Tafsir Al Kahfi Ayat 47-59

Ayat 47-49: Beberapa peristiwa pada hari Kiamat dan hisab.

وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الأرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا (٤٧) وَعُرِضُوا عَلَى رَبِّكَ صَفًّا لَقَدْ جِئْتُمُونَا كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ بَلْ زَعَمْتُمْ أَلَّنْ نَجْعَلَ لَكُمْ مَوْعِدًا (٤٨) وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلا كَبِيرَةً إِلا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا (٤٩

Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 47-49

47. [1]Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung[2] dan engkau akan melihat bumi itu rata dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.

48. Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. (Allah berfirman), “Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada pertama kali[3]; [4]bahkan kamu menganggap bahwa Kami tidak akan menetapkan bagi kamu waktu[5] (untuk memenuhi) perjanjian.”

49. Dan diletakkanlah kitab (catatan amal[6])[7], lalu engkau akan melihat orang yang berdosa[8] merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata[9], "Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, (dosa) yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun[10].”

Ayat 50-53: Sujudnya para malaikat kepada Adam ‘alaihis salam dan keengganan Iblis untuk sujud kepadanya, permusuhan Iblis kepada keturunan Adam, kesesatan kaum musyrik dan lemahnya akal mereka karena menyembah berhala.

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلا (٥٠) مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا (٥١)وَيَوْمَ يَقُولُ نَادُوا شُرَكَائِيَ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ مَوْبِقًا (٥٢) وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا (٥٣

Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 50-53

50. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam![11]” Maka mereka pun sujud kecuali iblis[12]. Dia adalah dari golongan jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya[13]. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku[14], padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (iblis itu) sebagai pengganti (Allah) bagi orang yang zalim[15].

51. Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi[16] dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan Aku tidak menjadikan orang yang menyesatkan itu sebagai penolong[17].

52. [18]Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Dia berfirman, "Panggillah olehmu sekutu-sekutu-Ku yang kamu anggap itu[19].” Mereka lalu memanggilnya, tetapi mereka (sekutu-sekutu) tidak membalas (seruan) mereka dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka)[20].

53. [21]Dan orang yang berdosa melihat neraka, lalu mereka menduga, bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya.

Ayat 54-56: Pengulangan perumpamaan-perumpamaan dalam Al Qur’an agar diambil pelajaran, akibat tidak memperhatikan peringatan-peringatan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan bahwa di antara ciri manusia adalah suka berdebat dan menentang kebenaran dengan kebatilan.



وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَذَا الْقُرْآنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ وَكَانَ الإنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلا (٥٤) وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَى وَيَسْتَغْفِرُوا رَبَّهُمْ إِلا أَنْ تَأْتِيَهُمْ سُنَّةُ الأوَّلِينَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ قُبُلا (٥٥) وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَمَا أُنْذِرُوا هُزُوًا (٥٦

Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 54-56

54. Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia[22] dalam Al Qur’an ini dengan bermacam-macam perumpamaan[23]. Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah[24].

55. Dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi manusia untuk beriman ketika petunjuk[25] telah datang kepada mereka, dan memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat yang terdahulu[26] atau datangnya azab atas mereka dengan nyata[27].

56. Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa kabar gembira[28] dan pemberi peringatan[29]; tetapi orang yang kafir membantah dengan (cara) yang batil[30] agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak (kebenaran)[31], dan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan apa yang diperingatkan terhadap mereka sebagai olok-olokan.

Ayat 57-59: Termasuk kezaliman yang paling besar adalah ketika seseorang diingatkan dengan ayat-ayat Allah namun ia malah berpaling darinya, dan luasnya rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya.

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَى فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا (٥٧) وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ لَوْ يُؤَاخِذُهُمْ بِمَا كَسَبُوا لَعَجَّلَ لَهُمُ الْعَذَابَ بَلْ لَهُمْ مَوْعِدٌ لَنْ يَجِدُوا مِنْ دُونِهِ مَوْئِلا (٥٨) وَتِلْكَ الْقُرَى أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِمْ مَوْعِدًا (٥٩

Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 57-59

57. Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya[32], lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya[33]? Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka[34]. Kendatipun engkau (Muhammad) menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk selama-lamanya[35].

