Tafsir An Naas

Image result for surat an nas arab
 
Rp 35.000/Bungkus Yuk Order => https://nasi-kebuli-instan.business.site/ 

Surah An Naas (Manusia)
Surah ke-114. 6 ayat. Madaniyyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-6: Allah Subhaanahu wa Ta'aala Pelindung manusia dari kejahatan musuh yang paling berbahaya, yaitu Iblis dan para pembantunya yang terdiri dari setan-setan dari kalangan jin dan manusia.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (١) مَلِكِ النَّاسِ (٢) إِلَهِ النَّاسِ (٣) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (٤) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (٥)
مِنَ الجِنَّةِ وَ النَّاسِ (٦

1. [1]Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia,

[1] Surah yang mulia ini mengandung permintaan perlindungan kepada Allah Tuhan manusia, Penguasa mereka dan Sembahan mereka dari setan yang merupakan sumber keburukan, dimana di antara fitnah dan keburukannya adalah suka membisikkan kejahatan dalam diri manusia, ia perbagus sesuatu yang buruk kepada manusia, dan memperburuk sesuatu yang sebenarnya baik, ia mendorong manusia mengerjakan keburukan dan melemahkan manusia mengerjakan kebaikan.
-------------------------------

2. Raja manusia,

3. Sembahan manusia,
4. dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi[2],

[2] Setan disebut Khannas, karena ia menjauh dari hati manusia ketika manusia ingat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan meminta perlindungan kepada-Nya agar dihindarkan darinya. Sebaliknya, ketika manusia lupa mengingat Allah, maka setan akan mendatanginya dan membisikkan hatinya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya, manusia meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah Tuhan yang mengurus dan mengatur manusia, dimana semua makhluk berada di bawah pengurusan-Nya dan kepemilikan-Nya, dan tidak ada satu pun makhluk kecuali Dia yang memegang ubun-ubunnya dan berkuasa terhadapnya.

Demikian pula agar ibadah sempurna, maka sangat diperlukan perlindungan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dari kejahatan musuh manusia, yaitu setan yang berusaha menghalangi manusia dari beribadah dan hendak menjadikan mereka sebagai pengikutnya agar sama-sama menjadi penghuni neraka.
--------------------------------

5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,

6. dari (golongan) jin dan manusia[3].”

[3] Bisikan jahat yang biasanya sumbernya dari jin, bisa juga dari manusia yang telah menjadi walinya.

======================================================================

Surat ini beserta surat Al Falaq merupakan sebab sembuhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamdari sihir seorang penyihir Yahudi bernama Labid bin A’shom. Dalam sihir tersebut Rasulullah dikhayalkan seakan-akan melakukan suatu hal yang beliau tidak melakukannya.


Kisah tersebut disebutkan dalam hadits yang shohih, sehingga kita harus mempercayainya. Jika syaitan membisiki Anda dengan mengatakan bahwa seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa terkena sihir berarti ada kemungkinan bahwa bisa saja syaitan mewahyukan kepada Rasulullah sebagian dari Al Quran? Maka bantahlah bahwa Allah Maha Kuasa terhadap seluruh makhluknya, jika Allah telah berjanji memelihara kemurnian Al Quran (QS. Al-Hijr: 9) maka tidak ada yang dapat mengubahnya.

Jika setan tersebut kembali membisikkan agar kita menolak hadits tersebut dan menanamkan keraguan di hati kita tentang validitas hadits shohih sebagai sumber hukum islam dengan alasan bahwa kisah itu tidak masuk akal karena Allah subhanahu wa ta’ala selalu melindungi rasul-Nya. Maka katakanlah bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak mungkin memelihara lafal Al Quran tanpa memelihara penjelasannya berupa perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dalam hadits. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dilahirkannya di tengah umat ini para imam ahli hadits yang hafalannya sangat mengagumkan. Di antaranya adalah imam Ahmad yang menghafal hingga 1 juta hadits beserta sanadnya.

Allah subhanahu wa ta’ala menakdirkan terjadinya hal tersebut sebagai ujian bagi manusia, apakah mereka beriman ataukah kafir. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala meng-isra dan mi’raj-kan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu malam, ada sebagian kaum muslimin ketika itu yang murtad. Sedangkan pengaruh perlindungan setelah membaca kedua surat tersebut akan lebih kuat jika disertai dengan pemahaman dan perenungan akan maknanya.

