Tafsir Az Zukhruf Ayat 40-56

Ayat 40-45: Hiburan untuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap sikap berpaling orang-orang kafir dan bahwa mereka akan ditanya pada hari Kiamat.

أَفَأَنْتَ تُسْمِعُ الصُّمَّ أَوْ تَهْدِي الْعُمْيَ وَمَنْ كَانَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (٤٠) فَإِمَّا نَذْهَبَنَّ بِكَ فَإِنَّا مِنْهُمْ مُنْتَقِمُونَ (٤١) أَوْ نُرِيَنَّكَ الَّذِي وَعَدْنَاهُمْ فَإِنَّا عَلَيْهِمْ مُقْتَدِرُونَ (٤٢) فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (٤٣) وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ (٤٤) وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ (٤٥)

Terjemah Surat Az Zukhruf Ayat 40-45

40. [1]Maka apakah engkau (Muhammad) dapat menjadikan orang yang tuli bisa mendengar, atau (dapatkah) engkau memberi petunjuk kepada orang yang buta (hatinya), dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata[2]?

41. [3]Sungguh, sekiranya Kami mewafatkan kamu[4], maka sesungguhnya Kami akan tetap memberikan azab mereka (di akhirat),

42. atau Kami perlihatkan kepadamu (azab) yang telah Kami ancamkan kepada mereka[5]. Maka sungguh, Kami berkuasa atas mereka[6].

43. [7]Maka berpegang teguhlah kamu kepada (agama) yang telah diwahyukan kepadamu[8]. Sungguh, engkau berada di jalan yang lurus[9].

44. Dan sungguh, Al Quran itu benar-benar suatu peringatan bagimu dan bagi kaummu[10], dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban[11].

45. Dan tanyakanlah (Muhammad) kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau[12], "Apakah kami menentukan tuhan-tuhan selain Allah Yang Maha Pengasih untuk disembah?"[13]



Ayat 46-56: Kisah Nabi Musa ‘alaihis salam dengan Fir’aun yang merupakan kisah pertarungan antara kebenaran dengan kebatilan, dan bahwa kemenangan akan selalu diraih oleh kebenaran dan orang-orang yang berpegang di atasnya.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآيَاتِنَا إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَقَالَ إِنِّي رَسُولُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٤٦) فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِآيَاتِنَا إِذَا هُمْ مِنْهَا يَضْحَكُونَ (٤٧)وَمَا نُرِيهِمْ مِنْ آيَةٍ إِلا هِيَ أَكْبَرُ مِنْ أُخْتِهَا وَأَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (٤٨) وَقَالُوا يَا أَيُّهَا السَّاحِرُ ادْعُ لَنَا رَبَّكَ بِمَا عَهِدَ عِنْدَكَ إِنَّنَا لَمُهْتَدُونَ (٤٩) فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُمُ الْعَذَابَ إِذَا هُمْ يَنْكُثُونَ (٥٠) وَنَادَى فِرْعَوْنُ فِي قَوْمِهِ قَالَ يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الأنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلا تُبْصِرُونَ (٥١) أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِنْ هَذَا الَّذِي هُوَ مَهِينٌ وَلا يَكَادُ يُبِينُ (٥٢) فَلَوْلا أُلْقِيَ عَلَيْهِ أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ جَاءَ مَعَهُ الْمَلائِكَةُ مُقْتَرِنِينَ (٥٣) فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ (٥٤) فَلَمَّا آسَفُونَا انْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَأَغْرَقْنَاهُمْ أَجْمَعِينَ (٥٥)فَجَعَلْنَاهُمْ سَلَفًا وَمَثَلا لِلآخِرِينَ (٥٦)

Terjemah Surat Az Zukhruf Ayat 46-56

46. [14]Dan sunguh, Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami[15] kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka dia (Musa) berkata, "Sesungguhnya aku adalah utusan dari Tuhan seluruh alam[16].”

