Tafsir Al Kahfi Ayat 75-85

Ayat 75-77: Tindakan yang dilakukan Khadhir dan sanggahan Nabi Musa ‘alaihis salam terhadapnya.

قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (٧٥) قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلا تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا (٧٦)فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا (٧٧

Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 75-77

75. Khadhir berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?"

76. Dia (Musa) berkata, "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku[1].”

77. Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri[2], mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka[3], kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu) lalu dia (Khadhir) menegakkannya. Musa berkata, "Jika engkau mau, niscaya engku dapat meminta imbalan untuk itu[4].”

Ayat 78-82: Hikmah-hikmah dari perbuatan Khadhir.

قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا (٧٨) أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا (٧٩) وَأَمَّا الْغُلامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا (٨٠) فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا (٨١) وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا (٨٢

Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 78-82

78. Dia (Khadhir) berkata, "Inilah perpisahan antara aku dengan engkau[5]; aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya.

79. Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut[6], aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja[7] yang akan merampas setiap perahu[8].

80. Dan adapun anak itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran[9].

81. Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan seorang anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anak itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya)[10].

82. Adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, sedang ayahnya seorang yang saleh[11], maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat[12] bukan menurut kemauanku sendiri[13]. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya[14].”

Ayat 83-85: Kisah Dzulqarnain dan pemberian Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepadanya segala sebab untuk menguasai.

وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا (٨٣) إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الأرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا (٨٤) فَأَتْبَعَ سَبَبًا (٨٥)

Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 83-85

83. Dan mereka[15] bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain[16]. Katakanlah, "Akan kubacakan kepadamu kisahnya[17].”

84. Sungguh, Kami telah memberi kedudukan kepadanya di bumi[18], dan Kami telah memberikan jalan kepadanya (untuk mencapai) segala sesuatu[19],

85. Maka dia pun menempuh suatu jalan[20].

PENJELASAN

[1] Yakni engkau telah memberiku uzur dan tidak mengurangi.

[2] Ada yang mengatakan, bahwa negeri itu adalah negeri Anthakiyah.

[3] Padahal yang demikian (menjamu tamu) wajib bagi mereka.

[4] Yakni karena mereka tidak menjamu kita, padahal kita butuh makan.

[5] Yakni karena engkau telah membuat syarat terhadap dirimu, uzur telah hilang serta kita tidak bisa bersama lagi.

[6] Yang seharusnya dikasihani.

[7] Yang zalim.

[8] Yang kondisinya baik. Dengan dilubangi perahunya, maka perahu ini selamat dari rampasan raja yang zalim tersebut.

[9] Yakni maka aku membunuhnya untuk menyelamatkan agama ibu bapaknya. Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

« إِنَّ الْغُلاَمَ الَّذِى قَتَلَهُ الْخَضِرُ طُبِعَ كَافِرًا وَلَوْ عَاشَ لأَرْهَقَ أَبَوَيْهِ طُغْيَانًا وَكُفْرًا » .

“Sesungguhnya anak yang dibunuh oleh Khadhir sudah dicap sebagai orang kafir. Jika ia tetap hidup, maka ia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran.”

Yang demikian karena kecintaan yang dalam dari orang tua kepadanya, sehingga mau menuruti keinginan anaknya.

[10] Yakni anak yang saleh, bersih, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Berbeda dengan anak sebelumnya yang jika dibiarkan hingga dewasa, maka anak itu akan durhaka kepada kedua orang tuanya, bahkan akan membuat orang tuanya sesat dan kafir.

[11] Keadaan kedua anak yatim tersebut perlu diperhatikan, karena telah ditinggal wafat bapaknya ketika masih kecil. Allah menjaga keduanya karena kesalehan bapaknya.

[12] Yaitu melubangi perahu, membunuh anak muda, dan menegakkan kembali dinding yang hampir roboh.

[13] Bahkan ilham dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[14] Dalam kisah Musa dan Khadhir terdapat beberapa pelajaran, di antaranya:

- Keutamaan ilmu,

- Keutamaan mengadakan perjalanan untuk menuntut ilmu. Hal itu, karena Nabi Musa ‘alaihis salam lebih memilih mengadakan perjalanan panjang untuk mencari ilmu meninggalkan (sementara) mengajar dan membimbing Bani Israil.

- Mendahulukan perkara yang terpenting di antara sekian yang penting. Nabi Musa ‘alaihis salam di samping mengajar, Beliau menyempatkan diri untuk belajar. Hal itu, karena air dalam sebuah teko, jika terus dituang, maka akan habis sehingga perlu diisi.

