Tafsir An Najm Ayat 19-30

Ayat 19-30: Batilnya menyembah patung-patung dan berhala-berhala, dimana mereka tidak dapat memberikan manfaat dan menghindarkan bahaya serta celaan keras bagi para penyembahnya.

أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى (١٩) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى (٢٠) أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى (٢١) تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى (٢٢) إِنْ هِيَ إِلا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى (٢٣) أَمْ لِلإنْسَانِ مَا تَمَنَّى (٢٤)فَلِلَّهِ الآخِرَةُ وَالأولَى (٢٥) وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى (٢٦) إِنَّ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ لَيُسَمُّونَ الْمَلائِكَةَ تَسْمِيَةَ الأنْثَى (٢٧) وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا (٢٨) فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (٢٩) ذَلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اهْتَدَى (٣٠)

Terjemah Surat An Najm Ayat 19-30

19. [1]Maka apakah patut kamu (orang-orang musyrik) menganggap (berhala) Al Lata dan Al Uzza,

[1] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala mentazkiyah (menjelaskan kebersihan) apa yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berupa petunjuk dan agama yang benar serta perintah untuk beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan mengeesakan-Nya, maka Allah menyebutkan batilnya apa yang dipegang kaum musyrik yang menyembah sesuatu yang tidak memiliki sifat kesempurnaan sedikit pun, tidak mampu memberikan manfaat dan tidak mampu menimpakan madharat (bahaya), tetapi hanya sekedar nama-nama yang kosong dari makna yang diberi nama oleh orang-orang musyrik yang tidak tahu lagi tersesat sehingga mereka tertipu dan orang lain pun ikut tertipu dengannya.

Berhala-berhala yang mereka (kaum musyrik) beri nama dengan nama-nama ini (Laata, Uzza dan Manaat) berasal dari kata Ilaah (bagi Laata), ‘Aziz (bagi ‘Uzza) dan Mannan (bagi Manaat) sebagai sikap ilhaad (penyimpangan) terhadap nama-nama Allah dan menjadikan mereka sebagai sekutu bagi-Nya, Subhaanallah.

20. dan Manat, yang ketiga yang paling kemudian (sebagai anak perempuan Allah)[2]?

[2] Al Lata, Al Uzza dan Manah adalah nama berhala-berhala yang disembah orang Arab Jahiliyah dan dianggapnya sebagai perantara antara mereka dengan Allah dan dianggap sebagai anak-anak perempuan Allah, Subhaanallah (Mahasuci Allah).

21. Apakah (pantas) untuk kamu yang laki-laki dan untuk-Nya yang perempuan?

22. Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil[3].

[3] Pembagian apa yang lebih zalim daripada pembagian yang menghendaki diutamakannya makhluk di atas Khaliq (Pencipta)? Mahasuci dan Mahatinggi Allah dari perkataan mereka itu.

23. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan apa pun untuk (menyembah)nya. Mereka hanya mengikuti dugaan[4], dan apa yang diingini oleh keinginannya[5]. Padahal sungguh, telah datang petunjuk dari Tuhan mereka[6].

[4] Dalam menyembahnya, bukan di atas ilmu, keterangan dan petunjuk.

[5] Yang telah dihias oleh setan, berupa syirk dan bid’ah-bid’ah yang sejalan dengan hawa nafsu mereka.

[6] Melalui lisan Rasul-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang diperkuat dengan dalil dan bukti yang qath’i (pasti); yang menerangkan kepada mereka ‘aqidah yang benar dan segala tuntutan yang dibutuhkan hamba, dimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menerangkannya secara jelas dan gamblang, namun mereka tetap saja tidak mau mengikuti.

24. [7]Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya?

[7] Jika sudah jelas bahwa apa yang dipegang oleh kaum musyrik adalah dugaan dan bukan ilmu, dimana hal ini berakibat kepada kesengsaraan abadi dan azab yang kekal, maka tetap berada di atasnya merupakan kedunguan yang sangat dalam dan kezaliman yang paling batil. Namun anehnya, mereka (kaum musyrik) malah memiliki banyak angan-angan dan tertipu olehnya. Oleh karena itulah, dalam ayat di atas Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingkari orang yang merasa akan mendapatkan apa yang diangan-angankan itu dan bahwa mereka dusta.