47. Maka ketika dia (Musa) datang kepada mereka membawa mukjizat-mukjizat Kami, seketika itu mereka mentertawakannya[17].

48. Dan tidaklah Kami perlihatkan suatu mukjizat kepada mereka kecuali (mukjizat itu) lebih besar dari mukjizat-mukjizat (yang sebelumnya). Dan Kami timpakan kepada mereka azab[18] agar mereka kembali (ke jalan yang benar)[19].

49. Dan mereka berkata[20], "Wahai pesihir[21]! Berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu[22]; Sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) akan menjadi orang yang mendapat petunjuk.”

50. Maka ketika Kami hilangkan azab itu dari mereka[23], ketika itu (juga) mereka ingkar janji[24].

51. Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata[25], "Wahai kaumku! Bukankah kerajaan Mesir itu milikku[26] dan (bukankah) sungai-sungai[27] ini mengalir di bawahku[28]; apakah kamu tidak melihat[29]?

52. Bukankah aku lebih baik dari orang (Musa) yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)[30]?

53. Maka mengapa dia (Musa) tidak dipakaikan gelang dari emas[31], atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya[32]?"

54. Maka Fir'aun (dengan perkataan itu) telah mempengaruhi kaumnya[33], sehingga mereka patuh kepadanya. Sungguh, mereka adalah kaum yang fasik[34].

55. Maka ketika mereka membuat Kami murka, Kami hukum mereka, lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut),

56. dan Kami jadikan mereka sebagai (kaum) terdahulu, dan pelajaran bagi orang-orang yang kemudian[35].


[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman kepada Rasul-Nya memberinya hiburan karena orang-orang yang mendustakan tidak mau memenuhi seruan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, dan bahwa mereka tidak memiliki kebaikan sama sekali serta tidak memiliki sifat baik yang membuat mereka mendatangi petunjuk.

[2] Dia tersesat dalam keadaan tahu bahwa dirinya tersesat dan ridha dengannya.

[3] Sebagaimana orang yang tuli tidak dapat mendengar suara, orang yang buta tidak dapat melihat dan orang yang sesat dengan kesesatan yang nyata tidak mendapatkan petunjuk, maka mereka ini telah rusak fitrah dan akalnya karena berpaling dari peringatan dan mengadakan keyakinan yang baru dan sifat yang buruk yang menghalangi mereka dari petunjuk dan mengharuskan mereka bertambah sengsara, sehingga tidak tersisa lagi bagi mereka selain azab dan hukuman baik di dunia maupun di akhirat.

[4] Yakni sebelum engkau mencapai kemenangan atau sebelum memperlihatkan azab yang dijanjikan-Nya kepada mereka, maka ketahuilah Kami tetap akan memberikan azab kepada mereka.

[5] Maksudnya ialah kemenangan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan kehancuran kaum musyrik.

[6] Akan tetapi hal itu sesuai kebijaksanaan-Nya untuk menangguhkan azab atau menyegerakannya. Inilah keadaan engkau dan keadaan orang-orang yang mendustakanmu.

[7] Yakni adapun engkau, maka berpeganglah…dst.

[8] Baik dengan mengerjakannya maupun bersifat dengannya, demikian pula mendakwahkannya dan berusaha mewujudkannya (berpegang teguh itu) baik pada dirimu maupun pada diri orang lain.

[9] Yang menyampaikan kepada Allah dan kepada surga-Nya. Hal ini mengharuskan engkau berpegang kepada agama-Nya dengan kuat dan menjadikannya petunjuk, jika engkau mengetahui bahwa engkau berada di atas yang hak, di atas keadilan, dan kebenaran, dan engkau berada di atas bangunan yang berpondasi kuat, sedangkan orang lain berada di atas bangunan yang mudah roboh; di atas keraguan, persangkaan, dan kezaliman.

[10] Bisa juga diartikan sebagai kemuliaan dan ketinggian bagimu serta nikmat yang tidak dapat diukur besarnya, demikian pula mengingatkan kamu sesuatu yang di sana terdapat kebaikan di dunia maupun di akhirat, mendorongmu kepadanya, serta mengingatkan kamu kepada keburukan dan menakut-nakuti kamu darinya.