- Bolehnya mengangkat pelayan baik ketika tidak safar maupun safar untuk memenuhi kebutuhannya.

- Bepergian untuk mencari ilmu atau berjihad dsb. jika maslahat menghendaki untuk diberitahukan tujuannya dan kemana tujuannya, maka hal itu lebih sempurna daripada disembunyikan. Hal ini berdasarkan perkataan Nabi Musa ‘alaihis salam, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun.” Demikian pula sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan para sahabat ketika hendak pergi ke Tabuk padahal biasanya Beliau menyembunyikan. Oleh karena itu, dalam masalah ini dilihat maslahatnya.

- Dihubungkannya keburukan dan sebab-sebabnya kepada setan karena godaan dan penghiasannya, meskipun semua terjadi dengan qadha’ Allah dan qadar-Nya.

- Bolehnya seseorang memberitahukan keadaan dirinya yang menjadi tabi’at manusia, seperti lelah, lapar, haus, dsb. selama tidak menunjukkan marah-marah atau kesal dan kenyataannya memang demikian.

- Dianjurkan memilih pelayan orang yang pandai dan cekatan agar urusan yang diinginkannya menjadi sempurna.

- Dianjurkan seseorang memberikan makanan kepada pelayannya dengan makanan yang biasa dimakannya dan makan secara bersama-sama.

- Pertolongan akan turun kepada seorang hamba sejauh mana ia menjalankan perintah Allah, dan bahwa orang yang mengikuti perintah Allah akan diberikan pertolongan tidak seperti selainnya.

- Hendaknya seseorang memiliki sopan santun kepada guru dan berbicara kepadanya dengan perkataan yang halus. Perkataan Nabi Musa ‘alaihis salam, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?" seperti meminta pendapat, dan hal ini menunjukkan kelembutannya. Berbeda dengan orang-orang yang keras dan sombong, yang tidak menampakkan rasa butuh kepada ilmu gurunya.

- Tawadhu’nya orang yang utama untuk belajar kepada orang yang berada di bawahnya.

- Belajarnya seorang alim terhadap ilmu yang tidak dimilikinya kepada orang yang memilikinya, meskipun orang tersebut di bawah jauh derajatnya darinya. Oleh karena itu, tidak patut bagi seorang ahli fiqh dan ahli hadits jika ia kurang dalam ilmu nahwunya atau sharfnya atau ilmu lainnya tidak mau belajar kepada orang yang mengerti tentangnya, meskipun orang itu bukan ahli hadits atau ahli fiqh.

- Penisbatan ilmu dan kelebihan lainnya kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, mengakui bahwa ilmu atau kelebihannya itu berasal dari Allah. Hal ini berdasarkan kata-kata Nabi Musa ‘alaihis salam, ”Agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu.”

- Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membimbing kepada kebaikan. Oleh karena itu, setiap ilmu yang di sana terdapat petunjuk kepada jalan-jalan kebaikan, memperingatkan jalan-jalan keburukan, atau sarana yang bisa mengarah kepadanya, maka ilmu tersebut termasuk ilmu yang bermanfaat.

- Orang yang tidak kuat bersabar untuk tetap bersama seorang guru, maka kehilangan banyak ilmu sesuai ketidaksabarannya.

- Sebab untuk bisa bersabar terhadap sesuatu adalah ketika seseorang mengetahui tujuan, faedah, buahnya dan hasilnya dari sesuatu itu.

- Perintah agar seseorang tidak tergesa-gesa menghukumi sesuatu sampai mengerti maksud dan tujuannya.

- Menyertakan kalimat “Insya Allah” terhadap perbuatan-perbuatan hamba di masa datang.

- Seorang guru apabila melihat ada maslahatnya menyuruh murid agar tidak bertanya tentang sesuatu sampai guru tersebutlah yang nanti akan memberitahukan jawaban, maka bisa dilakukan. Misalnya karena guru melihat, bahwa pemahaman si murid masih sedikit atau khawatir akalnya tidak sampai atau karena ada masalah lain yang lebih penting untuk dipelajari olehnya.

- Orang yang lupa tidaklah dihukum, baik terkait dengan hak Allah maupun hak manusia.

- Sepatutnya seseorang mengambil sikap memaafkan ketika bergaul dengan manusia, dan tidak sepatutnya ia membebani mereka dengan beban yang tidak disanggupinya.