25. Tidak! Maka milik Allah-lah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia[8].



[8] Dia akan memberikan sesuai yang Dia kehendaki dan akan menghalangi sesuai yang Dia kehendaki. Keadaannya tidak mengikuti apa yang mereka angan-angankan itu dan tidak mengikuti keinginan mereka. Hal itu, karena tidak ada yang terjadi di dunia dan akhirat kecuali apa yang dikehendaki-Nya.

26. [9]Dan betapa banyak malaikat di langit, syafaat (pertolongan) mereka sedikit pun tidak berguna, kecuali apabila Allah telah mengizinkan (dan hanya) bagi siapa yang dikehendaki dan diridhai[10].

[9] Di ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingkari orang yang menyembah selain-Nya baik berupa malaikat maupun selainnya dan menyangka bahwa sembahannya itu bermanfaat baginya dan dapat memberinya syafaat di sisi Allah Subhaanahu wa Ta'aala pada hari Kiamat.

[10] Oleh karena itu, syafaat hanyalah akan diberikan setelah terpenuhi dua syarat:

- Izin dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala untuk memberi syafaat

- Ridha Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada orang yang diberi syafaat.

27. [11]Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sungguh mereka menamakan para malaikat dengan nama perempuan.

[11] Orang-orang yang menyekutukan Allah lagi mendustakan Rasul-Nya yang tidak beriman kepada akhirat, karena mereka tidak beriman kepada akhirat, maka mereka berani melakukan tindakan yang menentang Allah dan Rasul-Nya baik yang berupa ucapan maupun yang berupa perbuatan. Yang berupa ucapan seperti mengatakan bahwa para malaikat adalah puteri Allah, subhaanallah. Mereka tidak membersihkan Allah dari sifat melahirkan dan tidak memuliakan para malaikat sehingga menamai mereka dengan anak-anak perempuan, padahal mereka tidak memiliki ilmu baik berasal dari Allah maupun dari Rasul-Nya, dan tidak pula didukung oleh fitrah dan akal. Bahkan ilmu malah menunjukkan sebaliknya, yaitu bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan bagaimana Dia mempunyai anak sedangkan Dia tidak mempunyai istri, bahkan Dia Mahaesa, Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. Sedangkan para malaikat-Nya, mereka adalah makhluk-Nya yang mulia yang didekatkan dengan Allah yang selalu menjalankan perintah-Nya dan tidak mendurhakai-Nya. Oleh karena itu, tidak ada yang dijadikan dasar oleh orang-orang musyrik dalam ucapan dan tindakan mereka selain mengikuti dugaan dan sangkaan yang tidak membuahkan sedikit pun kebenaran, karena kebenaran harus ada keyakinan dan hal itu hanya dapat dihasilkan dari dalil-dalil yang qath’i (pasti) dan bukti-bukti yang jelas.

28. Dan mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan, dan sesungguhnya dugaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran.

29. [12]Maka tinggalkanlah (Muhammad) orang yang berpaling dari peringatan Kami (Al Qur’an), dan dia hanya mengingini kehidupan dunia.

[12] Sebagaimana yang disebutkan di atas seperti itulah kebiasaan mereka, yakni tidak ada tujuan mereka untuk mengikuti kebenaran, bahkan tujuan mereka hanyalah mengikuti apa yang diingini keinginan mereka, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Rasul-Nya untuk berpaling dari orang-orang yang berpaling dari peringatan-Nya; peringatan yang merupakan peringatan yang bijaksana, Al Qur’anul ‘Azhiim dan berita yang mulia. Mereka berpaling dari ilmu yang bermanfaat dan tidak menginginkan selain kehidupan dunia. Inilah kadar atau batas ilmu dan keinginan mereka. Sudah menjadi maklum, bahwa seseorang tidaklah mengerjakan selain yang dia inginkan. Oleh karena yang diinginkan hanyalah kehidupan dunia, maka usaha mereka hanya terbatas pada kehidupan dunia, kenikmatan dan kesenangannya.