[11] Yakni yang terkait dengan Al Qur’an itu; apakah kamu sudah memenuhi haknya sehingga Al Qur’an menjadi hujjah bagimu atau malah tidak memenuhinya sehingga Al Qur’an menjadi hujjah atasmu.

[12] Ada yang berpendapat, bahwa perintah ini sesuai zhahirnya, yaitu pada malam Beliau berisraa’-mi’raj dikumpulkan para rasul kepada Beliau, lalu Beliau diperintahkan untuk bertanya kepada para rasul, namun Beliau sudah cukup yakin sehingga tidak bertanya. Namun kebanyakan para mufassir berkata, “(Maksudnya) bertanyalah kepada orang-orang mukmin dari Ahli Kitab yang para nabi diutus kepada mereka, bukankah para rasul datang membawa tauhid?” Ini adalah pendapat Ibnu Abbas dalam semua riwayat, Mujahid, Qatadah, Adh Dhahhak, As Suddiy, Al Hasan dan dua orang Muqatil. Hal ini ditunjukkan pula oleh qiraat Abdullah (Ibnu Mas’ud) dan Ubay, “Was ‘alilladziina ar salnaa ilaihim qablaka rusulanaa.”

Perintah untuk bertanya ini adalah untuk menyatakan kepada kaum musyrik Quraisy, bahwa tidak ada satu pun rasul maupun kitab yang memerintahkan beribadah kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[13] Ayat ini menunjukkan bahwa semua para rasul menyuruh menyembah Allah dan menjauhi sesembahan selain-Nya. Demikian pula menunjukkan bahwa kaum musyrik tidak memiliki sandaran dalam syriknya, baik dari akal yang sehat maupun nukilan dari para rasul.

[14] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Dan tanyakanlah (Muhammad) kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau, "Apakah kami menentukan tuhan-tuhan selain Allah Yang Maha Pengasih untuk disembah?", maka Dia menerangkan keadaan Musa dan dakwahnya yang sudah masyhur.

[15] Yang menunjukkan kebenaran kerasulannya dan apa yang Beliau serukan, seperti tongkat, ular, pengiriman belalang dan kutu, dll.

[16] Beliau mengajak mereka mengakui Tuhan mereka (Allah) dan melarang mereka beribadah kepada selain-Nya.

[17] Mereka menolak dan mengingkarinya serta memperolok-oloknya dengan sikap zalim dan sombong, sehingga hal itu bukan karena mukjizatnya yang kurang dan tidak jelasnya ayat-ayatnya. Oleh karena itulah di ayat selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Dan tidaklah Kami perlihatkan suatu mukjizat kepada mereka kecuali (mukjizat itu) lebih besar dari mukjizat-mukjizat (yang sebelumnya).”

[18] Yang dimaksud azab di sini ialah azab duniawi sebagai cobaan dari Allah seperti kurangnya makanan, berjangkitnya hama tumbuh-tumbuhan, merebaknya belalang, katak, darah dsb.

[19] Agar mereka beriman dan tidak berbuat syrik dan berbuat buruk.

[20] Ketika azab itu menimpa mereka.

[21] Yang mereka maksud dengan pesihir di sini ialah Nabi Musa ‘alaihis salam. Ucapan ini bisa maksudnya memperolok-olok Beliau dan bisa maksudnya sebagai ucapan penghormatan mereka kepada Beliau, karena mereka menyangka bahwa ulama mereka adalah para pesihir.

[22] Yakni dengan keistimewaan yang Allah berikan kepadamu berupa keutamaan dan kelebihan.

[23] Dengan doa Musa.

[24] Mereka tidak memenuhi janji mereka untuk beriman dan mereka tetap di atas kekafiran (lihat pula surah Al A’raaf: 133-135).

[25] Merasa tinggi dengan kebatilannya dan telah tertipu oleh kerajaannya. Harta dan tentaranya juga telah membuatnya bersikap melampaui batas.