- Perkara-perkara dihukumi sesuai zahirnya, dan bahwa hukum-hukum duniawi dikaitkan dengannya, baik dalam hal harta, darah maupun lainnya. Hal itu, karena Nabi Musa ‘alaihis salam mengingkari Khadhir ketika melubangi perahu dan membunuh anak, di mana hal ini zahirnya adalah perkara munkar.

- Tidak mengapa melakukan keburukan yang ringan agar keburukan yang besar dapat disingkirkan, dan memperhatikan maslahat yang lebih besar dengan meninggalkan maslahat yang ringan. Membunuh anak merupakan keburukan, akan tetapi membiarkannya sehingga mengakibatkan ibu bapaknya kafir maka lebih buruk lagi.

- Perbuatan yang dilakukan seseorang pada harta orang lain untuk maslahat orang lain itu dan menyingkirkan mafsadat adalah dibolehkan meskipun tanpa izinnya meskipun terkadang perlu merusak sedikit harta orang lain.

- Bekerja boleh di laut, sebagaimana boleh pula di daratan.

- Membunuh merupakan dosa yang besar.

- Membunuh karena qishas bukan merupakan kemungkaran.

- Hamba yang saleh, Allah jaga dirinya dan keturunannya.

- Melayani orang yang saleh adalah amalan utama.

- Memiliki adab terhadap Allah dalam menggunakan lafaz. Khadhir misalnya, ia menisbatkan kepada dirinya ketika melubangi perahu, adapun terhadap perbuatan baik, maka ia menisbatkannya kepada Allah.

- Seorang sahabat hendaknya menemani sahabatnya yang lain, tidak berpisah dan meninggalkannya sehingga ia mengemukakan alasan.

- Sepakatnya kawan yang satu dengan yang lain dalam masalah yang tidak terlarang merupakan sebab kuatnya persahabatan.

- Perbuatan yang dilakukan Khadhir adalah taqdir Allah Subhaanahu wa Ta'aala semata yang Allah jalankan melalui tangan Khadhir untuk menunjukkan kepada manusia betapa lembutnya keputusan-Nya, dan bahwa Dia menaqdirkan untuk hamba perkara-perkara yang tidak disukainya, namun di sana terdapat kebaikan untuk agamanya atau dunianya. Hal ini juga agar mereka ridha dengan qadha’ dan qadar-Nya (lihat Tafsir As Sa’diy).

[15] Yakni orang-orang musyrik dan Ahli Kitab.

[16] Namanya adalah Iskandar, ia seorang raja, namun bukan seorang nabi.

[17] Yakni kisahnya yang dapat diambil pelajaran, adapun selain dari itu, maka tidak diceritakan.

[18] Allah Ta'ala memberikan kerajaan kepadanya dan membuatnya mampu mendatangi berbagai penjuru dunia.

[19] Yakni Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberikan kepadanya sebab-sebab untuk mencapai maksudnya.

[20] Yakni jalan menuju arah barat.

==================================

TAFSIR AL KAHFI 83

Allâh Azza wa Jalla  berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا ۞ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا 
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah, ‘Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.
Ahlul kitab atau kaum musyrikin bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kisah Dzulqarnain. Lalu Allâh Azza wa Jalla memerintahkan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatakan, ‘Aku akan bacakan kepada kalian cerita tentangnya sebagai pelajaran.’ Artinya, di dalamnya terdapat berita yang bermanfaat dan pembicaraan yang menakjubkan yaitu saya akan bacakan untuk kalian tentang keadaannya yang bisa mengingatkan kalian serta sebagai pelajaran. Adapun yang tidak ada pelajaran darinya maka tidak dikabarkan kepada kalian.[2]
Al-Qur’an dalam memaparkan kisah yaitu tidak menjelaskan secara rinci semua  perkara yang tidak mengandung pelajaran atau hikmah yang bisa dipetik dan cukup dengan isyarat atas kandungan pelajaran dan nasehat di dalamnya.[3]
Dalam kisah Dzulqarnain ini terdapat ‘ibrah yang bisa kita ambil, terutama untuk para pemimpin. Ibrah dalam masalah keimanan, keadilan, kebijaksanaan dan perhatian terhadap rakyatnya.
Allâh Azza wa Jalla berfirman.
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman[Yusuf/12:111]
DZULQARNAIN RAJA SHALIH YANG BERIMAN
Dia adalah  seorang hamba yang shalih yang telah Allâh Subhanahu wa Ta’ala anugerahi kekuasaan di bumi dan Allâh juga memberikannya ilmu dan hikmah serta Allâh Azza wa Jalla pakaikan kewibawaan padanya, walaupun kita tidak tahu siapakah dia.