Memohon Perlindungan Melalui Perantara Nama-Nya

Dalam surat ini terkandung permohonan perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan bertawasul (menggunakan perantara) dengan tiga nam-Nya yang mencakup tiga makna keyakinan tauhid kepada Allah secara sempurna. Yaitu tauhid rububiyah, asma wa sifat dan uluhiyah. Ketiga jenis tauhid ini diwakili oleh asma-asma Allah subhanahu wa ta’ala sebagi berikut:

Ar-Rabb, Al-Malik dan Al-Ilaah

Ar-Rabb dalam kata ِرَبِّ النَّاسِ (Tuhan Manusia) bermakna bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah pencipta, pengatur dan pemberi rezeki seluruh umat manusia. Tentunya Allah subhanahu wa ta’ala bukan hanya Rabb atau Tuhannya manusia, namun juga seluruh Alam semesta ini beserta isinya. Pengkhususan penyebutan Rabb manusia di sini adalah untuk menyesuaikan dengan pembicaraan. Menauhidkan Allah pada hal tersebutlah yang dimaksud dengan tauhid rububiyah. Seseorang yang memiliki keyakinan bahwa wali-wali tertentu dapat mengabulkan permohonan berupa harta, jodoh atau anak maka dia telah menyekutukan Allah dalam rububiyah-Nya.

Al-Malik adalah salah satu dari asmaul husna yang bermakna pemilik kerajaan yang sempurna dan kekuasaan yang mutlak. Sedangkan penyebutan kata Ilahinnaas (sembahan manusia) di sini adalah untuk menegaskan Allah adalah yang seharusnya disembah oleh manusia dengan berbagai macam peribadatan.

Sedangkan ibadah itu ada dua jenis yaitu zhohir dan batin. Yang zhohir misalnya adalah sholat, do’a, zakat, puasa, haji, nazar, menyembelih qurban dan lain sebaginya. Sedangkan yang batin letaknya di dalam hati, seperti khusyu’, roja’ (pengharapan terhadap terpenuhinya kebutuhan), khouf (takut yang disertai pengagungan), cinta dan lain sebagainya. Barang siapa yang meniatkan salah satu dari ibadah-badah tersebut kepada selain Allah maka dia telah berbuat syirik. Siapa yang sujud kepada kuburan Nabi dan para wali atau yang lainnya, maka dia telah berbuat kesyirikan, siapa yang tawakalnya kepada jimat maka dia telah syirik.

Bisikan Syaitan Pada Hati Manusia

Pada surat Al-Falaq permohonan perlindungan hanya bertawasul menggunakan nama Allah Ar-Rabb saja. Sedangkan pada surat An-Naas ini digunakan 3 nama sekaligus yang mewakili 3 jenis tauhid. Hal ini mengindikasikan bahwa ancaman pada surat An Naas lebih besar dari pada ancaman yang disebutkan pada surat Al-Falaq. Ancaman yang disebutkan dalam surat Al-Falaq hanya mencelakakan manusia di dunia dan bersifat lahiriah, sehingga dapat atau mudah dideteksi.

Sedangkan pada surat An-Naas ini ancamannya dapat mencelakakan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Ancaman yang sangat halus, bukan merupakan kata-kata yang dapat didengar, sehingga sulit untuk di deteksi. Kemudian yang dijadikan sasarannya adalah hati, di mana hati manusia merupakan raja dari seluruh anggota tubuh. Tentang hal tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Sesungguhnya dalam tubuh ini ada segumpal daging, jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, jika rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.”(HR. Bukhari & Muslim)

Hati sebagai raja adalah yang memerintah seluruh anggota tubuh. Jika hatinya cenderung kepada ketaatan, maka anggota tubuhnya akan melaksanakan kebaikan tersebut. Dan begitu pula sebaliknya. Syaitan menjadikan hati sebagai target utama karena hati adalah ‘tiket’ keselamatan seorang hamba di akhirat, di mana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُوْنَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih/selamat (saliim).” (QS. Asy-Syu’ara: 88-89)

Orang yang selamat di akhirat adalah orang datang menjumpai Allah dengan hati yang bersih (Qolbun Saliim). Bersih dan selamat dari penyakit syubhat dan syahwat. Syubhat adalah bisikan-bisikan syaitan terhadap seorang hamba sehingga dia meyakini kebenaran sebagai kebatilan, yang sunah sebagai bid’ah dan sebaliknya. Sedangkan syahwat adalah bisikan syaitan untuk mengikuti segala yang diinginkan oleh jiwa, meskipun harus menentang aturan Allah subhanahu wa ta’ala. Jika seorang hamba selalu memperturutkan syahwatnya dan melanggar aturan Allah, maka lama-kelamaan hatinya akan menganggap kemaksiatannya itu adalah suatu hal yang biasa, sehingga menjerumuskannya kepada penghalalan suatu yang diharamkan Allah.