[26] Yakni aku rajanya dan yang berkuasa bertindak di dalamnya.

[27] Yang berasal dari sungai Nil.

[28] Yakni di bawah istanaku.

[29] Kebesaran dan kerajaanku yang panjang dan lebar. Hal ini termasuk kebodohannya yang dalam, karena ia berbangga dengan sesuatu yang berada di luar dirinya dan tidak berbangga dengan sifat-sifat terpuji dan perbuatan yang baik.

[30] Hal itu karena Beliau tidak fasih lisannya. Ini bukanlah aib jika Beliau masih bisa menerangkan isi hatinya meskipun berat dalam mengucapkan.

[31] Maksudnya, mengapa Tuhan tidak memakaikan gelang emas kepada Musa, sebab menurut kebiasaan mereka apabila seseorang akan diangkat menjadi pemimpin, mereka mengenakan gelang dan kalung emas kepadanya sebagai tanda kebesaran.

[32] Sambil menjadi saksi atas kebenarannya, membantu dakwahnya dan menguatkan ucapannya.

[33] Dengan syubhat yang ditampilkannya yang sesungguhnya tidak ada hakikatnya, yang bukan dalil terhadap yang hak maupun yang batil; syubhat yang hanya laku di kalangan orang yang lemah akal. Mana dalil yang menunjukkan bahwa Fir’aun adalah orang yang benar dalam pernyataannya bahwa dirinya sebagai raja Mesir dan sungai-sungai mengalir di bawah istananya. Apakah di sana terdapat dalil yang menunjukkan batilnya apa yang dibawa Nabi Musa ‘alaihis salam hanya karena pengikutnya sedikit, lisannya tidak fasih dan karena Allah tidak memberinya perhiasan selain hanya karena Beliau bertemu dengan para pemuka yang tidak berakal yang selalu mengikuti ucapan pimpinannya; benar atau salah.

[34] Oleh karena kefasikannya, Allah jadikan Fir’aun untuk mereka; dimana dia menghias kesyirkkan dan keburukan kepada mereka.

[35] Agar mereka tidak melakukan hal yang sama dengannya.

Related Posts:

Tafsir Az Zukhruf Ayat 26-39

Ayat 26-35: Keteguhan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam di atas kalimat tauhid, berlepas dirinya dari penyembahan kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala, protes kaum musyrik terhadap kerasulan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, dan penjelasan terhadap kerendahan dunia di hadapan Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ (٢٦) إِلا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ (٢٧) وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (٢٨) بَلْ مَتَّعْتُ هَؤُلاءِ وَآبَاءَهُمْ حَتَّى جَاءَهُمُ الْحَقُّ وَرَسُولٌ مُبِينٌ (٢٩) وَلَمَّا جَاءَهُمُ الْحَقُّ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ وَإِنَّا بِهِ كَافِرُونَ (٣٠) وَقَالُوا لَوْلا نُزِّلَ هَذَا الْقُرْآنُ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ (٣١) أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (٣٢)وَلَوْلا أَنْ يَكُونَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً لَجَعَلْنَا لِمَنْ يَكْفُرُ بِالرَّحْمَنِ لِبُيُوتِهِمْ سُقُفًا مِنْ فَضَّةٍ وَمَعَارِجَ عَلَيْهَا يَظْهَرُونَ (٣٣) وَلِبُيُوتِهِمْ أَبْوَابًا وَسُرُرًا عَلَيْهَا يَتَّكِئُونَ (٣٤) وَزُخْرُفًا وَإِنْ كُلُّ ذَلِكَ لَمَّا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةُ عِنْدَ رَبِّكَ لِلْمُتَّقِينَ (٣٥)

Tafsir Surat Az Zukhruf Ayat 26-35

26. [1]Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya[2] dan kaumnya[3], "Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah[4],

27. kecuali (aku menyembah) Allah yang mencipatakanku[5]; karena sungguh, Dia akan memberi petunjuk kepadaku[6].”