Ibnu Katsir rahimahulah  mengatakan, “Allâh Azza wa Jalla telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar dan segala sesuatu yang ada untuk seorang raja, berupa kekuasaan, tentara, peralatan perang dan sarana prasarana yang memadai. Dengannya, dia bisa mengusai dunia, bagian timur maupun baratnya, dan dia menaklukkan berbagai negeri serta menundukkan para penguasa lainnya. Sehingga semua orang berkhidmat untuk kerajaannya. Oleh karena itu, sebagian Ulama berpendapat mengapa dia digelari Dzulqarnain karena kekuasaannya meliputi tempat terbit dan tempat terbenam yaitu timur dan barat bumi.” [4]
Dalam al-Qur’an, dikisahkan tentang tiga perjalanan yang dilakukan Dzulqarnain. Pada setiap perjalanannya ada ibrah atau pelajaran. Berikut kisah perjalanan Dzulqarnain.
PERJALANAN PERTAMA : DZULQARNAIN TIBA DI ARAH TERBENAMNYA MATAHARI YAITU ARAH BARA

1. Dzulqarnain mempunyai kemampuan dan kemauan

Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kekuasaan dan memantapkan pengaruhnya di segenap penjuru bumi.

فَأَتْبَعَ سَبَبًا ﴿٨٥﴾ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِنْدَهَا قَوْمًا
Maka diapun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat.[Al-Kahfi/18:85-86]
Allâh Azza wa Jalla memudahkan jalan baginya untuk menaklukkan banyak daerah dan kampung serta menaklukkan negeri-negeri dan tempat-tempat yang lainnya, serta mampu mengalahkan para musuh dan menaklukkan para raja penguasa, serta merendahkan ahlu syirik. Sungguh dia telah diberi segala sesuatu sebagai jalan yang memudahkannya untuk melakukan semua itu.Wallahu a’lam.[5]
Dzulqarnain menggunakan sebab-sebab yang telah Allâh Azza wa Jalla berikan itu, sesuai dengan fungsinya dan dia mempunyai kemampuan dan kemauan. Karena tidak setiap orang yang mempunyai suatu sebab (jalan kemudahan), lalu punya kemauan untuk menjalaninya, serta tidak setiap orang mampu untuk menjalani sebab itu. Sehingga, ketika kemampuan untuk menjalani sebab yang hakiki dan kemauan untuk menjalaninya berpadu, maka tujuan akan tercapai. Apabila keduanya tidak ada atau salah satunya tidak ada, maka tujuan tidak akan tercapai.
Sebab-sebab atau faktor-faktor yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada Dzulqarnain tidak diberitakan oleh Allâh Azza wa Jalla maupun Rasul-Nya kepada kita, juga tidak ada nukilan para ahli sejarah tentang itu. Maka, seyogyanya kita juga diam, tidak membicarakannya. Namun secara umum kita tahu bahwa faktor-faktor tersebut kuat dan banyak, baik faktor dari dalam maupun dari luar. Dia punya pasukan yang besar dan perlengkapannya, serta diatur dengan baik. Dengan pasukannya, dia mampu mengalahkan para musuh, hingga sampai ke belahan timur, barat maupun segenap penjuru bumi. [6]
2. Dzulqarnain termasuk raja yang shalih, wali Allâh yang adil lagi berilmu. Dia mendapatkan ridha Allâh Azza wa Jalla dengan memperlakukan setiap orang sesuai dengan kedudukannya.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:

قُلْنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا ﴿٨٦﴾ قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا ﴿٨٧﴾ وَأَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا
Kami berkata, ‘Wahai Dzulqarnain! Kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.’ Dzulqarnain mengatakan, ‘Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengadzabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu Dia mengadzabnya dengan adzab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami’.” [Al-Kahfi/18:86-88]
Allâh Azza wa Jalla telah memberi kekuasaan kepadanya dan menyerahkan keputusan hukuman terhadap mereka. Dia bisa menahan, membunuh atau berbuat baik dan melepaskan mereka. Karena Allâh Azza wa Jalla mengetahui keadilannya dan keimanannya. Ini tampak dari keputusan yang diambilnya yaitu orang yang zhalim dan terus berada dalam kezhaliman, kekufuran dan kesyirikan akan disiksa, kemudian jika dia kembali kepada Rabbnya maka akan diadzab dengan adzab yang pedih. Adapun orang yang beriman, dia akan mendapatkan surga serta kedudukan yang baik di sisi Allâh  pada hari kiamat.[7]
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata tentang firman Allâh Azza wa Jalla, yang artinya,“Kami berkata, ‘Wahai Dzulqarnain! Kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka’.” yakni, engkau bisa menghukum mereka dengan membunuh, memukul, atau menawan mereka dan semacamnya, atau engkau bisa berbuat baik kepada mereka. Dzulqarnain diberi dua pilihan, karena –yang nampak– kaum itu adalah orang kafir atau fasik, atau memiliki sebagian sifat-sifat tersebut, karena bila mereka kaum yang beriman, tentu Allâh Azza wa Jalla  tidak mengizinkan Dzulqarnain menyiksa mereka.
Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain memiliki as-siyâsah asy-syar’iyyah yang menjadikannya berhak mendapatkan pujian dan sanjungan, karena taufiq yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya. lalu dia menjadikan mereka dua bagian:
  • adapun orang yang aniaya.” yakni kafir.  “maka kami kelak akan mengadzabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu dia mengadzabnya dengan adzab yang tidak ada taranya.” Yaitu; orang yang aniaya akan mendapatkan dua hukuman, hukuman di dunia dan di akhirat.
  • adapun orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka baginya pahala terbaik sebagai balasan.” yakni sebagai balasannya, dia akan mendapatkan surga serta kedudukan yang baik di sisi Allâh Azza wa Jalla pada hari kiamat.
“dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami.” yaitu, kami akan berbuat baik kepadanya, berlemah lembut dalam tutur kata, dan kami permudah muamalah baginya.
Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain termasuk raja yang shalih, wali Allâh yang adil lagi berilmu, di mana dia menepati keridhaan Allâh Azza wa Jalla dengan memperlakukan setiap orang sesuai dengan kedudukannya. [8]
PERJALANAN KEDUA : SAMPAINYA DIA KE BUMI BAGIAN TIMUR

3. Dzulqarnain Pemimpin yang menyeru kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala

Kemudian dia menempuh kembali perjalanannya dari arah terbenamnya matahari ke arah terbitnya matahari, dan setiap dia melewati suatu kaum maka dia akan menaklukkan dan mengalahkan mereka serta menyeru mereka kepada Allâh Azza wa Jalla. Apabila mereka menerima ajakannya, mereka akan dimuliakan dan jika tidak diterima seruannya, mereka akan dihinakan.[9]

Dia mengatakan, “Terimalah seruan kami! Hendaklah kalian beribadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, maka kalian akan mendapatkan balasan yang baik di akhirat di sisi Allâh Azza wa Jalla “[10]
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا ﴿٨٩﴾ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا ﴿٩٠﴾ كَذَٰلِكَ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا
Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. Demikianlah, sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.[Al-Kahfi/18:89-91]
Dia mendapati matahari menyinari segolongan umat yang Allâh Azza wa Jalla tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. Mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang mereka diami dan tidak ada pepohonan untuk berteduh. Said bin Zubair mengatakan, “(Kehidupan) mereka sangat terbelakang (liar) , terpencil dan tempat tinggal mereka berpindah-pindah,  kebanyakan penghidupan mereka dari mencari ikan.”[11]
Disana tidak ada pepohonan atau gunung atau bangunan yang bisa melindungi mereka dari sinar terik matahari, dan dikatakan mereka tidak memakai pakaian(telanjang).[12]
4. Dia melaksanakan perkara yang mendatangkan maslahat bagi rakyatnya, dan berusaha untuk menebarkan kebaikan di penjuru bumi.
Sesungguhnya dia seorang raja yang menguasai  timur dan barat. Dia membantu orang yang beriman dan menyiksa para penyembah berhala, dan dia melaksanakan perkara yang mendatangkan maslahat bagi rakyatnya, dan berusaha untuk menebarkan kebaikan di penjuru bumiIni diisyaratkan dalam ayat secara umum sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla , “Dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami’” dan dijelaskan secara langsung diakhir kisah, tentang Dzulqarnain yang membuat benteng pembatas. Juga sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya, “Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu.” maka seakan ada isyarat bahwa dia Dzulqarnain membantu orang-orang itu dengan mendirikan bangunan yang dapat melindungi badan mereka dari sinar terik matahari, atau memberikan pakaian dan penutup kepada mereka. Ini terpahami dari konteks ayat.[13]

Penafsiran yang lain, orang-orang ini diperlakukan sama seperti orang-orang yang ada di bagian barat yaitu yang kafir (tidak mau beriman) diantara mereka akan mendapatkan siksa sedangkan yang mau beriman akan diperlakukan baik.[14]
5. Pujian Allâh Subhanahu wa Ta’ala kepada Dzulqarnain, karena kebaikan dan sebab- sebab agung yang ada padanya.
Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Demikianlah. Sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.” (Al-Kahfi/18:91). Maksudnya, Kami mengetahui kebaikan dan sebab-sebab agung yang ada padanya, dan ilmu Kami selalu bersamanya, kemanapun ia berjalan.