Jika hati diumpamakan sebagai sebuah benteng, maka syaitan adalah musuh yang hendak masuk dan menguasai benteng tersebut. Setiap benteng memiliki pintu-pintu yang jika tidak dijaga maka syaitan akan dapat memasukinya dengan leluasa. Pintu-pintu itu adalah sifat-sifat manusia yang banyak sekali bilangannya. Di antaranya seperti; cinta dunia, syahwat dan lain sebagainya. Jika dalam hati masih bersemayam sifat-sifat tersebut, maka syaitan akan mudah berlalu lalang dan memasukan bisikannya, sehingga mencegahnya dari mengingat Allah dan mengisi hati dengan takwa.

Syaitan Jin dan Manusia

Di kalangan masyarakat ada yang menganggap bahwa syaitan, jin dan iblis adalah jenis makhluk tersendiri. Maka ayat terakhir dari surat ini membantah anggapan yang salah tersebut. Sesungguhnya makhluk yang mendapatkan beban syariat ada dua; yaitu jin dan manusia. Iblis merupakan bangsa jin berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang maknanya:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوْا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الجِنِّ

“Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin…” (QS. Al-Kahfi: 50)

Sedangkan syaitan adalah sejahat-jahat makhluk dari kalangan jin dan manusia yang mengasung sebagian kepada yang lain ke neraka.

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيِّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ الإِنْسِ وَالجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ القَوْلِ غُرُورًا

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu…” (QS. Al-An’am: 112)

Wallahu a’lam.

Rujukan:

Taisir Karimirrahman fii Tafiiril Kalamil Mannaan (Syaikh Abdurrahaman bin Nashir As-Sa’dy).
Terjemahan Mukhtashor Minhajul Qashidin (Ibnu Qudamah).
Tafsiir ‘Usyril Akhiir Minal Qur’anil Kariim (DR. Sulaiman Al-Asyqor).

Penyusun: Abu Yahya Agus bin Robi’ Al-Bakaasy (Alumni Ma’had Ilmi)
Murojaah: Ustadz Aris Munandar

=====================================================================

Makna Secara Global

Surat ini mencakup permohonan perlindungan kepada

Pemilik, Penguasa dan Pengasuh manusia dari setan yang merupakan sumber segala keburukan, yang diantara fitnah keburukannya bahwa dia membisikkan was-was dalam dada manusia, lalu dia menampakkan kebaikan sebagai suatu keburukan dan menampakkan keburukan sebagai suatu kebaikan kepada manusia, membuat mereka girang untuk melakukan kebaikan palsu itu, dan menghalangi mereka dari kebaikan asli yang dia tampakkan bagi manusia dalam bentuk yang buruk. Begitulah selalu keadaan setan, memberikan was-was saat mendapatkan kesempatan lalu mundur jika hamba itu mengingat Rabbnya dan memohon bantuan-Nya untuk mengusir setan.

Seharusnya manusia selalu memohon pertolongan dan perlindungan serta berpegang teguh pada Rububiyyah Allah untuk seluruh manusia, karena semua makhluk masuk dalam Rububiyyah serta kerajaan-Nya, dan semua yang melata maka Dialah yang memegang dahinya (menguasainya).

Juga seharusnya manusia berpegang pada Uluhiyyah (beribadah hanya pada) Allah yang Dia telah menciptakan manusia untuk ini. Maka tidaklah sukses urusan manusia kecuali dengan menolak kejahatan musuh mereka yang ingin memutus dan memisahkan mereka dari ibadah menyembah Allah, serta ingin merekrut (memasukkan) manusia ke dalam partainya agar termasuk penduduk neraka.

Was-was, sebagaimana timbul dari jin, ia juga timbul dari manusia, maka Allah berfirman:

مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

(dari jin dan manusia)

Ibnu Katsir berkata: “Ketiga hal ini termasuk sifat-sifat Allah, yaitu:Rububiyyah, Raja dan Ilahiyyah.”

Dia Pemilik, Raja dan Rabb segala sesuatu, sedangkan semua yang ada adalah makhluk, budak dan hamba-Nya. Maka Allah memerintahkan orang yang mau memohon perlindungan untuk berlindung kepada Siapa yang memiliki sifat-sifat di atas dari kejahatan was-was setan yang selalu menggoda manusia. Semua anak cucu Adam mempunyai qarin (setan yang selalu bersamanya) yang menghiasi baginya perbuatan keji dan ia tidak pernah lemah untuk membinasakan manusia. Orang yang terpelihara darinya adalah orang yang dipelihara oleh Allah.