28. Dan (lbrahim ‘alaihis salam) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya[7] agar mereka kembali (kepada kalimat tauhid itu)[8].

29. Bahkan Aku telah memberikan kenikmatan hidup kepada mereka[9] dan nenek moyang mereka[10] sampai kebenaran (Al Qur’an) datang kepada mereka bersama seorang Rasul yang memberi penjelasan[11].

30. Tetapi ketika kebenaran (Al Qur’an)[12] itu datang kepada mereka, mereka berkata, "Ini adalah sihir, dan sesungguhnya kami mengingkarinya[13].”

31. Dan mereka juga berkata[14], "Mengapa Al Quran ini tidak diturunkan kepada orang besar (kaya dan berpengaruh) dari salah satu (di antara) dua negeri ini (Mekah dan Thaif)[15]?"

32. [16]Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu[17]? [18]Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia[19], dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain[20]. Dan rahmat Tuhanmu[21] lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan[22].

33. [23]Dan sekiranya bukan karena menghindarkan manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), pastilah sudah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada (Allah) Yang Maha Pengasih loteng-loteng rumah mereka dari perak, demikian pula tangga-tangga (perak) yang mereka naiki,

34. Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan tempat mereka bersandar,

35. Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan dari emas[24]. Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, sedangkan kehidupan akhirat di sisi Tuhanmu disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.

Ayat 36-39: Permusuhan yang terjadi antara setan dan bala tentaranya dengan hamba-hamba Allah; orang yang berakal adalah orang yang sadar terhadapnya.

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ (٣٦)وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ (٣٧) حَتَّى إِذَا جَاءَنَا قَالَ يَا لَيْتَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ بُعْدَ الْمَشْرِقَيْنِ فَبِئْسَ الْقَرِينُ (٣٨)وَلَنْ يَنْفَعَكُمُ الْيَوْمَ إِذْ ظَلَمْتُمْ أَنَّكُمْ فِي الْعَذَابِ مُشْتَرِكُونَ (٣٩)

Tafsir Surat Az Zukhruf Ayat 36-39

36. [25]Barang siapa berpaling dari pengajaran Allah[26] Yang Maha Pengasih (Al Quran), Kami biarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya.

37. Dan sungguh, mereka (setan-setan itu) benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar, sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk[27].

38. Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada Kami (pada hari Kiamat) dia berkata, "Wahai! Sekiranya (jarak) antara aku dan kamu seperti jarak antara timur dan barat! Memang setan itu teman yang paling jahat (bagi manusia).”

39. Dan (harapanmu itu) sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu pada hari itu karena kamu telah menzalimi (dirimu sendiri)[28]. Sesungguhnya kamu pantas bersama-sama dalam azab itu[29].

KANDUNGAN AYAT

[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang agama Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, dimana orang-orang Ahli Kitab dan kaum musyrik menisbatkan diri kepada Beliau, dan masing-masing mereka menyangka bahwa mereka berada di atas jalan Beliau, maka dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang agama Beliau yang diwariskannya kepada anak cucunya.

[2] Di antara mufassir ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Abiihi (bapaknya) ialah pamannya.

[3] Ayah dan kaumnya menyembah selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[4] Maksudnya, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam tidak menyembah berhala-berhala yang disembah kaumnya, membencinya, menjauhinya dan memusuhi orang-orang yang menyembahnya.

[5] Dialah yang aku sembah.

[6] Yakni aku berharap Dia memberiku petunjuk kepada ilmu terhadap yang hak dan mengamalkannya. Sebagaimana Dia telah menciptakanku dan mengurusku dengan sesuatu yang memperbaiki fisik dan duniaku, maka Dia akan menunjuki pula aku terhadap hal yang bermaslahat bagi agamaku dan akhiratku.

[7] Oleh karena itu, senantiasa pada keturunan Beliau ada orang yang mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla.