30. Itulah kadar ilmu mereka[13]. Sungguh, Tuhanmu, Dia lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pula yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk[14].

[13] Yakni inilah batas ilmu dan tujuan mereka, sehingga mereka lebih mengutamakan dunia daripada akhirat. Adapun orang-orang yang beriman kepada akhirat, maka harapan mereka tertuju kepada akhirat, ilmu mereka adalah ilmu yang paling utama dan paling mulia, yaitu ilmu yang diambil dari Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengetahui siapa yang berhak memperoleh hidayah sehingga diberi-Nya hidayah dengan orang yang tidak berhak mendapatkannya sehingga Allah Subhaanahu wa Ta'aala serahkan kepada dirinya sendiri dan menelantarkannya, maka jadilah ia sebagai orang yang tersesat dari jalan Allah. Oleh karena itulah, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Sungguh, Tuhanmu, Dia lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pula yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”

[14] Maka Dia meletakkan karunia-Nya ke tempat yang Dia ketahui bahwa ia layak memperolehnya.

=============================================
Tafsir An-Najm 19-23
Kandungan umum beberapa ayat ini adalah penetapan tauhid di hati kaum mukminin, sekaligus bantahan terhadap kesyirikan kaum musyrikin. Allah membantah kaum musyrikin penyembah berhala dan patung. Berhala dan patung yang paling mereka agungkan adalah al-laata, al-uzza, dan manaah, Allah menyatakan kepada mereka:
{أَفَرَأَيْتُمُ}
Maksudnya
Kabarkan kepadaku tentang berhala dan patung ini, apakah sesembahan-sesembahan tersebut sanggup memberi manfaat atau menimpakan mudhorot (bahaya)? Apakah sesembahan-sesembahan tersebut bisa menyelamatkanmu dari segala marabahaya?Apakah sesembahan-sesembahan itu sanggup memberi rezeki kepadamu?
Kaum musyrikin pun tidak mampu menjawabnya, karena memang terbukti bahwa sesembahan-sesembahan tersebut tidak sanggup berbuat apa-apa dan tidak mampu menolong kaum musyrikin di berbagai kancah peperangan, seperti perang badar dan selainnya.
Sesembahan-sesembahan itu pun tidak mampu menolak bahaya yang Allah timpakan kepada kaum musyrikin di berbagai peristiwa. Maka hal ini menjadi dalil yang tegas bahwa alasan mereka dalam menyembah berhala dan patung tersebut agar mendapatkan manfaat atau terhindar bahaya dari diri mereka adalah perkara yang tertolak dan batil1.
Al-Qurthubi rahimahullah dalam kitab Tafsirnya mengatakan,
وفي الآية حذف دل عليه الكلام ; أي أفرأيتم هذه الآلهة هل نفعت أو ضرت حتى تكون شركاء لله
“Dalam ayat ini sesunguhnya terdapat pola kalimat yang menyimpan kata-kata yang tak disebutkan (hadzfun). Kata-kata tersebut ditunjukkan dari konteks pembicaraan, yaitu ‘Terangkanlah kepadaku tentang berhala dan patung ini, apakah sesembahan-sesembahan ini sanggup memberi manfaat atau menimpakan mudharat (bahaya) hingga merekapun dianggap sebagai sekutu-sekutu Allah.”
Ketidak-berdayaan sesembahan-sesembahan mereka, al-laata, al-uzza, dan manaah ini semakin nampak apabila kita renungi ayat kesatu sampai kedelapan belas dari surat An-Najm yang berisikan tentang keagungan Allah Ta’ala dan kekuasaan-Nya, kemuliaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mendapatkan wahyu Al Quran, dan kemuliaan Malaikat Jibril ‘alaihis salam.
Sedangkan dua ayat selanjutnya, yaitu ayat kesembilan belas dan kedua puluh itu berisikan tentang perbandingan antara ketidakberdayaan ketiga sesembahan mereka yang terbesar tersebut dengan keagungan Allah Ta’ala dan kekuasaan-Nya dan perkara lainnya yang disebutkan dalam ayat-ayat yang sebelumnya.
Sebagai contoh saja, ketiga sesembahan mereka tersebut tidaklah bisa mewahyukan kepada kaum musyrikin suatu wahyu, adapun Allah Ta’ala, Dia Ta’ala mewahyukan Alquran kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan,
لما ذكر الوحي إلى النبي صلى الله عليه وسلم ، وذكر من آثار قدرته ما ذكر ، حاج المشركين إذ عبدوا ما لا يعقل وقال : أفرأيتم هذه الآلهة التي تعبدونها أوحين إليكم شيئا كما أوحي إلى محمد ؟
“Tatkala Allah menyebutkan wahyu yang diturunkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tentang kekuasaan-Nya sebagaimana yang telah disebutkan (sebelumya), Allah pun membantah hujjah kaum musyrikin, karena mereka menyembah sesembahan-sesembahan yang tidak berakal.
Allah menyatakan bahwa terangkanlah kepadaku tentang sesembahan-sesembahan yang kalian sembah ini, apakah sesembahan-sesembahan ini (sanggup) menyampaikan wahyu kepada kepada kalian sebagaimana Allah mewahyukan (Alquran) kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam1.
Di samping itu, ketiga berhala dan patung mereka tersebut tidak mampu membuat mereka mencapai kedudukan yang tinggi sebagaimana yang Allah jadikan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketiga berhala dan patung itupun tidak mampu menciptakan malaikat yang mulia sebagaimana Allah menciptakan malaikat Jibril ‘alaihis salam.
Lalu apakah layak berhala dan patung seperti itu dianggap sebagai sekutu-sekutu Allah Azza wa Jalla? Demikianlah seluruh pertanyaan-pertanyaan dalam Alquran Al-Karim yang bebentuk tantangan (tahaddi) dan pembuktian ketidakmampuan (ta’jiz), maka tidaklah mungkin bisa dijawab oleh kaum musyrikin sampai hari Kiamat tiba.

