Tafsir At Tahrim Ayat 1-12

Surah At Tahriim (Pengharaman)

Surah ke-66. 12 ayat. Madaniyyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Beberapa tuntunan tentang kehidupan rumah tangga, Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dengan istri-istrinya.


يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١) قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ وَاللَّهُ مَوْلاكُمْ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (٢) وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ (٣)إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ (٤)عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا (٥)

Terjemah Surat At Tahrim Ayat 1-5

1. [1] [2]Wahai Nabi![3] Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu[4]? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[5].

2. Sungguh, Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu[6]; dan Allah adalah Pelindungmu[7] dan Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana[8].

3. Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah)[9]. Lalu dia (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah)[10] dan Allah memberitahukan peristiwa itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepadanya (Nabi), lalu (Nabi) memberitahukan (kepada Hafsah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain[11]. Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya (Hafsah), dia bertanya, "Siapa yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab, "Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Mahateliti."

4. Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sungguh, hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan)[12]; dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka sesungguhnya Allah menjadi Pelindungnya dan (juga) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya[13].

5. [14]Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh[15], yang beriman[16], yang taat[17], yang bertobat[18], yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan[19].

Ayat 6-7: Peringatan terhadap hari Kiamat dan tanggung jawab seorang mukmin terhadap diri dan keluarganya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (٦) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (٧)

Terjemah Surat At Tahrim Ayat 6-7

6. Wahai orang-orang yang beriman![20] Peliharalah dirimu[21] dan keluargamu[22] dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia[23] dan batu[24]; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar[25], dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

7. Wahai orang-orang kafir! Janganlah kamu mengemukakan alasan pada hari ini[26]. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang telah kamu kerjakan[27].

Ayat 8-9: Perintah kepada kaum mukmin untuk bertobat nasuha yang balasannya adalah ampunan Allah dan surga-Nya, serta perintah kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berjihad melawan orang-orang kafir dan munafik.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ يَوْمَ لا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٨) يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (٩)

Terjemah Surat At Tahrim Ayat 8-9

8. [28]Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu, dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman yang bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami[29] dan ampunilah kami; sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."

9. [30]Wahai Nabi! Perangilah orang-orang kafir[31] dan orang-orang munafik[32] dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka adalah Jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali[33].

Ayat 10-12: Contoh-contoh istri yang tidak baik dan istri yang baik, dan peringatan kepada hamba bahwa seseorang tidak dapat membela orang lain pada hari Kiamat, yang membelanya adalah imannya dan amal salehnya.

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ (١٠)وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ آمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (١١)وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ (١٢)

Terjemah Surat At Tahrim Ayat 10-12

10. [34]Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Luth. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya[35], tetapi kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah[36]; dan dikatakan (kepada kedua istri itu), "Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).”

11. Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman istri Fir'aun[37], ketika dia berkata, "Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim[38],”

12. dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya[39], maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami[40], dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya[41] dan Kitab-Kitab-Nya[42], dan dia termasuk orang-orang yang taat[43].

PENJELASAN AYAT

[1] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada ‘Ubaid bin ‘Umair ia berkata, “Aku mendengar Aisyah radhiyallahu 'anha (berkata), “Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berdiam di sisi Zainab binti Jahsy dan meminum madu di dekatnya, maka aku dengan Hafshah bersepakat bahwa siapa saja di antara kami yang didatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendaknya berkata, “Sesungguhnya aku mencium bau getah darimu; engkau telah meminum getah.” Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemui salah seorang di antara keduanya dan diucapkanlah hal itu kepada Beliau, lalu Beliau berkata, “Bahkan yang aku minum adalah madu di sisi Zainab binti Jahsy dan aku tidak akan mengulangi lagi,” maka turunlah ayat, “Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Sampai ayat, “Jika kamu berdua bertobat kepada Allah…dst (ayat 4).” Tertuju kepada Aisyah dan Hafshah. (Sedangkan ayat), “Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah)…dst.” Yaitu terhadap perkataan Beliau, “Bahkan yang aku minum adalah madu…dst.” (Syaikh Muqbil berkata, “Hadits tesebut disebutkan lagi (oleh Bukhari) secara bersanad dengan adanya perubahan sedikit pada matan di juz 14 hal. 385 kemudian ia (Bukhari) berkata: Dari Ibrahim bin Musa dari Hisyam disebutkan, “Dan aku tidak akan mengulangi lagi, aku juga telah bersumpah, maka janganlah memberitahukan hal itu kepada seorang pun.” Hadits tersebut diriwayatkan pula oleh Muslim juz 10 hal. 75, Abu Dawud juz 3 hal. 386, penyusun ‘Aunul Ma’bud berkata: Al Mundziri berkata, “Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah secara singkat dan panjang.” Hadits tersebut dalam Nasa’i di juz 6 hal. 123, juz 17 hal. 13, Ibnu Sa’ad juz 8 hal. 76 qaaf 1, dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah juz 3 hal. 276.)