Allâh Azza wa Jalla maha mengetahui semua keadaannya dan keadaan bala tentaranya, tidak ada yang tersembunyi sedikitpun bagi Allâh Azza wa Jalla walaupun berbeda-beda umat, terpencar dan terpisah-pisah di seantero bumi. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَخْفَىٰ عَلَيْهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ
Sesungguhnya bagi Allâh tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.[Ali Imran/3:5]
PERJALANAN KETIGA : DZULQARNAIN KE DAERAH YA’JUJ DAN MA’JUJ DAB PEMBUATAN DINDING PEMBATAS
Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا ﴿٩٢﴾ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا ﴿٩٣﴾ قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰ أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا
Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata, “Hai Dzulqarnain! Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” [Al-Kahfi/18:92-94]
6. Allâh memberikan Dzulqarnain sebab-sebab ilmiah sehingga dia bisa faham bahasa asing kaumnya
Para ahli tafsir mengatakan bahwa Dzulqarnain pergi dari arah timur menuju ke arah utara, hingga akhirnya beliau sampai di antara dua dinding penghalang. Kedua dinding penghalang itu adalah rantai pegunungan yang dikenal pada masa itu, yang menjadi penghalang antara Ya`juj dan Ma`juj dengan manusia. Di hadapan kedua gunung itu, dia menemukan suatu kaum yang hampir-hampir tidak bisa memahami pembicaraan, karena bahasa mereka sangat asing serta akal dan hati mereka tidak bagus. Namun, Allâh Azza wa Jalla memberikan Dzulqarnain sebab-sebab ilmiah sehingga dia bisa memaahami bahasa kaum itu dan dia bisa memahamkan mereka. Dia bisa berbicara kepada mereka dan mereka bisa berbicara kepadanya. Mereka kemudian mengeluhkan kejahatan Ya`juj dan Ma`juj kepada Dzulqarnain dan meminta agar Dzulqarnain membuatkan mereka dinding penghalang dari Ya’juj dan Ma’juj agar mereka terhindar dari kerusakan yang dibuat Ya’juj dan Ma’juj. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mampu membangun dinding penghalang, dan mereka mengetahui kemampuan Dzulqarnain untuk membangunnya. [15]

7. Dzulqarnain bukan orang yang tamak, dia tidak memiliki keinginan terhadap harta dunia. Namun dia juga tidak meninggalkan usaha perbaikan keadaan rakyat.
Saat meminta tolong kepada Dzulqarnain, mereka berjanji akan memberinya upah. Dzulqarnain bukan orang yang tamak, dia tidak memiliki keinginan terhadap harta dunia. Namun dia juga tidak meninggalkan usaha perbaikan keadaan rakyat, hahkan tujuannya adalah perbaikan. Sehingga dia memenuhi permintaan mereka karena kemaslahatan yang terkandung di dalamnya. Dia tidak mengambil upah dari mereka.[16]