Siapa al-laata, al-uzza dan manaah? Bagaimana Kaum Musyrikin Menyembah Mereka?

Allah Ta’ala berfirman:
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ
(19) Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al Laata dan al Uzza.
Al-Laata
Terdapat dua tafsiran Ulama rahimahumullah terhadap {اللَّاتَ}, yaitu2.
Pertama:
Tanpa mentasydidkan huruf ta` (ت): al-laata (اللَّاتَ), Dan bacaan tanpa tasydid ini adalah bacaan jumhur ulama3. Al-laata adalah batu besar halus, berwarna putih dan terukir. Jadi, Al-laata adalah sebuah patung di daerah Thaif milik Bani Tsaqif. Kaum musyrikin dahulu mencari keberkahan darinya, meminta pemenuhan hajat mereka kepadanya dan meminta kepadanya agar terangkat musibah yang menimpa kepada mereka.
Dengan demikian, al-laata adalah batu atau patung yang dikeramatkan dan dicari keberkahannya. Oleh karena itu, kesyirikan para penyembah al-laata adalah ngalap berkah (tabarruk bil ahjaar) kepada batu-batu yang dikeramatkan.
Mereka menamai batu yang dikeramatkan tersebut dengan (اللَّاتَ), karena mengambil dari (الإله), dengan anggapan bahwa al-laata memang sesembahan yang layak untuk dimintai barakah, maslahat, dan keselamatan. Demikianlah para kaum musyrikin di zaman sekarang, mereka menamai sesembahan-sesembahan mereka dengan nama yang menurut mereka indah dan mengandung kekhususan Ilahiyyah sehingga banyak orang yang tertipu dengannya, sehingga mereka mengagungkan dan menyembah sesembahan-sesembahan tersebut.
Camkanlah baik-baik! Bahwa jurus melariskan dagangan kesyirikan berupa menamai kesyirikan dengan nama yang mengandung kesan indah sebenarnya adalah jurus nenek moyang musyrikin semenjak tempoe doeloe.
Kedua1
Dengan mentasydidkan huruf ta` (ت), sehingga dibaca al-laatta (اللاَتَّ) yang merupakan ism fa’il dari  latta-yaluttu ( لَتَّ-يَلُتُّ ). Dan bacaan dengan tasydid ini merupakan bacaan Ibnu Abbas, Ibnuz Zubair, Mujahid, dan selainnya2. Pada asalnya al-laatta adalah orang saleh yang dahulu membuat adonan (makanan) dari tepung untuk memberi makan jama’ah haji, sebagai bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Lalu ketika ia meninggal dunia, kaum musyrikin berdiam diri di kuburannya dan mencari berkah darinya, sebagaimana peristiwa yang terjadi di kaum Nabi Nuh tatkala mereka bersikap berlebih-lebihan terhadap orang-orang saleh. Dengan demikian al-laatta adalah kuburan yang dikeramatkan dan dicari berkahnya. Oleh karena itu, kesyirikan para penyembah al-laatta adalah ngalap berkah (tabarruk bil qubuur) kepada kuburan yang dikeramatkan.
Dan kandungan ayat ini mencakup kedua tafsiran ini, sehingga mencakup larangan terhadap dua tabarruk yang syirik ini, yaitu  ngalap berkah (tabarruk bil ahjaar) kepada batu-batu yang dikeramatkan dan ngalap berkah (tabarruk bil qubuur) kepada kuburan yang dikeramatkan.
