang oleh kebanyakan Ulama adalah hukum memakannya dimasukkan ke dalam bab rukhsah (keringanan) atau ke dalam bab istihbâb (sunnah), sehingga memakannya bukanlah suatu kewajiban.

Meskipun bukan suatu kewajiban, sudah sepantasnya kita turut memakan daging qurban kita, sebagaimana terdapat pada kabar yang valid bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyembelih hewan hadyu-nya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh untuk diambilkan sepotong daging dari setiap hewan kemudian dimasak dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dagingnya dan menghirup kuahnya.[9]

BERAPA PERSENKAH PEMBAGIAN YANG DISUNNAHKAN KETIKA MEMBAGI DAGING QURBAN?

Sebagian Ulama mengatakan bahwa pembagian yang disunnahkan adalah setengah untuk yang berqurban dan setengah lagi untuk disedekahkan kepada orang miskin. Sebagian mereka berdalil dengan ayat di atas.

Menurut pendapat yang lain, dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: sepertiga untuk yang berqurban, sepertiga untuk dihadiahkan, dan sepertiga untuk disedekahkan. Karena terdapat firman Allâh Azza wa Jalla dalam ayat lain, yang artinya, “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allâh, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allâh ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” [Al-Hajj / 22: 36]

Begitu pula Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا

Makanlah oleh kalian! Berikanlah makan orang lain dan simpanlah![10]

SIAPAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN AL-BA’IS AL-FAQIR DALAM AYAT INI?

Para Ulama berselisih dalam mengartikannya, di antaranya adalah sebagai berikut:

‘Ikrimah rahimahullah berkata, “al-bâ’is adalah orang yang sangat kekurangan lagi sengsara, dan arti al-faqîr adalah al-muta’affif (orang miskin yang tidak meminta-minta).”

Mujâhid rahimahullah mengatakan, “Dia adalah orang yang tidak membentangkan tangannya (tidak meminta-minta).”

Qatâdah rahimahullah mengatakan, “Dia adalah az-zamin (orang sakit menahun yang tidak diharapkan kesembuhannya).”

Muqâtil bin Hayyân, “Dia adalah orang yang buta.”

Dan disebutkan juga pendapat lain, namun yang kuat adalah pendapat yang disebutkan ‘Ikrimah t .[11]

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ

Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka

‘Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbâs, beliau mengatakan, “yang dimaksud dengan tafats (تَفَث) pada ayat ini adalah al-manâsik (rangkaian ibadah haji atau umrah).”[12]

Diriwayatkan dari ‘Athâ’ bin as-Sâ’ib dia berkata, “at-Tafats adalah mencukur rambut, memotong kuku, menipiskan kumis, mencukur bulu kemaluan dan seluruh urusan haji.[13]

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ

Dan hendaklah mereka menunaikan nadzar-nadzar mereka

Ayat ini menunjukkan wajibnya menyelesaikan nadzar, baik dia berupa dam[14], hadyu[15] atau selainnya. Dan ayat ini juga menunjukkan bahwa orang yang bernadzar tidak boleh makan darinya untuk memenuhi nadzarnya. Begitu pula dengan kaffarat dari berburu (ketika ihram) atau membayar fidyah karena ada penyakit.

Perintah menunaikan nadzar ini adalah perintah untuk menunaikan semua jenis nadzar, kecuali jika nadzar tersebut mengandung kemaksiatan, maka tidak boleh dipenuhi.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allâh maka taatilah Dia (harus dipenuhi nadzarnya); dan barangsiapa bernadzar untuk bermaksiat kepada Allâh maka janganlah dia bermaksiat kepada-Nya.”[16]

Di antara perkataan salaf (ulama terdahulu) dalam mengartikan nadzar pada ayat di atas adalah sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma , “Maksudnya adalah menyembelih hewan yang dinadzarkan.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Najîh dari Mujahid rahimahullah, beliau mengatakan, “Nadzar untuk berhaji dan menyembeli hadyu dan apa-apa yang dinadzarkan oleh seseorang ketika dia sedang berhaji.”
Diriwayatkan dari Laits bin Abi Sulaim dari Mujahid rahimahullah , beliau mengatakan, “Segala nadzar yang sudah sampai batas waktunya.”
Diriwayatkan dari Ibrahim bin Maisarah dari Mujahid rahimahullah , beliau mengatakan, “Sembelihan-sembelihan.”[17]

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawâf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullâh).

Thawâf ketika berhaji ada tiga jenis, yaitu:
Thawâf al-qudûm (thawâf ketika pertama kali datang ke Baitullâh)
Thawâf al-ifâdhah (ini termasuk rukun haji) dan
Thawâf al-wadâ’ (thawâf perpisahan dengan Baitullâh).

Thawâf yang bagaimana pun keadaannya harus dikerjakan oleh orang yang berhaji adalah thawâf al-ifâdhah atau yang disebut juga dengan thawâf az-ziyârah.

Mujahid rahimahullah mengatakan, “(Maksudnya ayat di atas adalah) thawâf wajib yang di hari nahr/penyembelihan (tanggal 10 Dzul-Hijjah).”

Diriwayatkan dari Abu Hamzah bahwasanya dia berkata, “Ibnu ‘Abbas c berkata kepadaku, ‘Apakah kamu membaca surat Al-Hajj? Allâh berkata: ‘Hendaklah mereka melakukan thawâf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullâh).’ Sesungguhnya akhir dari manâsik (prosesi haji) adalah berthawâf di sekeliling Baitullâh.”