Imam Nasa’i rahimahullah di juz 2 hal. 242 berkata: Telah memberitahukan kepadaku Ibrahim bin Yunus bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami bapakku, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mempunyai seorang budak wanita yang Beliau gauli, Aisyah dan Hafshah selalu merasa (cemburu) kepada Beliau sehingga Beliau mengharamkannya (budak wanita itu), maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat, “Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu?...dst.” (Syaikh Muqbil berkata, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Hakim juz 2 hal. 493, ia berkata, “Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim, namun keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya,” dan didiamkan oleh Adz Dzahabi. Abu Abdurrahman berkata, “Dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Bukair Al Hadhramiy dimana ia tidak termasuk para perawi Muslim. Dalam Tahdzibut Tahdzib diisyaratkan kepada Bukhari mengikuti dalam Al Kamal, akan tetapi Al Mizziy berkata, “Saya belum mendapatkan riwayatnya darinya (Bukhari), baik dalam kitab shahih maupun selainnya.” Dengan demikian yang dikatakan pada hadits tersebut adalah shahih, namun tidak dikatakan sesuai syarat Muslim. Al Haafizh dalam Al Fat-h setelah menisbatkannya kepada Nasa’i berkata, “Sesungguhnya sanadnya shahih,” juz 11 hal. 292. )

Dalam Majma’uzzawaa’id juz 7 hal. 126 dari Ibnu ‘Abbas (tentang ayat), “Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu?” Ia berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan budak wanita Beliau.” (Diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan dua isnad, dan Thabrani. Para perawi Al Bazzar adalah para perawi hadits shahih selain Bisyr bin Adam dan dia tsiqah. Dalam Ta’liq terhadap Ash Shahihul Musnad, Syaikh Muqbil berkata, “Jalan yang di sana terdapat Bisyr bin Adam riwayat Al Bazzar terdapat seorang yang matruk (ditinggalkan haditsnya), sedangkan jalan yang setelahnya adalah hasan, lihat Kasyful Astaar 3/76)).

Al Haafizh dalam Al Fat-h juz 10 hal. 283 berkata, “Bisa juga ayat tersebut turun karena dua sebab secara bersamaan.” Yakni karena sebab pengharaman Beliau terhadap madu dan karena pengharaman Beliau terhadap budaknya. Imam Syaukani dalam tafsirnya juz 5 hal. 252 berkata, “Kedua sebab tersebut adalah shahih terhadap turunnya ayat tersebut, dan penggabungan keduanya adalah bisa karena terjadinya dua cerita; cerita tentang madu dan cerita tentang Mariyah, dan bahwa Al Qur’an turun karena keduanya secara bersamaan, dan pada masing-masing dari keduanya (kedua asbaabun nuzul) disebutkan bahwa Beliau membicarakan secara rahasia suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya.

[2] Ayat ini merupakan kritik dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada Nabi-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ketika Beliau mengharamkan budaknya ‘Mariyah’ atau mengharamkan meminum madu karena ingin menyenangkan hati istri-istrinya sebagaimana telah disebutkan dalam asbabunnuzul(sebab turunnya)nya, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan ayat ini.

[3] Yakni wahai orang yang diberi nikmat oleh Allah dengan kenabian, wahyu dan risalah.

[4] Yaitu sesuatu yang baik-baik yang Allah karuniakan kepadamu dan kepada umatmu.

[5] Ayat ini merupakan penegasan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengampuni Rasul-Nya dan mengangkat celaan terhadapnya serta merahmatinya, dan pengharaman tersebut menjadi sebab pensyariatan hukum yang umum untuk manusia yaitu hukum yang diterangkan dalam ayat selanjutnya.