Ibnu Jarir dari Atha dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu, “(Mereka berjanji akan memberikan) upah yang besar (ajran azhiman) yaitu dengan cara (masing-masing) mereka mengumpulkan  harta benda yang mereka miliki untuk kemudian (mereka satukan) lalu diberikan kepada Dzulqarnain sebagai upah, sehingga dia bisa membuatkan benteng penghalang. [17]
8. Dzulqarnain mengajak partisipasi rakyatnya dalam membangun dinding pemisah, untuk kemaslahatan mereka.
قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا
 Dzulqarnain berkata, “Apa yang telah dikuasakan oleh Rabbku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka,[Al-Kahfi/18:95]
Kemudian Dzulqarnain dalam rangka menjaga diri dan agamanya serta mewujudkan kebaikan, ia mengatakan, “Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah memberikan kepadaku kekuasaan dan kedudukan yang itu lebih baik untukku daripada harta yang kalian kumpulkan untuk kalian berikan kepadaku. Namun, bantulah aku dengan kekuatan tenaga dan perbuatan kalian dan penyediaan alat-alat untuk membangunnya. [18] “Agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka.” sebagai penghalang agar mereka tidak melintasi kalian.
آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا ﴿٩٦﴾ فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا
Berilah aku potongan-potongan besi”. hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain, “Tiuplah (api itu)”. hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata, “Berilah Aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu”. Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya. [Al Kahfi/18:96-97]
Mereka memberikan potongan-potongan besi kepada Dzulqarnain. Hingga ketika besi itu telah rata dengan dua gunung yang antara keduanya dibangun penghalang. “Dzulqarnain berkata, “Nyalakanlah api yang besar. Gunakanlah alat tiup agar nyalanya membesar, sehingga tembaga itu meleleh. Tatkala tembaga yang hendak dia tuangkan di antara potongan-potongan besi itu telah meleleh, , dia berkata berilah aku tembaga yang telah mendidih lalu tuang tembaga yang meleleh ke atas besi panas itu. Maka dinding penghalang itu menjadi luar biasa kokoh. Umat manusia yang berada di belakang menjadi aman dari kejahatan Ya`juj dan Ma`juj. Sehingga Ya`juj dan Ma`juj tidak memiliki kemampuan dan kekuatan untuk mendakinya karena tingginya penghalang itu. Tidak pula mereka bisa melubanginya karena kekokohan dan kekuatannya.
9. Dzulqarnain menyandarkan hasil kerjanya sebagai rahmat dari rabbnya, dan bersyukur kepada Rabbnya atas kekokohan dan kemampuannya.
قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي ۖ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا
Dzulqarnain berkata, “Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku, maka apabila sudah datang janji Rabbku, dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabbku itu adalah benar”.[Al Kahfi/18 :98]
Setelah melakukan perbuatan baik dan pengaruh yang mulia, Dzulqarnain menyandarkan nikmat itu kepada Pemiliknya. Dia berkata, “Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku.” (Al-Kahfi/18: 98) Maksudnya, merupakan karunia dan kebaikan-Nya terhadapku. Inilah keadaan para pemimpin yang shalih. Bila Allâh Azza wa Jalla memberikan kenikmatan yang mulia kepada mereka, bertambahlah syukur, penetapan, dan pengakuan mereka akan nikmat Allâh Azza wa Jalla .
Dzulqarnain berkata,  “Maka apabila sudah datang janji Rabbku akan keluarnya Ya`juj dan Ma`juj, Dia menjadikan dinding penghalang yang kuat dan kokoh itu (hancur luluh), dan runtuh. Ratalah dinding itu dengan tanah. “Dan janji Rabbku itu adalah benar.” [Al-Kahfi/18:98]
Sebagaimana firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
حَتَّىٰ إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ
“Hingga apabila dibukakan (dinding) Ya`juj dan Ma`juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.” [Al-Anbiya/21: 96][19]
FAEDAH DARI KISAH[20]
  1. Allâh mengangkat derajat sebagian manusia atas sebagian yang lain dan memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki berupa kekuasaan dan harta, karena Dia yang maha kuasa dan yang mengetahui semua hikmah yang tersembunyi.
  2. Isyarat untuk melakukan sebab, sebagaimana sunatullah dalam kauniyah-Nya dengan bersungguh-sungguh berusaha dan bekerja maka akan tercapai tujuan. Kadar keberhasilan seseorang berbanding lurus dengan kadar kesungguh-sungguhannya.