MENGAPA DINAMAKAN AL-BAIT AL-‘ATIQ?

Ada beberapa pendapat tentang ini. Beberapa pendapat yang menyebutkan alasan mengapa Baitullâh dinamakan dengan al-bait al-‘atîq adalah sebagai berikut:

1. Al-Qadîm artinya yang lama, artinya Baitullâh adalah masjid yang paling lama dan paling pertama dibangun di muka bumi ini. Inilah pendapat yang banyak didukung oleh dalil. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullâh yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” [Ali ‘Imrân /3: 96]

Dari Abu Dzar Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Saya bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang masjid yang pertama kali dibangun di bumi

قَالَ: الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Al-Masjid Al-Harâm.’[18]

2. Dibebaskan dari penguasa zalim yang ingin menghinakannya

Artinya baitullâh al-atîq adalah rumah Allâh yang tidak pernah dikuasai oleh orang-orang yang ingin menghinakannya dan Allâh selalu melindunginya dari mereka.

Di antara mereka ada yang berdalil dengan hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّمَا سُمِّيَ البَيْتَ العَتِيقَ لأَنَّهُ لَمْ يَظْهَرْ عَلَيْهِ جَبَّارٌ

Sesungguhnya dia dinamakan al-Bait al-‘Atîq karena penguasa-penguasa zalim tidak bisa menguasainya[19]

Akan tetapi hadits ini lemah.

3. Tidak ada yang pernah memiliki tanahnya.

4. Karena Allâh membebaskan orang-orang yang berdosa dari adzab di sana.

5. Karena dia dibebaskan dari tenggelam.

6. Dan disebutkan banyak alasan lain.

Allâhu a’lam pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama.

KESIMPULAN
Nabi Ibrahim Alaihissallam diperintahkan oleh Allâh Azza wa Jalla untuk memanggil manusia agar berhaji ke Baitullâh. Kemudian Allâh Azza wa Jalla memperdengarkan suara seruan Nabi Ibrahim Alaihissallam kepada seluruh manusia agar mereka memenuhi panggilannya.
Orang-orang yang beriman akan mendatangi Ka’bah dari segala penjuru dunia, baik dengan berjalan kaki maupun berkendara dengan berbagai jenis kendaraan.
Orang yang berhaji akan mendapat berbagai manfaat dunia maupun akhirat.
Orang yang menyembelih hewan qurban harus menyebut nama Allâh ketika menyembelihnya.
Disunnahkan untuk membagikan daging qurban kepada orang miskin dan tidak mengapa disimpan.
Yang dimaksud dengan al-Bait al-‘Atîq adalah Rumah Allâh yang pertama kali dibangun di muka bumi ini.

Demikian tulisan ini. Semoga Allâh memudahkan kita untuk memenuhi panggilan Nabi Ibrahim ‘alaihissalâm tanpa harus mengerjakan hal-hal yang diharamkan oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Âmîn.

DAFTAR PUSTAKA
Aisarut-Tafâsîr li kalâm Al-‘Aliyyil-Kabîr wa bihaamisyihi Nahrul-Khair ‘Alâ Aisarit-Tafâsîr. Jâbir bin Musa Al-Jazâiri. 1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulûm Wal-Hikam.
Al-Jâmi’ Li Ahkâmil-Qur’ân. Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi. Kairo: Daar Al-Kutub Al-Mishriyah.
Jâmi’ul-bayân fî Ta’wîlil-Qur’ân. Muhammad bin Jarîr Ath-Thabari. 1420 H/2000 M. Beirut: Muassasah Ar-Risâlah.
Ma’âlimut-tanzîl. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ûd Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
Tafsîr Al-Qur’ân Al-‘Azhîm. Isma’iil bin ‘Umar bin Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
Taisîr Al-Karîm Ar-Rahmân Fi Tafsîr Kalâmil-Mannân. Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
Dan lain-lain. Sebagian besar telah tercantum di footnotes.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XX/1437H/2016M.]
_______
Footnote
[1] Tafsir as-Sa’di, hlm. 536

[2] Tafsir Ibnu Katsîr, 5/414.

[3] Tafsir al-Qurthubi 12/38.

[4] Tafsir Ibnu Katsîr, 5/414.

[5] Idem.

[6] Idem.

[7] Idem.

[8] Tafsir Ibnu Katsîr, 5/416.

[9] Lihat HR. Muslim, no. 1218

[10] HR. Al-Bukhâri, no. 5569

[11] Lihat Ibnu Katsîr, 5/417.

[12] Idem.

[13] Lihat Tafsir ath-Thabari 18/614.

[14] Sembelihan karena meninggalkan kewajiban haji atau melakukan hal yang terlarang dalam ihram.

[15] Sembelihan karena terkait manasik haji bagi yang mengerjakan Qirân dan Tamattu’.

[16] HR. Al-Bukhâri, no. 6696

[17] Lihat Tafsir Ibnu Katsîr, 5/417

[18] HR. Muslim no. 520.

[19] HR At-Tirmidzi no. 3170. Hadits ini dinyatakan dha’if oleh Syaikh Al-Albani dalam Adh-Dha’îfah, no. 3222.

Related Posts:

0 Response to "Tafsir Al Hajj Ayat 14-29"

Post a Comment