[6] Apabila seseorang bersumpah mengharamkan yang halal maka wajib atasnya membebaskan diri dari sumpahnya itu dengan membayar kaffarat, seperti yang disebutkan dalam surat Al Maaidah ayat 89.

[7] Yakni yang mengurus urusanmu dan mengajarkan kamu dengan pengajaran yang sebaik-baiknya dalam urusan agama maupun dunia serta mengajarkan sesuatu yang dengannya seseorang dapat terhindar dari keburukan. Oleh karena itulah, Dia mewajibkan membebaskan dirimu dari sumpah agar lepas tanggung jawabmu.

[8] Ilmu-Nya meliputi zahir dan batinmu dan Dia Mahabijaksana dalam ciptaan-Nya dan dalam keputusan-Nya, oleh karena itulah Dia mensyariatkan beberapa hukum untuk kamu yang dari sana dapat diketahui bahwa hal itu sesuai dengan maslahat kamu dan keadaan kamu.

[9] Yaitu pengharaman Mariyah, dan Beliau berkata kepada Hafshah, “Jangan memberitahukan kepada seorang pun.”

[10] Karena mengira bahwa hal itu tidak berdosa.

[11] Karena keramahan Beliau dan santunnya.

[12] Ayat ini tertuju kepada dua istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia, yaitu Aisyah dan Hafshah radhiyallahu 'anhuma, dimana keduanya menjadi sebab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengharamkan untuk dirinya sesuatu yang Beliau sukai, lalu Allah Subhaanahu wa Ta'aala menawarkan keduanya untuk bertobat dan mencela atas sikap mereka berdua itu serta memberitahukan bahwa hati mereka berdua telah menyimpang dari sikap yang seharusnya dilakukan yaitu sikap wara’ dan beradab terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, menghormatinya dan tidak menyusahkannya.

[13] Jika mereka itu yang menjadi penolongnya, maka jelaslah bahwa yang ditolong itulah yang menang. Dalam ayat ini terdapat keutamaan dan kemulian Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikian juga terdapat peringatan terhadap dua istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut, dan pada ayat selanjutnya terdapat peringatan yang lebih besar lagi, yaitu talak (cerai).

[14] Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Umar bin Khaththab, ia berkata, "Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjauhi istri-istrinya, aku pun masuk ke masjid ternyata orang-orang sedang melempari kerikil dan berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mentalak istri-istrinya." Hal itu terjadi ketika mereka belum diperintahkan berhijab. Umar berkata, "Saya akan beritahukan hal itu hari ini." Maka saya menemui Aisyah dan berkata, "Wahai puteri Abu Bakar, apakah engkau sampai menyakiti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?" Aisyah menjawab, "Apa urusanmu terhadapku wahai Ibnul Khaththab, urusilah aibmu sendiri." Umar berkata, "Maka saya menemui Hafshah binti Umar dan berkata kepadanya, "Wahai Hafshah! Apakah engkau sampai menyakiti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Demi Allah, sesungguhnya saya tahu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyukaimu. Kalau bukan karena saya, tentu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sudah mentalakmu." Hafshah pun menangis dengan tangisan yang begitu serius. Saya pun bertanya kepadanya, "Di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?" Ia menjawab, "Dia sedang berada di dekat lemarinya di kamar." Saya pun masuk, ternyata saya menemui Ribah pelayan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk di palang (kayu bawah) pintu kamar sambil memanjangkan kakinya di atas kayu berlubang, yaitu batang pohon kurma yang dipakai tangga oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk naik dan turun. Ribah melihat ke kamar, lalu melihatku dan tidak berkata apa-apa, kemudian saya keraskan suara sambil berkata, "Wahai Ribah, izinkan saya di bersamamu untuk menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena saya mengira bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengira bahwa saya datang karena Hafshah. Demi Allah, jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan aku memenggal lehernya, tentu saya penggal lehernya." Saya keraskan suara saya. Ia pun berisyarat kepadaku agar masuk kepadanya, maka saya masuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ternyata Beliau sedang berbaring di atas tikar, saya pun duduk, lalu Beliau mendekatkan kainnya dan Beliau tidak mengenakan apa-apa selain itu. Ketika itu, tikarnya membekas pada rusuk Beliau. Saya melihat dengan mata saya lemari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ternyata di sana terdapat segenggam gandum seukuran satu shaa' (4 mud/kaupan), demikian juga daun salam di pojok kamar serta ada kulit yang digantungkan. Saya pun meneteskan air mata, lalu Beliau bertanya, "Apa yang membuatmu menangis, wahai Ibnul Khaththab?" Aku menjawab, "Wahai Nabi Allah, mengapa saya tidak menangis, sedangkan tikar ini membekas pada rusukmu. Sedangkan lemarimu tidak menyimpan apa-apa selain yang saya lihat. Berbeda dengan Kaisar dan Kisra yang memperoleh banyak buah dan berada di dekat sungai yang mengalir. Sedangkan engkau utusan Allah dan pilihan-Nya dengan keadaan lemari seperti ini." Beliau bersabda, "Wahai Ibnul Khaththab, tidakkah kamu ridha, untuk kita akhirat dan untuk mereka dunia?" Saya menjawab, "Ya." Ketika saya masuk menemuinya, saya melihat tampak marah di mukanya, maka saya berkata, "Wahai Rasulullah, para istri tidak akan menyusahkan dirimu. Jika engkau mentalak mereka, maka sesungguhnya Allah bersamamu, demikian pula, malaikat-Nya, Jibril, Mikail, saya, Abu Bakar, dan kaum mukmin bersamamu. " Saya tidaklah berbicara –wal hamdulillah- kecuali saya berharap agar dibenarkan oleh Allah. Ketika itu turunlah ayat takhyir (pemberian pilihan),

"Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. ---Jika Nabi menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh,...dst."(Terj. At Tahrim: 4-5)

Ketika itu Aisyah binti Abu Bakar dan Hafshah saling bantu-membantu menyusahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap istri-istri yang lain. Saya pun berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau mentalak mereka?" Beliau menjawab, "Tidak." Saya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya masuk ke masjid sedangkan kaum muslimin sedang melempari kerikil sambil berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mentalak istri-istrinya." Bolehkah saya turun agar saya memberitahukan mereka bahwa Engkau tidak mentalak mereka?" Beliau menjawab, "Ya, jika engkau mau." Saya senantiasa berbicara dengan Beliau sampai hilang marah dari mukanya dan sampai Beliau memperlihatkan giginya dan tersenyum, dan Beliau adalah orang yang paling bagus giginya. Nabi Allah pun turun dan aku turun bersandar dengan batang tersebut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam turun tampak seperti berjalan di tanah, di mana Beliau tidak menyentuhnya (batang tersebut) dengan tangannya, lalu saya berkata, "Wahai Rasulullah, Engkau berada di kamar hanya 29 hari?" Beliau bersabda, "Sesungguhnya sebulan itu 29 hari." Saya pun berdiri di pintu masjid dan menyeru dengan suara keras, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mentalak istri-istrinya." Ketika itu turunlah ayat, "Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri)…dst." Sayalah yang mengetahui perkara itu, dan Allah menurunkan ayat takhyir (pilihan).

[15] Yaitu melaksanakan syariat Islam yang tampak.

[16] Yaitu yang melaksanakan syariat Islam yang tidak tampak (batin) berupa ‘aqidah (keyakinan) dan amalan hati.

[17] Yaitu yang selalu taat.

[18] Dari apa yang dibenci Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Allah menyifati mereka dengan mengerjakan apa yang dicintai Allah dan bertobat dari apa yang dibenci-Nya.

[19] Ketika istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar peringatan ini, maka segeralah mereka mencari keridhaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan sifat mulia pun menjadi melekat pada diri mereka sehingga mereka menjadi wanita mukminah paling utama. Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah memilih untuk Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali wanita yang keadaannya yang paling utama dan bahwa istri-istri Beliau adalah wanita paling baik dan paling utama.

[20] Yakni wahai orang-orang yang Allah karuniakan keimanan kepada mereka, kerjakanlah hal yang menjadi lazim (bagian) dari keimanan serta syarat-syaratnya.

[21] Yaitu dengan mendorong diri kita untuk menaati Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan menjauhi larangan-Nya, bertobat dari sesuatu yang membuat Allah murka dan mendatangkan azab-Nya.