58. [36]Dan Tuhanmu Maha Pengampun, lagi memiliki rahmat (kasih sayang). Jika Dia hendak menyiksa mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan siksa bagi mereka[37]. Tetapi bagi mereka ada waktu tertentu (untuk mendapat siksa)[38] yang mereka tidak akan menemukan tempat berlindung darinya.

59. Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan[39] ketika mereka berbuat zalim[40], dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka[41].


[1] Di ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitakan tentang keadaan pada hari kiamat, dan apa yang terjadi pada hari itu berupa peristiwa yang dahsyat dan mengerikan.

[2] Yakni dengan menyingkirkannya dari tempatnya, lalu gunung-gunung itu dijadikan-Nya seperti bulu yang dihambur-hamburkan dan debu yang bertebaran, bumi pun nampak rata dan tidak terlihat tempat yang rendah dan yang tinggi di sana. Ketika itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menghimpun manusia semuanya di bumi itu, yang terdahulu maupun yang datang kemudian, baik yang ada di perut bumi, dasar lautan, dan menghimpun mereka setelah mereka terpisah-pisah, mengembalikan mereka setelah mereka menjadi tulang-belulang sebagai makhluk yang baru, kemudian mereka dihadapkan kepada Allah sambil berbaris, agar Dia melihat amal mereka dan memberikan keputusan untuk mereka dengan adil.

[3] Yakni sendiri-sendiri, tidak beralas kaki, telanjang dan belum disunat. Demikian pula tanpa membawa harta dan keluarga, bahkan yang dibawa adalah amal yang mereka kerjakan baik atau buruk.

[4] Lalu dikatakan kepada orang-orang yang mengingkari kebangkitan.

[5] Yang dimaksud dengan waktu di sini ialah hari kebangkitan yang telah dijanjikan Allah untuk menerima balasan.

[6] Pencatatnya adalah para malaikat yang mulia (Al Malaa’ikatul kiram).

[7] Orang yang diletakkan kitab itu di tangan kanannya adalah orang-orang mukmin, sedangkan orang yang diletakkan kitab itu di tangan kirinya adalah orang-orang kafir.

[8] Yakni orang-orang kafir.

[9] Ketika melihat keburukan yang tertulis dalam kitab itu.

[10] Dia tidak akan menghukum seseorang tanpa dosa dan tidak mengurangi pahala orang yang beriman. Ketika itu, mereka diberi balasan sesuai apa yang tercatat dalam kitab itu, mereka mengakuinya, dan telah pasti azab baginya. Hal itu tidak lain karena perbuatan yang mereka lakukan, dan mereka tidak keluar dari keadilan dan karunia-Nya.

[11] Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam serta sebagai pelaksanaan terhadap perintah Allah, bukan berarti sujud menghambakan diri, karena sujud menghambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.

[12] Ada yang mengatakan, bahwa pengecualian di ayat ini adalah pengecualian muttashil (bersambung), dan ada pula yang berpendapat, bahwa pengecualian tersebut adalah pengecualian munqathi’ (terputus). Jika muttashil, maka berarti jin tergolong malaikat, namun jika munqathi’, maka berarti bahwa Iblis adalah nenek moyang jin, dan ia mempunyai keturunan, sedangkan malaikat tidak.

[13] Iblis merasa dirinya lebih baik daripada Adam karena dia diciptakan dari api, sedangkan Adam diciptakan dari tanah.

[14] Di mana engkau menaatinya.

[15] Ya, buruk sekali orang yang mengambil setan sebagai walinya menggantikan Allah Ar Rahman. Setan mengajaknya kepada perbuatan keji dan jahat, sedangkan Allah memerintahkan berbuat adil dan ihsan. Setang menjanjikannya kemiskinan, sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya, setan mengajaknya keluar dari cahaya kepada kegelapan, sedangkan Allah mengajak keluar dari kegelapan kepada cahaya. Dalam ayat ini terdapat dorongan untuk menjadikan setan sebagai musuh dan menyebutkan alasan mengapa perlu dijadikan musuh, dan bahwa tidak ada yang menjadikan setan sebagai wali(pemimpin)nya selain orang yang zalim. Kezaliman apa yang lebih besar daripada kezaliman orang yang mengambil musuhnya sebagai wali, padahal musuhnya selalu mencari cara untuk menggelincirkannya dan menjatuhkannya.