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:

“Tidaklah ada seseorang dari kalian kecuali telah diberikan baginya qarin jin, para sahabat bertanya: ‘Engkau juga wahai Rasul Allah!!’ Beliau menjawab: ‘saya juga, hanya saja Allah telah membantuku mengatasinya maka dia “aslam” dan tidak menyuruhku kecuali kepada kebaikan.”

Tentang kata aslam ada dua riwayat (aslam atau aslamu), yang membaca fathah (aslama) berkata bahwa qarin Beliau telah masuk islam dan beriman, serta tidak mengajak Rasul kecuali dengan kebaikan. Sedangkan yang membaca rafa’ (aslamu) berarti Rasul mengatakan: “Saya selamat dari kejahatan dan fitnahnya.”

Faedah

Berkata Ibnu Abbas: “Setan menyelinap di hati anak Adam (manusia), maka jika mereka lupa dan lalai, dia was-waskan, sedang jika mereka mengingat Allah maka dia menjauh.”

Dari Nabi Beliau bersabda:

“Sesungguhnya setan meletakkan belalainya di hati anak cucu Adam, jika mereka mengingat Allah maka setan menjauh dan jika mereka melupakan Allah maka setan menelan hatinya, itulah yang dimaksud dengan was-wasnya al-khannas.”

Faedah Surat

1. Bermohon perlindungan dan berpegang teguh kepada Allah dari setan.

2. Memohon perlindungan dengan Rububiyyah, Kerajaan dan Uluhiyyah Allah serta dengan asma’ul-husna dan sifat-sifatNya yang tinggi.

3. Pemuliaan manusia atas segala makhluk dimana Allah menyebutkan mereka secara khusus (menyandarkan jenis mereka kepada Allah , lihat ayat 1-3), padahal Allah adalah Rabb dan Penguasa segala sesuatu.

4. Permusuhan setan pada manusia dan usahanya untuk untuk menyesatkan mereka dengan bisikan was-wasnya.

5. Peringatan dari setan dan was-wasnya dan dari lalai mengingat Allah.

6. Zikir kepada Allah dapat mengusir setan hingga ia lari terusir dalam keadaan lesu.

7. Memohon perlindungan kepada Allah merupakan ibadah, maka mengarahkan permohonan perlindungan kepada selain Allah merupakan syirik.

8. Memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan jin dan manusia.

9. Otoritas Allah pada Rububiyyah, Kerajaan, dan Uluhiyyah atas seluruh makhluk.

10. Setan juga membisikkan kesesatan ke dalam hati jin sebagaimana ia melakukannya pada manusia.

(Di Ambil dari buku Syarah Ad Durusil Muhimmah li Ammatil Ummah, Cahaya Tauhid Press)

====================================================================

Sifat-sifat ini termasuk di antara sifat-sifat Rabb U: Rububiyah (keRabban), kekuasaan, dan ilahiyah (sembahan). Maka Allah adalah Rabb, penguasa, dan sembahan segala sesuatu, segala sesuatu adalah makhluk-Nya, dikuasai oleh-Nya, dan hamba-Nya. Allah memerintahkan orang yang memohon perlindungan untuk meminta perlindungan hanya kepada yang bersifat dengan sifat-sifat ini, dari kejelekan was-was dari Khannas, dia adalah setan yang menyertai manusia. Karena, tidak ada seorang pun dari anak Adam kecuali dia mempunyai qarin (yang mengikutinya dari kalangan setan) yang menghias-hiasi kekejian itu di hadapannya dan dia tidak perduli walau harus mengerahkan semua kemampuannya untuk memberikan khayalan-khayalan, dan yang selamat hanyalah siapa yang Allah selamatkan. Telah tsabit dalamAsh-Shahih bahwa beliau r bersabda:

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ. قَالُوا: وَأنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: نَعَمْ إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ

“Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali telah diikutkan padanya temannya dari kalangan jin.” Mereka bertanya, “Anda juga wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Iya, hanya saja Allah telah menolong saya untuk mengatasinya, sehingga dia pun masuk Islam, dan dia tidak memerintah saya kecuali dengan kebaikan.[HR. Muslim (2814)]

Juga telah tsabit dalam Ash-Shahih dari Anas, tentang kisah kunjungan Shafiyah kepada Nabi r ketika beliau sedang melakukan i’tikaf, lalu beliau keluar bersamanya (Shafiyah) pada malam hari untuk mengantarnya ke rumahnya. Tiba-tiba ada dua orang Anshar yang menjumpai beliau, tatkala keduanya melihat Nabi r, mereka mempercepat langkah. Maka Rasulullah r bersabda:

عَلَى رِسْلِكُمَا إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ. فَقَالَا: سُبْحَانَ اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ, وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا شَيْئًا -أَوْ قَالَ شَرًّا-

“Pelan-pelanlah kalian, sesungguhnya wanita ini adalah Shafiyah bintu Huyaiy.” Keduanya lalu berkata, “Subhanallah wahai Rasulullah.” Beliau kemudian bersabda, “Sesungguhnya setan mengalir dalam tubuh anak Adam seperti mrngalirnya darah, dan saya khawatir kalau-kalau dia melemparkan sesuatu -atau beliau berkata: Kejelekan- ke dalam hati kalian berdua.[HR. Al-Bukhari (6219 -Al-Fath) dan Muslim (2175)]

Dari seorang teman berkendara Rasulullah r dia berkata: Keledai Nabi r jatuh tergelincir, maka saya berkata, “Celakalah setan!” Maka beliau bersabda:

لَا تَقُلْ: تَعِسَ الشَّيْطَانُ, فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ: تَعِسَ الشَّيْطَانُ تَعَاظَمَ وَقالَ: بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ. وَإذَا قُلْتَ: بِسْمِ اللَّهِ, تَصَاغَرَ حَتَّى يَصِيْرَ مِثْلَ الذُّبَابِ

“Jangan kamu katakan, “Celakalah setan,” karena jika kamu katakan, “Celakalah setan,” dia akan membesar dan berkata, “Demi kekuatanku, saya akan merasukinya.” Jika kamu mengatakan, “Dengan nama Allah,” dia akan mengecil sampai menjadi seperti lalat.[HR. Abu Daud (5/260) dan Ahmad (5/59, 71)]

Sejumlah ulama berkata tentang firman-Nya, “Kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi,”: Dia adalah setan yang bercokol di dalam hati anak Adam. Jika dia (anak Adam) lalai, dia akan memberikan was-was, tapi jika dia berdzikir kepada Allah, dia akan menahan diri.

Firman-Nya, “Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” Apakah terjadinya hal ini hanya terbatas pada anak keturunan Adam -sebagaimana yang nampak-, ataukah ini mencakup umum untuk anak keturunan Adam (manusia) dan juga jin? Ada dua pendapat, dan biasanya mereka (jin) juga masuk ke dalam penamaan manusia. Ibnu Jarir berkata, “(Kata manusia) sering digunakan untuk mereka (jin), “Beberapa orang laki-laki dari kalangan jin.[QS. Al-Jin: 6]“ Maka tidak ada larangan menggunakan kata ‘manusia’ untuk mereka secara mutlak.”

Firman Allah Ta’ala, “Dari (golongan) jin dan manusia.” Apakah ini adalah rincian dari firman-Nya, “Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia” lalu Dia menjelaskannya dengan firman-Nya,“Dari (golongan) jin dan manusia,”? Hal ini menguatkan pendapat yang kedua.

Ada yang mengatakan, “Dari (golongan) jin dan manusia” adalah penafsiran dari yang membisikkan was-was ke dalam dada manusia dari kalangan setan-setan jin dan manusia. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).”(Al-An’am: 112)

Dari Ibnu Abbas dia berkata, “Ada seorang lelaki yang mendatangi Nabi r lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya berbicara di dalam diriku dengan suatu ucapan, yang mana saya jatuh dari atas langit lebih saya sukai daripada yang mengucapkannya.” Maka Nabi r bersabda, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, segala pujian hanya milik Allah yang telah menolak makarnya dan hanya menjadikannya sebagai was-was.[Shahih. HR. Ahmad (1/235) dan Abu Daud (5112)]

[Diterjemah dari Shahih Tafsir Ibnu Katsir: 4/709-710, karya Musthafa Al-'Adawi]

========================

Kajian AUDIO disampaikan oleh Al-Ustadz Abdullah Zaen di Masjid Agung Purbalingga setiap Rabu malam, ba’da Maghrib sampai Isya’. Selanjutnya, silakan download pada link berikut ini:

Ustadz Abu Abdillah Muhammad Asnur Download Audio Tafsir al Qur'an Surat An-Naas

Ustadz Abu Muawiyah Askari bin Jamal Download Audio Tafsir al Qur'an Surat An-Naas

Ustadz Abdullah Shaleh Hadrami Download Audio Tafsir al Qur'an Surat An-Naas


Related Posts:

1 Response to "Tafsir An Naas"