[8] Maksudnya, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam menjadikan kalimat tauhid sebagai pegangan bagi keturunannya sehingga kalau di antara mereka ada orang yang mempersekutukan Allah agar mereka kembali kepada tauhid itu, karena sudah masyhurnya kalimat itu dari Beliau dan karena ia merupakan wasiat Beliau kepada keturunannya. Kalimat ini tetap ada pada keturunannya sampai mereka didatangi oleh kemewahan hidup dan sikap melampaui batas.

[9] Yakni orang-orang musyrik.

[10] Dengan berbagai kesenangan, sehingga hal itu (kesenangan) menjadi tujuan.

[11] Di antara keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam itu ada yang melupakan tauhid dan Allah tidak mengazab mereka tetapi memberikan kenikmatan dan kehidupan kepada mereka yang seharusnya mereka syukuri. Namun mereka tidak mensyukurinya, malah menuruti hawa nafsunya, karena itu Allah menurunkan Al Quran dan mengutus seorang Rasul untuk membimbing mereka dan menjelaskan hukum-hukum syar’i. Benarnya kerasulan Beliau dapat dilihat dari akhlak Beliau, mukjizatnya, apa yang Beliau bawa, Beliau membenarkan para rasul sebelumnya, dan dapat dilihat pula dari inti dakwahnya.

[12] Dimana kebenaran itu mengharuskan orang yang memiliki akal meskipun kurang sempurna untuk menerima dan tunduk kepadanya.

[13] Ini merupakan penentangan yang paling keras, dimana mereka tidak hanya berpaling dan mengingkari, bahkan mereka belum puas sampai mencacatkan kebenaran dan memperburuk citranya dan menganggapnya sebagai sihir yang tidak dilakukan kecuali oleh orang yang paling buruk dan paling besar kedustaannya, dan yang membuat mereka begitu adalah karena sikap melampaui batas mereka karena Allah telah menganugerahkan kesenangan kepada mereka dan nenek moyang mereka.

[14] Memberikan usulan berdasarkan akal mereka yang rusak.

[15] Mereka mengingkari wahyu dan kenabian Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, karena menurut pikiran mereka, seorang yang diutus menjadi Rasul itu hendaklah seorang yang kaya raya dan berpengaruh.

Kalau sekiranya mereka mengetahui hakikat laki-laki sejati dan sifat yang dengannya diketahui tingginya kedudukan seseorang di sisi Allah maupun di sisi makhluk-Nya, tentu mereka akan mengetahui, bahwa Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib adalah laki-laki yang paling besar kedudukannya, paling tinggi kemuliaannya, paling sempurna akalnya, paling banyak ilmunya, paling tajam dan kuat pendapatnya, paling sempurna akhlaknya, paling luas kasih sayangnya, paling banyak memberikan petunjuk dan paling takwa kepada-Nya. Beliau adalah laki-laki yang paling sempurna, laki-laki nomor satu di dunia; diakui oleh kawan maupun lawan. Oleh karena itu, hanya orang yang dungu saja yang tidak mengakui keutamaan dan kemuliaan Beliau, yaitu orang-orang yang berdoa dan beribadah kepada sesuatu yang lebih lemah dari dirinya, seperti patung, berhala, batu, pohon, dsb. yang tidak dapat menimpakan bahaya dan tidak dapat memberikan manfaat, tidak dapat memberi dan menghalangi, bahkan menjadi beban bagi penyembahnya, perlu diurusnya dan dijaga. Bukankah ini menunjukkan kebodohannya dan tidak dapat menimbang sesuatu secara adil dan tepat?

[16] Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman membantah usulan mereka.

[17] Maksudnya, apakah mereka yang menyimpan rahmat Tuhanmu (seperti kenabian, dsb.) dan di tangan mereka hak mengaturnya, sehingga mereka memberikan kenabian dan kerasulan kepada orang yang mereka kehendaki dan mencegahnya dari orang yang mereka kehendaki.