[16] Dan tidak mengajak mereka bermusyawarah. Bahkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang sendiri mencipta dan mengatur, serta bertindak terhadapnya dengan hikmah-Nya. Namun mengapa mereka menjadikan setan sebagai sekutu-sekutu bagi Allah, yang mereka taati sebagaimana Allah ditaati, padahal setan-setan itu tidak menciptakan dan tidak hadir ketika Allah menciptakan langit dan bumi serta tidak membantu Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[17] Yakni tidak patut dan tidak layak bagi Allah menyertakan mereka yang suka menyesatkan untuk mengatur alam semesta, karena mereka berusaha menyesatkan manusia dan memusuhi Tuhannya, bahkan yang layak adalah menjauhkan mereka dan tidak mendekatkan.

[18] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keadaan orang yang menyekutukan-Nya di dunia dan membatalkan perbuatan syirk, maka Dia memberitahukan keadaan mereka nanti di akhirat bersama para sekutunya, dan Dia berfirman, “Panggillah sekutu-sekutu-Ku yang kamu anggap itu.” Padahal sesungguhnya Allah tidak mempunyai sekutu baik dari langit maupun dari bumi.

[19] Yakni yang kamu anggap dapat memberi syafaat, memberi manfaat bagimu dan membebaskan dirimu dari penderitaan dan azab.

[20] Di mana mereka semua binasa di dalamnya. Ketika itu terjadilah permusuhan antara para sekutu terhadap para penyembahnya, para sekutu mengingkari mereka (para penyembahnya) dan berlepas diri dari mereka.

[21] Pada hari kiamat ketika hisab diselesaikan, setiap kelompok dibedakan sesuai amal mereka, dan azab sudah ditetapkan akan menimpa orang-orang yang berdosa, maka sebelum mereka masuk ke neraka, mereka melihat lebih dulu neraka, hati mereka pun gelisah, dan mereka yakin akan memasukinya dan tidak menemukan tempat berpaling darinya.

[22] Untuk maslahat dan manfaat mereka.

[23] Sebagaimana yang tertera dalam surah Al Kahfi ini, belum dengan yang disebutkan dalam surah-surah yang lain. Hal ini menghendaki seseorang untuk menerima Al Qur’an, tunduk dan taat serta tidak menentangnya. Namun kebanyakan manusia membantah yang hak setelah jelas baginya.

[24] Padahal yang demikian tidak pantas mereka lakukan, dan bukan merupakan sikap adil. Sikap itu timbul karena kezaliman dan sifat keras, bukan karena kurangnya penjelasan, hujjah dan bukti.

[25] Yakni Al Qur’an.

[26] Yaitu dengan dibinasakan seperti umat-umat terdahulu.

[27] Oleh karena itu, hendaknya mereka takut terhadapnya dan bertobat dari kekafirannya sebelum datang kepada mereka azab yang tidak dapat ditolak lagi.

[28] Bagi orang-orang yang beriman dengan surga.

[29] Bagi orang-orang yang kafir dengan neraka. Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah mengutus para rasul main-main, tidak pula agar manusia menjadikan mereka sebagai tuhan serta tidak pula agar mereka (para rasul) menyeru untuk kepentingan dirinya. Bahkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala menutus para rasul untuk mengajak manusia kepada kebaikan dan melarang keburukan serta memberikan kabar gembira dan peringatan.

[30] Yaitu ucapan mereka, “Apakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasul?”