  3. Semangat dalam melakukan perkara yang penting serta berusaha menghilangkan rintangan , tetap semangat dan tidak putus asa dalam mencapai tujuan.
  4. Siapa yang berkuasa maka tidak seharusnya dia mabuk kepayang dengan kekuasaannya, serta tidak semena-mena menggunakan kekuasaannya untuk menyiksa dan menghukum orang yang dia mau. Dia harus memperlakukan orang yang baik dengan cara baik dan bersikap tegas terhadap orang yang jahat. Dengannya, dia bisa memberikan rasa keadilan kepada rakyatnya.
  5. Seorang penguasa hendaknya menjaga diri dari harta rakyatnya dan tidak menerima imbalan dari pekerjaan yang dia lakukan selama dia telah dicukupkan oleh Allâh Azza wa Jalla , karena dengan sikap itu dia menjaga kehormatannya dan akan menambah kecintaan rakyat kepadanya.
  6. Mengungkapkan kenikmatan yang telah Allâh Azza wa Jalla berikan adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada-Nya. Dan menunjukkan kelemahan seorang hamba karena dia tidak akan mampu kecuali atas pertolongan-Nya. Sebagaimana ucapan Nabi Sulaiman: “Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” [An-Naml/27:40]
  7. Terbukanya atau hancurnya dinding pembatas yang dibuat oleh Dzulqarnain serta keluarnya Ya’juj dan Ma’juj salah satu diantara tanda kiamat besar.
  8. Mengingat negeri akhirat dan fananya dunia akan menjadikan seseorang bersungguh-sungguh menyiapkan bekal untuk alam yang kekal abadi dan kenikmatan yang langgeng selamanya.
  9. Pelajaran akan abadinya amalan yang baik dan atsar perbuatan yang mulia. Sebagaimana yang  dikisahkan dalam ayat yang mulia ini, maka kebaikan Dzulqarnain berupa kebaikan akhlaknya, keberanian, keluhuran cita-citanya, menjaga kehormatan diri, keadilan dan usahanya mengokohkan keamanan dan memberi kebaikan kepada orang baik serta memberi hukuman orang zhalim, perbuatannya itu tetap dipuji dan diabadikan walaupun orangnya telah tiada.
  10. Hendaknya seorang pemimpin mengupayakan keamanan bagi rakyatnya, menjaga mereka,  mencegah dari kejelekan, menutup kekurangan dan memperbaiki mereka, menjaga harta mereka, mengarahkan kepada  yang bermanfaat untuk mereka, dan menjaga hak-hak rakyatnya yang berada di bawah kekuasaan dan pengawasannya.
  11. Untuk mencapai kemaslahatan, kebaikan dan keamanan bersama maka seorang pemimpin membutuhkan partisipasi dari rakyatnya
  12. Hendaklah nikmat-nikmat yang besar tidak menjadikan seseorang congkak dan sombong. Sebagaimana kesombongan Qarun ketika dia berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” [Al-Qashash/28:78]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11-12/Tahun XXI/1439H/2018M.]
_______
Footnote
[1] Lihat pembahasannya dalam Kamâ Takûnû Yuwallâ ‘alaikum, hlm. 106-113, Syaikh Abdulmalik Ramadhani hafizhahullah.
[2]Taisîr Karîmir Rahman, Tafsir surat al-Kahfi, ayat ke-83, hlm. 653, Syaikh as-sa’di, Jum’iyah Ihyâ at Turâts al-Islâmî.
[3] Taisîrul Manân Fî Qishashil Qur’an, hlm. 416, Ahmad Farîd, Dâr Ibnil Jauzi.
[4] Lihat Taisîrul Manân Fî Qishashil Qur’an, hlm. 418-419
[5] Tafsir Ibnu Katsir, hlm. 103, Darul Kutub al-Ilmiyah
[6] Lihat Taisîr Karîmir Rahman, Surat al-Kahfi ayat ke-84 s/d 85, hlm. 654, Syaikh as-sa’di, Jumiyah Ihya at-Turats al-Islami.
[7] Lihat Tafsîr Ibnu katsir, hlm. 105, Darul Kutub al-Ilmiyah.
[8] Lihat Taisîr Karîmir Rahman, hlm. 654
[9] Tafsir Ibnu katsir, hlm. 105
[10] Lihat Taisîrul Manân fî Qishashil Qur’an, hlm. 419
[11] Lihat Tafsîr Ibnu Katsir, hlm. 105, Surat al-Kahfi ayat ke-90
[12] lihat Taisîrul Manân fî Qishashil Qur’an,  hlm. 421
[13] Taisîrul Manân fî Qishashil Qur’an,  hlm. 418
[14] Lihat Taisîrul Manân fî Qishashil Qur’an, hlm. 421
[15]Taisîr Karîmir Rahman, hlm. 655
[16]Taisîr Karîmir Rahman, hlm. 655
[17] Lihat Tafsir Ibnu Katsir hlm :106; Darul Kutub al-Ilmiyah
[18] Tafsir Ibnu Katsir; hal 106; Darul Kutub al-Ilmiyah
[19] diringkas dari Taisir al-Karimirrahman; Tafsir Surat al-Kahfi:96-98; Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di.
[20] Diringkas dengan perubahan dari Taisirul Manân Fii Qishashil Qur’an; hlm;427-429; Ahmad Farîd; Dâr Ibnil Jauzi.

=======================================


Related Posts:

0 Response to "Tafsir Al Kahfi Ayat 75-85"

Post a Comment