Al-’uzza dan Bentuk Penyembahannya3
Al-uzza (الْعُزَّىٰ) adalah sebuah pohon yang berada antara kota Mekkah dan Thaif. Di dekatnya, dibangun rumah dan ada seorang dukun perempuan yang menjadi penunggunya, ia menghadirkan jin sehingga orang-orang tertipu dengan kekeramatan pohon tersebut, semua itu dilakukan dalam rangka menyesatkan orang-orang. Dahulu kaum musyrikin Quraisy dan Mekkah menyembah pohon yang dikeramatkan tersebut, yang hakekatnya adalah menyembah setan (jin) yang dihadirkan oleh dukun perempuan tersebut. Setan itulah yang terkadang berbicara dengan suara yang didengar oleh manusia, seolah-olah terkesan pohon itu yang berbicara.
Mereka menamai pohon yang dikeramatkan tersebut dengan (الْعُزَّ), karena mengambil dari (العزيز), dan ini adalah penyelewengan terhadap nama Allah, karena menamai sesembahan selain Allah dengan nama yang diambil dari nama Allah adalah pelecehan terhadap Allah. Hal ini dikarenakan tertutupnya hati mereka dari kebenaran, dengan dalih “pengagungan” terhadap sesembahan selain Allah Tabaraka wa Ta’ala tersebut.
Dahulu kaum musyrikin Quraisy dan Mekkah meyakini bisa mendapatkan berkah dari pohon yang dikeramatkan tersebut dengan mengagungkannya dan melakukan ritual penyembahan kepadanya. Dengan demikian al-’uzza adalah pohon yang dikeramatkan dan dicari berkahnya. Oleh karena itu, kesyirikan para penyembah al-uzza adalah ngalap berkah (tabarruk bil qubuur) kepada pohon yang dikeramatkan.

Manaah dan Bentuk Penyembahannya4

Manaah adalah batu besar (patung) yang dikeramatkan. maanah berada di antara kota Mekah dan Madinah. Dahulu suku khuza’ah, aus dan khazraj mengagungkannya, mereka berihram untuk haji dan umrah dari tempat patung tersebut. Penamaannya diambil dari nama Allah Al-Mannan (Yang Maha Memberi Karunia) dan dinamakan dengan manaah karena banyaknya darah binatang yang dialirkan dalam rangka ngalap berkah dengan cara menyembelih binatang di sisi batu besar tersebut.
Ingatlah! Bahwa di antara ciri khas kaum musyrikin dalam melariskan dagangan kesyirikannya adalah mengadakan upacara ritual pengaliran darah binatang untuk selain Allah Ta’ala ataupun upacara-upacara ritual selainnya yang dibuat-buat dan dikesankan memiliki nilai filosofis yang tinggi, padahal itu hanya tipu daya setan belaka, tak satupun dalil yang menunjukkan kebernarannya.
Dengan demikian, manaah adalah batu (patung) yang dikeramatkan dan dicari berkahnya. Oleh karena itu, kesyirikan para penyembah manaah adalah ngalap berkah (tabarruk bil qubuur) kepada batu (patung) yang dikeramatkan.