[31] Dengan diutusnya para rasul, maka hujjah Allah bagi manusia menjadi tegak, akan tetapi orang-orang kafir tidak menghendaki selain berbantah-bantahan menggunakan yang batil untuk mengalahkan yang benar. Mereka berusaha membela yang batil sesuai kemampuan demi mengalahkan yang hak, mereka memperolok rasul-rasul Allah dan ayat-ayat-Nya serta merasa bangga dengan ilmu yang mereka miliki. Akan tetapi, Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayanya meskipun orang-orang yang kafir benci. Termasuk hikmah Allah dan rahmat-Nya adalah diadakan-Nya orang-orang yang melawan kebenaran dengan kebatilan agar kebenaran semakin jelas dan kebatilan semakin terlihat.

[32] Diterangkan kebenaran dan petunjuk kepadanya serta diberi targhib dan tarhib.

[33] Berupa kekafiran dan kemaksiatan serta tidak merasakan pengawasan Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Ia tidak ingat peringatan itu dan tidak kembali dari sikap itu. Ia lebih zalim daripada orang yang berpaling karena belum datang ayat-ayat Allah kepadanya, meskipun ia zalim juga, namun masih di bawah orang yang tadi. Hal itu, karena orang yang bermaksiat di atas ilmu jelas lebih besar dosanya daripada orang yang tidak seperti itu. Oleh karena orang tersebut berpaling dari ayat-ayat-Nya, melupakan dosa-dosanya, ridha dengan keburukan terhadap dirinya padahal dia mengetahui, maka Allah hukum dengan menutup pintu-pintu hidayah, yakni dengan menjadikan hatinya tertutup sehingga ia tidak dapat memahami ayat-ayat Allah meskipun mendengarnya.

[34] Jika keadaan mereka seperti ini, maka tidak ada jalan untuk menunjukkan mereka.

[35] Yang demikian karena ketika mereka melihat yang hak (benar), mereka tinggalkan, ketika melihat yang batil mereka malah menempuhnya, maka Allah hukum dengan mengunci hati mereka dan mengecapnya, sehingga tidak ada cara dan jalan untuk memberinya petunjuk. Dalam ayat di atas terdapat ancaman bagi orang yang meninggalkan kebenaran setelah mengetahuinya.

[36] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang luasnya ampunan dan rahmat-Nya, dan bahwa Dia mengampuni dosa-dosa semuanya. Allah akan menerima tobat orang yang bertobat, lalu melimpahkan rahmat dan ihsan-Nya.

[37] Akan tetapi Dia Maha Penyantun, tidak segera mengazab, bahkan menunda tetapi bukan berarti membiarkan, karena dosa-dosa itu tetap ada pengaruhnya meskipun telah berlalu masa yang panjang. Meskipun begitu, Dia mengajak hamba-hamba-Nya agar bertobat dan kembali kepada-Nya. Jika mereka bertobat dan kembali, maka Dia akan mengampuni dan merahmati mereka serta menyingkirkan siksaan dari mereka. Tetapi apabila mereka tetap terus di atas kezaliman dan sikap membangkang, maka ketika waktu yang dijanjikan datang, Allah akan menimpakan siksa-Nya.

[38] Seperti pada hari kiamat.

[39] Seperti kaum ‘Aad, Tsamud, dsb.

[40] Yakni bukan karena Kami menzalimi mereka.

[41] Yang tidak maju dan tidak pula mundur.

========


TAFSIR RINGKAS [Al-Kahfi/18: 49]

Allâh Azza wa Jalla mengabarkan tentang suatu hari dimana amalan-amalan yang pernah dilakukan oleh manusia selama hidupnya akan diperlihatkan semuanya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Dan diletakkanlah Kitab,” yaitu catatan kebaikan dan keburukan. Allâh Azza wa Jalla memberikan setiap orang catatannya masing-masing. Orang yang beriman mengambil Kitab tersebut dengan tangan kanannya, sebaliknya orang kafir akan mengambilnya dengan tangan kiri.

Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah” pada waktu itu, “ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya” yaitu dalam kitab tersebut yang berisi keburukan-keburukan mereka. “Dan mereka berkata: ‘Aduhai celakalah kami.” Mereka menyesal dan merasa sedih, sehingga mereka mengungkapkan bahwa mereka dalam kecelakan dan kebinasaan.

“Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar,” perbuatan dosa-dosa kami “melainkan ia mencatat semuanya.”