[22] Yaitu dengan menta’dib (mengajarkan adab) dan mengajari mereka agama serta mendorong mereka melaksanakan perintah Allah. Oleh karena itu, seorang hamba tidaklah akan selamat sampai ia dapat melaksanakan perintah Allah pada dirinya dan pada orang yang berada di bawah kekuasaannya seperti istri, anak dan sebagainya.

[23] Seperti orang-orang kafir.

[24] Seperti patung-patung yang mereka sembah. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya.” (Terj. Al Anbiyaa’: 98). Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyifati neraka dengan sifat-sifat ini agar hamba tidak meremehkan perintah-Nya.

[25] Yakni kasar akhlaknya dan keras bentakannya sehingga mereka takut ketika mendengar suaranya dan melihat mereka. Jumlahnya ada sembilan belas malaikat sebagaimana diterangkan dalam surah Al Muddatstsir: 30.

[26] Syaikh As Sa’diy menerangkan, bahwa penghuni neraka akan dicela dengan celaan ini pada hari Kiamat. Menurut penyusun tafsir Al Jalaalain, kalimat ini diucapkan kepada mereka ketika mereka dimasukkan ke dalam neraka.

[27] Ketika itu yang ada adalah pembalasan terhadap amal, sedangkan amal yang kamu siapkan wahai orang-orang kafir untuk hari Kiamat ini adalah kekafiran kepada Allah, mendustakan ayat-ayat-Nya, memerangi para rasul-Nya dan para wali-Nya.

[28] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan tobat nasuh (yang sesungguhnya) dalam ayat ini dan menjanjikan akan menghapuskan segala kesalahan, memasukkan ke dalam surga, memperoleh kemenangan dan keberuntungan ketika orang-orang mukmin berjalan pada hari Kiamat dengan cahayanya dan mereka takut kalau cahaya itu padam seperti yang menimpa orang-orang munafik. Oleh karena itu, mereka meminta kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala agar menyempurnakan cahaya mereka, lalu Allah mengabulkan doa mereka dan menyampaikan mereka dengan cahaya dan keyakinan mereka ke surga yang penuh kenikmatan. Ini semua merupakan pengaruh dari tobat yang nasuh. Tobat yang nasuh adalah tobat yang menyeluruh teradap semua dosa yang telah diazamkan oleh seorang hamba kepada Allah untuk tidak mengulanginya lagi, dimana maksudnya adalah mencari keridhaan-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dan tetap terus di atasnya dalam semua keadaannya.

[29] Agar sampai ke surga, sedangkan cahaya orang-orang munafik padam.

[30] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Nabi-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berjihad terhadap orang-orang kafir dan munafik serta bersikap keras terhadap mereka. Jihad di sini mencakup melawan mereka dengan menegakkan hujjah terhadap mereka, mengajak mereka dengan nasihat yang baik, membatalkan kesesatan yang mereka pegang selama ini, dan melawan mereka dengan senjata bagi yang enggan memenuhi seruan Allah dan enggan tunduk kepada hukum-Nya. Orang yang enggan inilah yang dijihadi dan dikerasi, adapun yang pertama adalah didakwahi dengan cara yang baik.

[31] Dengan senjata.

[32] Dengan kata-kata dan hujjah.

[33] Dimana orang-orang yang sengsara dan rugi akan kembali ke sana.

[34] Ayat ini menerangkan bahwa hubungan orang kafir dengan orang mukmin dan kedekatannya kepadanya tidaklah berguna apa-apa baginya, dan bahwa hubungan orang mukmin dengan orang kafir tidaklah merugikannya sedikit pun ketika dia (orang mukmin) melaksanakan kewajiban. Dalam ayat ini seakan-akan terdapat isyarat dan peringatan terhadap istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam agar mereka tidak melakukan maksiat dan bahwa hubungan mereka dengan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah bermanfaat apa-apa jika mereka tidak beramal saleh sebagaimana istri Nabi Nuh dan Nabi Luth, meskipun suami mereka nabi, tetapi jika mereka kafir, maka kedekatan hubungan mereka dengannya tidalah berguna apa-apa.

[35] Dengan kafir kepada agama suaminya.

[36] Ayat ini menunjukkan bahwa para nabi pun tidak dapat membela istri-istrinya atas azab Allah apabila mereka menentang agama.