[18] Jika penghidupan manusia dan rezeki mereka di tangan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, Dia yang membagikannya di antara hamba-hamba-Nya, Dia yang melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya kepada siapa yang Dia kehendaki sesuai kebijaksanaan-Nya, maka rahmat agama; dimana yang paling tinggi adalah kenabian dan kerasulan lebih patut berada di Tangan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, sehingga Dialah yang paling tahu dimanakah Dia menaruh risalah-Nya. Dari sini diketahui, bahwa usulah mereka gugur dengan sendirinya, dan bahwa mengatur segala urusan baik yang terkait dengan agama maupun dunia adalah di Tangan Allah Subhaanahu wa Ta'aala saja. Hal ini untuk menundukkan mereka dari sisi kesalahan mereka dalam memberikan usulan yang bukan di tangan mereka urusan tentang hal itu, bahkan hal itu sebenarnya sikap zalim mereka dan penolakan terhadap yang hak.

[19] Yakni oleh karena itu, Kami jadikan sebagian mereka sebagai orang kaya dan sebagian lagi sebagai orang miskin.

[20] Dalam ayat ini terdapat pengingat dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala terhadap hikmah mengapa Dia melebihkan sebagian hamba di atas sebagian yang lain di dunia, yaitu agar sebagian dapat dimanfaatkan oleh orang lain dengan mendapat upah. Jika seandainya manusia semuanya sama kaya, dan sebagiannya tidak membutuhkan yang lain, maka tentu banyak maslahat mereka yang hilang.

[21] Yaitu surga.

[22] Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa nikmat agama jauh lebih baik daripada nikmat dunia.

[23] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa dunia tidak ada artinya apa-apa di sisi-Nya, dan kalau bukan karena kelembutan dan rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, tentu Dia akan meluaskan dunia kepada orang-orang kafir dengan seluas-luasnya.

[24] Yakni kalau bukan karena dikhawatirkan orang-orang mukmin akan kafir karena orang-orang kafir diberikan semua kesenangan itu, tentu Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan memberikan semua yang disebutkan itu karena rendahnya kedudukan dunia di sisi Allah dan tidak ada artinya dengan kenikmatan di akhirat.

Ayat ini menunjukkan bahwa Dia menghalangi hamba-hamba-Nya sebagian kesenangan dunia baik secara umum maupun khusus karena maslahat mereka, dan bahwa dunia di sisi Allah tidak memiliki arti apa-apa sampai saking rendahnya tidak menyamai beratnya sayap nyamuk, dan bahwa semua yang disebutkan adalah kesenangan hidup di dunia yang memiliki kekurangan, sementara dan akan binasa, dan bahwa akhirat (surga) di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, karena kenikmatannya sempurna, kekal dan semua yang diinginkan ada.

[25] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang hukuman-Nya yang besar bagi orang yang berpaling dari peringatan-Nya.

[26] Yaitu Al Qur’anul Karim yang merupakan rahmat terbesar yang Dia berikan kepada hamba-hamba-Nya.

Barang siapa yang menerimanya, maka ia telah menerima pemberian terbaik, berhasil memperoleh harapan yang paling besar, dan barang siapa yang berpaling darinya dan menolaknya, maka ia telah rugi dengan kerugian yang tidak ada lagi kebahagiaan setelahnya, dan Allah Yang Maha Pengasih akan menyerahkan untuknya setan yang durhaka sebagai kawannya yang menemani, yang menjanjikan dan membuatnya berangan-angan serta mendorongnya berbuat maksiat.

* siapa yang lalai dari Al Qur’an, lalai dari dzikir, lalai dari shalat dan ibadah, maka akan mudah diganggu setan

[27] Hal ini disebabkan penghiasan dari setan kepada kebatilan dan berpalingnya mereka dari yang hak.

Jika seorang berkata, “Apakah ia bisa diterima uzurnya, yaitu karena ia mengira bahwa hal itu sebagai petunjuk?” Maka dijawab, bahwa orang itu dan yang sepertinya tidak bisa diterima uzurnya karena sumber kebodohan mereka adalah berpaling dari peringatan Allah padahal mampu mengambilnya sebagai petunjuk; mereka tidak suka petunjuk padahal mampu memperolehnya, dan mereka juga senang kepada yang batil.