Tafsiran الْأُخْرَىٰ

Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ
(20) dan Manaah yang ketiga (terakhir) lagi hina (sebagai anak perempuan Allah)?
Terdapat dua tafsiran untuk memaknai الْأُخْرَىٰ dalam QS. An-Najm: 20, yaitu:
1. Al-Ukhra dengan makna “hina atau rendah”, sehingga  terjemah ayatnya yaitu:
وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ
(20) dan Manah yang ketiga (terakhir) lagi hina (sebagai anak perempuan Allah)?
Makna Al-Ukhra dengan makna rendah ini juga terdapat dalam firman Allah Ta’ala,
وَقَالَتْ أُولَاهُمْ لِأُخْرَاهُمْ فَمَا كَانَ لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ
(39) Dan berkata tokoh-tokoh mereka kepada orang-orang lemah (pengikut) di antara mereka, ‘Kamu tidak mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami (dengan diringankan azabnya), maka rasakanlah siksaan karena perbuatan yang telah kamu lakukan” (QS. Al-A’raaf: 39).
Kata Ukhra di sini dimaknai sebagai orang-orang lemah, strata sosial yang rendah dan statusnya sebagai pengikut.
2. Al-Ukhra dengan makna “selain(nya)”maka terjemah ayatnya sebagai berikut. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ
(20) dan Manaah yang ketiga, selain (kedua)nya (sebagai anak perempuan Allah)?
Makna Ukkhra seperti ini adalah salah satu bentuk gaya bahasa Arab untuk menyertakan sesuatu yang memiliki kesamaan dengan beberapa perkara yang telah disertakan sebelumnya. Apabila bangsa Arab mengabarkan sesuatu yang berbilang, tapi salah satu dari perkara yang berbilang tersebut disangka oleh sebagian orang tidak termasuk kedalam bagiannya, karena dianggap tidak sebanding dengan dengan perkara selainnya atau tidak sepadan dengan kebesaran selainnya, maka dalam bahasa Arab diungkapkan dengan menyebutkan sesuatu yang disangka salah tersebut dan menegaskannya dengan kata aakhor atau ukhroo, sebagai penutup dalam penyebutan beberapa perkara yang berbilang tersebut.
Contohnya,
وفلانٌ هو الآخَر
“Sedangkan si anu itu juga orang lain (selain orang-orang yang telah disebutkan, pent.) yang termasuk (kedalam orang-orang tersebut)”.
Perlu diketahui, di antara suku-suku bangsa Arab, para penyembah manaah itu jumlahnya banyak, maka dalam ayat yang agung ini diingatkanlah para penyembah manaah, bahwa jumlah mereka yang banyak tidak menyebabkan diistimewakan dan dibedakannya manaah dari kedua sesembahan selainnya, karena semuanya sama, semua sesembahan itu sama-sama sesembahan selain Allah yang batil. Berarti konteks ayat kesembilan belas dan kedua puluh ini adalah menyatakan kehinaan, keburukan dan salahnya keyakinan mereka dan sesembahan mereka tersebut dan menetapkan bahwa ketiga berhala dan patung itu adalah sesembahan-sesembahan yang batil.
Selanjutnya, Allah Ta’ala berfirman,
أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَىٰ
(21) Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan?
Ayat di atas punya dua tafsiran, yaitu:
1. Tafsiran pertama:
Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya menyebutkan tafsiran yang pertama, yaitu:
أي : أتجعلون له ولدا، وتجعلون ولده أنثى، وتختارون لأنفسكم الذكور
Maksudnya, ‘Apakah kalian menganggap Allah memiliki anak, dan kalian menetapkan anak Allah itu perempuan, sedangkan kalian memilih untuk diri kalian anak laki-laki?’”.
2. Tafsiran kedua
“Apakah kalian menganggap al-laata, al-uzza, dan manaah itu sesembahan-sesembahan perempuan dan kalian tetapkan sesembahan-sesembahan permpuan tersebut sebagai sekutu-sekutu Allah Ta’ala yang layak untuk disembah, padahal biasanya kalian merendahkan perempuan dan kalian malu jika memiliki anak perempuan”1.
Selanjutnya, Allah Ta’ala berfirman,
تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَىٰ
(22) Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.
Maksudnya adalah itu merupakan pembagian yang zalim dan batil. Bagaimana bisa kalian membagi untuk Rabb kalian dengan model pembagian yang kalau seandainya pembagian seperti itu diterapkan di antara makhluk saja, akan terhitung sebagai bentuk kecurangan, ketidakadilan, kebatilan dan kedunguan. Bahkan sebenarnya kalian pun juga tidak mau mendapatkan pembagian anak perempuan, tapi kalian tetapkan anak perempuan itu untuk Allah Ta’ala.
إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ ۖ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَىٰ
(23) Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan, “Kemudian Allah berfirman mengingkari mereka terkait dengan bid’ah yang mereka ada-adakan dan perbuat, berupa kedustaan, mengada-ada dan kekufuran, dalam bentuk menyembah patung dan berhala serta menyebut patung dan berhala tersebut sebagai “sesembahan-sesembahan”, (maka Allah pun mengingkari mereka)
إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ
“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya”
maksudnya (penamaan itu hanyalah) dari diri kalian sendiri,
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ
“Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya,”
maksudnya: (tidak menurunkan) hujjah (yang benar sedikit pun),
إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka”
maksudnya: mereka tidak memiliki landasan (yang benar) kecuali sebatas berbaik sangka kepada bapak-bapak (pendahulu) mereka yang meniti jalan kebatilan sebelum mereka. Seandainya tidak demikian, tentulah penamaan itu dikarenakan mereka mengikuti nafsu mengejar kepemimpinan (kekuasaan) dan mengagungkan bapak-bapak mereka terdahulu.
وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَىٰ
“dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka,”
maksudnya: Allah telah mengutus kepada mereka para rasul yang membawa kebenaran yang terang dan hujjah yang tegas, namun kendati demikian, mereka tidaklah mengikuti petunjuk (Allah) yang sampai kepada mereka dan mereka pun tidak mau tunduk melaksanakannya.
Penutup
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan beberapa faidah sebagai berikut:
  1. Kesalahan musyrikin yang disebutkan dalam Surat An-Najm: 19-23 ini ada tiga, yaitu:
    1. Mereka menyembah sesembahan-sesembahan selain Allah yang tidak bisa memberi manfaat dan tidak mampu menimpakan mudharat (bahaya).
    2. Mereka memberi nama dan sifat kepada tiga sesembahan tersebut dengan nama yang diambil dari nama Allah.
    3. Mereka anggap ketiga sesembahan tersebut sebagai anak-anak perempuan Allah.
  1. Di antara jurus kaum musyrikin dalam melegalkan kesyirikan mereka adalah memberi nama dan sifat kepada sesembahan-sesembahan mereka dengan nama dan sifat yang mengandung kesan indah dan mengandung kekhususan Ilahiyyah.
  1. Inti kesyirikan mereka adalah bahwa mereka meyakini akan memperoleh barakah dari al-laatta, al-uzza, dan manaah (tabarruk) dengan mengagungkan, berharap, dan mempersembahkan ritual ibadah kepada sesembahan-sesembahan tersebut.         
  1. Barangsiapa yang bertabarruk (ngalap berkah) kepada kuburan yang dikeramatkan, maka perbuatannya seperti perbuatan orang yang tabarruk kepada al-laatta, barangsiapa yang bertabarruk (ngalap berkah) kepada pohon yang dikeramatkan,  maka perbuatannya seperti perbuatan orang yang tabarruk kepada al-uzza, barangsiapa yang bertabarruk (ngalap berkah) kepada batu yang dikeramatkan (patung), maka perbuatannya seperti perbuatan orang yang tabarruk kepada manaah.

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Related Posts:

0 Response to "Tafsir An Najm Ayat 19-30"

Post a Comment