[37] Yaitu Asiyah bintu Muzaahim radhiyallahu 'anha, ia beriman kepada Nabi Musa ‘alaihis salam hingga akhirnya ia disiksa oleh Fir’aun.

[38] Maka Allah mengabulkan doanya, ia pun hidup di atas keimanan yang sempurna, keteguhan yang sempurna dan keselamatan dari segala fitnah (cobaan). Oleh karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “

كَمَلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ ، وَمَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ ، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ

“Laki-laki yang sempurna banyak, sedangkan wanita yang sempurna hanyalah Asiyah istri Fira’un dan Maryam bintu Imran, dan sesungguhnya kelebihnan Aisyah daripada wanita lain adalah seperti kelebihan makanan tsarid (roti yang direndam dalam kuah) di atas makanan yang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)

[39] Karena sempurnanya agamanya, ‘iffah (sikap menjaga diri dari yang haram) dan kebersihannya.

[40] Yaitu dengan mengutus Malaikat Jibril meniupkan roh ciptaan-Nya ke leher bajunya lalu sampai kepada Maryam, maka dari sanalah muncul Isa ‘alaihis salam rasul yang mulia.

[41] Ini merupakan sifat bagi Maryam, yaitu berilmu dan berpengetahuan, karena membenarkan kalimat Allah mencakup kalimat Allah yang terkait agama maupun taqdir.

[42] Membenarkan kitab-kitab-Nya menghendaki mengetahui sesuatu yang dengannya tercapai sikap membenarkan dan hal itu tidak bisa kecuali dengan ilmu dan amal.

[43] Yakni kepada Allah dan selalu taat dengan rasa takut dan khusyu’. Ini merupakan sifat untuk Maryam yaitu amalnya yang sempurna, karena Beliau adalah shiddiqah (wanita yang sangat membenarkan), sedangkan shiddiqah adalah kesempurnaan dalam ilmu dan amal.

====================================
Tafsir Ayat [at-Tahrîm/66:10]

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata mengenai firman Allah di atas, “Pengkhianatan yang dimaksud bukanlah perbuatan zina (mereka serong atau selingkuh, pent.). Pengkhianatan istri Nabi Nuh yaitu ia mengatakan kepada kaumnya bahwa suaminya gila.
Sedangkan pengkhianatan istri Nabi Luth adalah ia memberitahukan kedatangan tamu-tamu Nabi Luth (malaikat yang berwujud manusia tampan rupawan) kepada kaumnya” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir & Tafsir Thobari Surat Tahrim: 10).
Pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas adalah hendaknya seorang istri tidak menjelek-jelekkan suaminya kepada orang lain karena dikhawatirkan itu termasuk bentuk khianat sebagaimana yang dilakukan oleh istri Nabi Nuh yang menjelek-jelekkan suaminya dengan sebutan gila.
Karena khianat itu artinya:
أن يُؤْتَمَنَ الإِنْسانُ فلا يَنْصَحَ
“seseorang dipercayai namun ia tidak memenuhi kepercayaan tersebut dengan baik” (Qamus Al Muhith).
Padahal pernikahan adalah sebuah perjanjian yang tidak boleh dikhianati, bahkan bukan sekedar perjanjian, namun perjanjian yang kuat. Demikian yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An Nisa: 24).
==============

Tafsir Ayat [at-Tahrîm/66:6]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا 

Hai orang-orang yang beriman

Tafsir :
Allâh Maha kasih sayang kepada para hamba-Nya. Jika Dia memberikan perintah, pasti itu merupakan kebaikan dan bermanfaat, dan jika Dia memberikan larangan, pasti itu merupakan keburukan dan berbahaya. Maka sepantasnya manusia memperhatikan perintah-perintah-Nya. 

Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhuma dan para Ulama Salaf rahimahumullâh berkata, “Jika engkau mendengar Allâh Azza wa Jalla berfirman dalam al-Qur’ân ‘Hai orang-orang yang beriman’, maka perhatikanlah ayat itu dengan telingamu, karena itu merupakan kebaikan yang Dia perintahkan kepadamu, atau keburukan yang Dia melarangmu darinya”. [Tafsir Ibnu Katsir, 1/80] 

Firman Allâh Azza wa Jalla :

قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka

Tafsir :
Kebaikan yang Allâh perintahkan dalam ayat ini, adalah agar kaum Mukminin menjaga diri mereka dan keluarga mereka dari api neraka. Bagaimana caranya?