Kemudian Allâh Azza wa Jalla berfirman di akhir penunjukan catatan-catatan tersebut, “Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis),” baik berupa kebaikan maupun keburukan, telah ditetapkan di dalam kitab mereka dan telah diperhitungkan dan mereka akan diberikan balasan atas apa yang telah mereka lakukan.

“Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang pun,” dengan menambah keburukan mereka dengan keburukan yang lain, atau kebaikan mereka dengan kebaikan yang lain. Dengan demikian, penghuni surga masuk ke dalam surga dan penghuni neraka masuk ke dalam neraka.[1]

PENJABARAN AYAT

Beriman kepada hari akhir adalah salah satu kewajiban setiap kaum Muslim. Seorang Muslim mengimani semua yang dikabarkan oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur’an dan seluruh yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-haditsnya yang shahih. Diantara yang dikabarkan oleh Allâh Azza wa Jalla dan Rasulnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tentang yaumul hisâb (hari dimana amalan-amalan itu ditampakkan dan diperhitungkan oleh Allâh). Pada hari itu seluruh amalan-amalan kebaikan dan keburukan manusia akan diperlihatkan kepadanya dan dia tidak akan mengingkari hal tersebut.

Di antara hal yang harus diimani pada hari tersebut adalah keberadaan suatu kitab yang mencatat seluruh amalan-amalan manusia, baik amalan yang bagus maupun amalan yang buruk. Tidak ada yang terluput dalam kitab tersebut. Semuanya telah tercatat. Ayat yang sedang kita bahas ini berbicara tentang kitab tersebut.

Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَوُضِعَ الْكِتَابُ

Dan diletakkanlah Kitab [Al-Kahfi/18: 49]

Para Ulama berselisih pendapat dalam mengartikan kata ‘Kitab’ pada ayat ini. Pendapat-pendapat yang mereka sebutkan adalah sebagai berikut:
Kitab tersebut adalah kitab yang berisi catatan-catatan amalan kebaikan dan keburukan manusia dan akan diberikan catatan tersebut kepada manusia dan diterima dengan tangan kanan atau tangan kiri.
Kitab tersebut adalah kitab yang diletakkan di hadapan Allâh Subhanahu wa Ta’ala .
Kata ‘Kitab’ tersebut hanyalah kiasan yang berarti al-hisâb yaitu hari perhitungan amalan-amalan para hamba. [2]

Pendapat yang benar adalah pendapat pertama, karena Allâh Azza wa Jalla menyebutkan setelah itu:

فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ

Lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya. [Al-Kahfi/18: 49]

Ini menunjukkan bahwa Kitab tersebut adalah kitab yang bisa dilihat oleh orang-orang yang bersalah pada hari tersebut.

Penulisan ‘Kitab’ dalam bentuk mufrad (kata benda bentuk tunggal yang bermakna sebuah kitab) pada ayat ini, tidak berarti bahwa kitab tersebut hanya satu saja. Ini hanya menunjukkan jenis kitab. Adapun kitab-kitab catatan amal sangatlah banyak. Setiap orang akan mendapatkan satu kitab catatan amalnya.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ ۖ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا

Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah Kitab yang dijumpainya terbuka. [Al-Isrâ’/17:13]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ

Lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya. [Al-Kahfi/18: 49]

Perkataan ‘kamu’ pada ayat tersebut bukanlah ditujukan kepada orang tertentu dan yang diajak bicara pada ayat ini bukanlah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari itu berada pada kedudukan yang lebih tinggi dari tempat tersebut.[3]

Allâh Azza wa Jalla mengabarkan pada ayat ini bahwa mereka sangat ketakukan setelah melihat catatan keburukan yang pernah mereka lakukan. Mereka takut karena mereka tahu bahwa setelah menerima catatan amal tersebut, mereka akan mendapatkan kesusahan yang lebih parah dan azab yang pedih dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Oleh karena itu, mereka mengatakan, “Aduhai celakalah kami.”

Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا

Dan mereka berkata, “Aduhai celakalah kami.” [Al-Kahfi/18: 49]

Perkataan ‘Aduhai celakalah kami,’ menunjukkan bahwa mereka benar-benar menyadari kesalahan yang telah mereka kerjakan karena telah menyia-nyiakan umur yang telah mereka jalani selama hidup di dunia. Tidak ada yang bisa mereka lakukan kecuali mengumumkan kebinasaan yang mereka akan dapatkan setelah menerima kitab tersebut.

Kemudian mereka mengatakan:

مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا 

Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya [Al-Kahfi/18: 49].

Mereka keheranan dengan detailnya pencatatan dosa yang mereka lakukan. Allâh Azza wa Jalla mencatat seluruh dosa mereka dalam kitab tersebut, baik yang besar maupun yang kecil sekalipun.

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma mengatakan, “Ash-Shaghîrah (yang kecil) maksudnya tersenyum, sedangkan al-kabîrah (yang besar) artinya tertawa dengan suara keras.”

Sa’id bin Jubair rahimahullah mengatakan, “Ash-Shaghîrah (yang kecil) artinya dosa kecil, memegang dan mencium, sedangkan al-kabîrah (yang besar) artinya perbuatan zina.” [4]

Ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Kitab ini tidak menyisakan yang kecil dari dosa-dosa dan amalan-amalan kami, begitu pula amalan-amalan yang besar.”[5]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّمَا مَثَلُ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ كَقَوْمٍ نَزَلُوا فِي بَطْنِ وَادٍ ، فَجَاءَ ذَا بِعُودٍ ، وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ حَتَّى أَنْضَجُوا خُبْزَتَهُمْ ، وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ

Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil (yang diremehkan)! Sesungguhnya perumpamaan dosa-dosa kecil itu seperti suatu kaum yang turun di dalam wadi (lembah). Kemudian orang yang ini membawa satu kayu dan yang itu membawa satu kayu, sehingga mereka bisa memasak roti-roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa kecil jika dikerjakan terus-menerus oleh pelakunya maka dia akan membinasakannya.[6]

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا

Dan mereka dapati apa yang telah kerjakan ada (tertulis). [Al-Kahfi/18: 49]

Ada dua pendapat dalam mengartikan kata hâdhiran pada ayat ini. Di antara Ulama ada yang mengartikan bahwa “mereka mendapatkan perhitungan atas apa-apa yang mereka kerjakan benar-benar ada di hadapan mereka,” dan ada juga yang mengatakan bahwa “mereka mendapatkan balasan atas apa-apa yang mereka kerjakan benar-benar ada di hadapan mereka.” Allâhu a’lam, arti yang pertama lebih tepat, karena ayat ini berbicara tentang hari perhitungan (yaumul hisâb).[7]

Ada beberapa ayat yang hampir semakna dengan ayat ini, di antaranya adalah firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَرًا وَمَا عَمِلَتْ مِنْ سُوءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَدًا بَعِيدًا ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (di mukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya. Dia ingin kalau kiranya antara dia dengan hari itu ada masa yang lama. Dan Allâh memperingatkan kalian terhadap siksa-Nya. Dan Allâh sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. [Ali ‘Imrân/3:30]

Begitu pula firman-Nya:

يُنَبَّأُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ

Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. [Al-Qiyâmah/75:13]

Dan juga firman-Nya:

يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ

Pada hari dinampakkan segala rahasia. [Ath-Thâriq/86:9]

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا

Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang pun [Al-Kahfi/18: 49]

Allâh Azza wa Jalla mengharamkan kezaliman pada diri-Nya dan pada makhluk-Nya. Allâh Azza wa Jalla tidak akan berbuat zalim kepada siapa pun. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi:

يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا

Wahai hamba-hambaku! Sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman pada diriku dan Aku jadikan kezaliman haram di antara kalian.[8]

Begitu pula dalam hal pencatatan amal, Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menghukum seseorang kecuali sesuai dengan kesalahan yang telah dia lakukan. Allâh Azza wa Jalla juga tidak akan mengurangi pahala orang yang taat kepada-Nya.[9]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ

Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. [Al-Anbiyâ’/21: 47]

Begitu pula firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allâh tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allâh akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. [An-Nisâ’/4:40]

Ini merupakan bentuk kasih sayang Allâh Subhanahu wa Ta’ala kepada para hamba-Nya yang beramal shalih. Allâh Azza wa Jalla tidak akan mengurangi pahala-pahala mereka, justru Allâh akan melipatkangandakannya.