Abdullah bin Abbâs Radhiyallahu anhu berkata, “Lakukanlah ketaatan kepada Allâh dan jagalah dirimu dari kemaksiatan-kemaksiatan kepada Allâh, dan perintahkan keluargamu dengan dzikir, niscaya Allâh Azza wa Jalla akan menyelamatkanmu dari neraka”.

Mujâhid rahimahullah berkata tentang firman Allâh ‘peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka’, “Bertakwalah kepada Allâh, dan perintahkan keluargamu agar bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla ”.

Qatâdah rahimahullah berkata, “(Menjaga keluarga dari neraka adalah dengan) memerintahkan mereka untuk bertakwa kepada Allâh dan melarang mereka dari kemaksiatan kepada Allâh Azza wa Jalla , dan mengatur mereka dengan perintah Allâh Azza wa Jalla , memerintahkan mereka untuk melaksanakan perintah Allâh Azza wa Jalla , dan membantu mereka untuk melaksanakan perintah Allâh. Maka jika engkau melihat suatu kemaksiatan yang merupakan larangan Allâh, maka engkau harus menghentikan dan melarang keluarga(mu) dari kemaksiatan itu”. [Lihat semua riwayat di atas dalam Tafsir Ibnu Katsir, surat at-Tahrîm ayat ke-6]

Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah berkata, “Allâh Yang Maha Tinggi sebutannya berfirman, 'Wahai orang-orang yang membenarkan Allâh dan RasulNya ‘Peliharalah dirimu!’, yaitu maksudnya, 'Hendaklah sebagian kamu mengajarkan kepada sebagian yang lain perkara yang dengannya orang yang kamu ajari bisa menjaga diri dari neraka, menolak neraka darinya, jika diamalkan. Yaitu ketaatan kepada Allâh. Dan lakukanlah ketaatan kepada Allâh. 

Firman Allâh ‘dan keluargamu dari api neraka!’, Maksudnya, 'Ajarilah keluargamu dengan melakukan ketaatan kepada Allâh yang dengannya akan menjaga diri mereka dari neraka. Para ahli tafsir mengatakan seperti yang kami katakan ini.' [Tafsir ath-Thabari, 23/491] 

Imam al-Alûsi rahimahullah berkata, “Menjaga diri dari neraka adalah dengan meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan dan melaksanakan ketaatan-ketaatan. Sedangkan menjaga keluarga adalah dengan mendorong mereka untuk melakukan hal itu dengan nasehat dan ta’dîb (hukuman) ... Yang dimaksukan dengan keluarga, berdasarkan sebagian pendapat mencakup: istri, anak, budak laki, dan budak perempuan. Ayat ini dijadikan dalil atas kewajiban seorang laki-laki mempelajari kewajiban-kewajiban dan mengajarkannya kepada mereka ini”. [Tafsir al-Alûsi, 21/101]

Semakna ayat ini adalah firman Allâh Azza wa Jalla :

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ 

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. [Thaha/20: 132]

Dan termasuk juga semakna dengan ayat ini adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ 

Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berumur sepuluh tahun (jika mereka enggan untuk shalat) dan pisahkanlah mereka di tempat-tempat tidur mereka masing-masing. [HR. al-Hâkim, Ahmad dan Abu Dâwud; disahihkan al-Albâni dalam al-Irwâ`]

Mengajari ibadah kepada anak-anak bukan hanya shalat, namun juga ibadah-ibadah lainnya.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Para ahli fiqih berkata: ‘Demikian juga (anak-anak dilatih) tentang puasa, agar hal itu menjadi latihan baginya untuk melaksanakan ibadah, supaya dia mencapai dewasa dengan selalu melaksanakan ibadah dan ketaatan, serta menjauhi kemaksiatan dan meninggalkan kemungkaran, dan Allâh Yang Memberikan taufiq”. [Tafsir Ibnu Katsîr, surat at-Tahrîm ayat ke-6]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ 

yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.