Dan di antara bentuk keadilan Allâh Subhanahu wa Ta’ala , Allâh akan mengadili hewan yang berbuat zalim karena telah menzalimi hewan lain, padahal kita ketahui bahwa hewan bukanlah makhluk yang terbebani syariat. Rasûlullâh n bersabda:

إِنَّ الْجَمَّاءَ لَتُقَصُّ مِنَ الْقَرْنَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Sesungguhnya hewan-hewan yang tidak bertanduk akan diberikan hak qishaash (membalas) kepada hewan-hewan yang bertanduk di hari kiamat.[10]

KESIMPULAN
Beriman kepada hari akhir adalah suatu kewajiban bagi setiap Muslim.
Kita wajib mengimani bahwa di hari perhitungan ada kitab yang mencatat seluruh amalan-amalan, baik yang baik maupun yang buruk. Setiap orang akan mendapatkan satu kitab catatan amalnya.
Orang-orang bersalah akan merasakan ketakutan setelah menerima catatan tersebut, karena mengetahui keburukan dan siksaan apa yang akan menerima setelah itu.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala mencatat seluruh dosa mereka dalam kitab tersebut, baik yang besar maupun yang kecil sekalipun.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan kezaliman pada diri-Nya dan pada makhluk-Nya.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan mengadili hewan yang berbuat zalim karena telah menzalimi hewan lain.

Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat. Mudah-mudahan Allâh Subhanahu wa Ta’ala mencatat kita sebagai orang-orang yang menerima catatan amal kita dengan tangan kanan kita dan dimudahkan untuk menuju surga. Âmîn.

DAFTAR PUSTAKA
Aisarut Tafâsîr li Kalâm ‘Aliyil Kabîr Wa bi Hâmisyih Nahril Khair ‘Alâ Aisarit-Tafâsîr. Abu Bakr Jâbir bin Musa al-Jazâ 1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulûm wal-hikam
At-Tahrîr wa at-Tanwîr. Muhammad Ath-Thahir bin ‘Asyur. 1997. Tunisia: Dar Sahnû
Al-Jâmi’ Li Ahkâmil Qur’ân. Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi. Kairo: Daar Al-Kutub Al-Mishriyah.
Jâmi’ul Bayân fii Ta’wîlil Qur’ân. Muhammad bin Jariir Ath-Thabari. 1420 H/2000 M. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
Ma’âlimut Tanzîl. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’uud Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyaadh:Daar Ath-Thaibah.
Tafsîr al-Qur’ân al-‘Adzhîm. Ismaa’iil bin ‘Umar bin Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
Taisîr al-Karîm ar-Rahmân. Abdurrahmaan bin Naashir As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
Dan lain-lain. Sebagian besar telah tercantum di footnotes.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIX/1436H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]
_______
Footnote
[1] Lihat Aisarut Tafâsîr, hlm. 841

[2] Lihat Tafsîr al-Baghawi, V/177; Tafsîr Al-Qurthubi, X/418 dan Tafsîr Ibni Katsîr, V/165.

[3] Lihat at-Tahrîr wat Tanwîr, XVIII/18.

[4] Tafsîr Al-Baghawi, V/177.

[5] Tafsîr Ath-Thabari, XVIII/39.

[6] HR Ahmad dalam Musnad-nya no. 22808. Hadits ini dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shahîhah, no. 3102.

[7] Lihat Tafsîr Al-Qurthubi X/419.

[8] HR Muslim, no. 2577/6572.

[9] Tafsîr Al-Baghawi, V/178.

[10] HR Ahmad dalam Musnad-nya no. 520. Syaikh Al-Albani memasukkan hadits tersebut dalam ash-Shahîhah no. 1588.

Related Posts:

0 Response to "Tafsir Al Kahfi Ayat 47-59"

Post a Comment