Tafsir :
Imam asy-Syaukâni rahimahullah berkata, “Yaitu api neraka yang sangat besar, dinyalakan dengan manusia dan batu, sebagaimana api yang lain dinyalakan dengan kayu bakar”. [Fat-hul Qadîr, 7/257]

Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Yaitu kayu api neraka yang dilemparkan ke dalamnya adalah anak-anak Adam, ‘dan batu’, ada yang mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘batu’ adalah patung-patung yang dahulu disembah (di dunia) berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla :

إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ 

Sesungguhnya kamu (orang-orang musyrik-pen) dan apa yang kamu sembah selain Allâh, adalah umpan Jahannam. [Al-Anbiya’/21: 98]

Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu, Mujâhid, Abu Ja’far al-Baqir, dan as-Suddi, mereka berkata, “Itu adalah batu-batu kibrit (batu bara)”, Mujâhid menambahkan, “lebih busuk daripada bangkai”.[Tafsir Ibnu Katsîr, 8/167]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ 

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras

Tafsir :
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Yaitu watak mereka kasar, rasa kasih sayang terhadap orang-orang kafir yang kepada Allâh Azza wa Jalla telah dicabut dari hati mereka. ‘Syidâd’, yaitu tubuh mereka sangat kuat, kokoh dan penampilan mereka menakutkan”.[Tafsir Ibnu Katsîr, 8/167]

Imam asy-Syaukâni rahimahullah berkata, “Yaitu para penjaga neraka adalah para malaikat, mereka mengurusi neraka dan menyiksa penghuninya, mereka kasar kepada penghuni neraka, keras terhadap mereka, tidak mengasihi mereka ketika mereka minta dikasihani, karena Allâh Azza wa Jalla menciptakan mereka dari kemurkaaan-Nya, menjadikan mereka berwatak suka menyiksa makhluk-Nya. 

Ada yang berpendapat, mereka kasar hatinya, keras badannya. Atau kasar perkataannya, keras perbuatannya. Atau ghilâzh: besar badan mereka, syidâd: kuat”. [Tafsir Fat-hul Qadîr, 7/257]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

dan mereka tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Tafsir :
Imam asy-Syaukâni rahimahullah berkata, “Yaitu mereka melakukan pada waktunya, tidak terlambat, mereka tidak memundurkannya dan tidak memajukannya”. [Tafsir Fat-hul Qadîr, 7/257]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Yaitu apapun yang Allâh Azza wa Jalla perintahkan kepada mereka, mereka akan bergegas untuk melakukannya, tidak menundanya sekejap matapun, dan mereka mampu mengerjakannya, mereka tidak lemah dalam melakukannya. Mereka ini adalah malaikat Zabâniyah, kita mohon perlindungan kepada Allâh Azza wa Jalla dari mereka”.[Tafsir Ibnu Katsîr, 8/167]

PETUNJUK-PETUNJUK AYAT:
1. Mengetahui kasih-sayang Allâh Azza wa Jalla kepada para hamba-Nya yang beriman, karena Allâh Azza wa Jalla telah memberikan perintah yang membawa kebaikan, dan melarang dari keburukan yang membawa kepada kecelakaan.

2. Kewajiban mempelajari bentuk-bentuk ketaatan untuk diamalkan serta mempelajari bentuk-bentuk kemaksiatan untuk ditinggalkan. Dengan ini seseorang bisa menjaga diri dari neraka.

3. Kewajiban memberikan perhatian kepada istri, anak-anak, dan orang-orang yang ditanggung, mendidik mereka, dan memerintahkan mereka untuk taat kepada Allâh dan Rasul-Nya, serta melarang mereka dari kemaksiatan. Ini berarti menjaga mereka semua dari api neraka. 

4. Meyakini bahwa bahan bakar neraka adalah manusia dan batu. Maka seharusnya manusia menjaga dirinya, untuk selalu beriman dan beramal shalih, sehingga tidak menjadi bahan bakar neraka.

5. Meyakini bahwa para penjaga neraka adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras, sehingga mereka tidak bisa dikalahkan oleh para penghuni neraka.

6. Meyakini bahwa di antara sifat-sifat malaikat adalah selalu taat. Mereka tidak pernah mendurhakai Allâh Azza wa Jalla dan mereka mampu melaksanakan perintah-Nya. 

Wallahu a’lam bishawaab.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XVII/1435H/2013M. ]

Related Posts:

0 Response to "Tafsir At Tahrim Ayat 1-12"

Post a Comment