Inilah keadaan orang yang berpaling dari mengingat Allah di dunia bersama kawannya yaitu setan, ia berada dalam kesesatan, kebodohan dan terbaliknya hakikat yang sebenarnya. Adapun keadaannya ketika datang menghadap Tuhannya, maka lebih buruk lagi, ia akan menampakkan penyesalan dan kesedihan yang tidak dapat ditutupi, dan berlepas diri dari kawannya itu (lihat ayat 38 surah ini).


[28] Dengan kekafiran dan kemaksiatan.

[29] Kebersamaan mereka dalam azab tidaklah memberikan manfaat apa-apa bagi mereka, demikian pula mereka tidak mendapatkan ruh hiburan saat tertimpa musibah, karena biasanya ketika di dunia saat seseorang tertimpa musibah, lalu ada orang lain pula yang mendapatkan musibah, maka musibah itu terasa ringan dan sebagiannya menghibur yang lain. Adapun musibah di akhirat, maka musibah itu menghimpun semua siksa, di dalamnya tidak ada istirahat meskipun sebentar. Ya Allah, masukkanlah kami ke surga dan jauhkanlah kami dari neraka.

Related Posts:

Tafsir Az Zukhruf Ayat 15-25

Ayat 15-25: Bantahan terhadap anggapan kaum musyrik, penyucian Allah Subhaanahu wa Ta'aala dari anak dan sekutu, serta celaan terhadap taqlid buta yang membuat akal beku.

وَجَعَلُوا لَهُ مِنْ عِبَادِهِ جُزْءًا إِنَّ الإنْسَانَ لَكَفُورٌ مُبِينٌ (١٥) أَمِ اتَّخَذَ مِمَّا يَخْلُقُ بَنَاتٍ وَأَصْفَاكُمْ بِالْبَنِينَ (١٦) وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِمَا ضَرَبَ لِلرَّحْمَنِ مَثَلا ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (١٧) أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ (١٨) وَجَعَلُوا الْمَلائِكَةَ الَّذِينَ هُمْ عِبَادُ الرَّحْمَنِ إِنَاثًا أَشَهِدُوا خَلْقَهُمْ سَتُكْتَبُ شَهَادَتُهُمْ وَيُسْأَلُونَ (١٩) وَقَالُوا لَوْ شَاءَ الرَّحْمَنُ مَا عَبَدْنَاهُمْ مَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ (٢٠) أَمْ آتَيْنَاهُمْ كِتَابًا مِنْ قَبْلِهِ فَهُمْ بِهِ مُسْتَمْسِكُونَ (٢١) بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ (٢٢) وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ (٢٣) قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ آبَاءَكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ (٢٤) فَانْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (٢٥)

Tafsir Surat Az Zukhruf Ayat 15-25

15. [1]Dan mereka menjadikan sebagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bagian dari-Nya[2]. Sungguh, manusia itu[3] pengingkar (nikmat Allah) yang nyata.

16. Pantaskah Dia mengambil anak perempuan dari yang diciptakan-Nya dan memberikan anak laki-laki kepadamu?

17. Dan apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa (kelahiran anak perempuan) yang dijadikan sebagai perumpamaan bagi Allah Yang Maha Pengasih, jadilah wajahnya hitam pekat karena menahan sedih dan marah[4].

18. Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak mampu memberi alasan yang tegas dan jelas dalam pertengkaran[5].

19. Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih itu sebagai jenis perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan (malaikat-malaikat itu)? Kelak akan dituliskan kesaksian mereka[6] dan akan dimintakan pertanggungjawaban.

20. Dan mereka berkata, "Sekiranya Allah Yang Maha Pengasih menghendaki, tentulah Kami tidak menyembah mereka (malaikat)[7].” Mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu. Tidak lain mereka hanyalah menduga-duga belaka.

21. Atau apakah pernah Kami berikan sebuah kitab kepada mereka sebelum Al Quran[8], lalu mereka berpegang dengan kitab itu?

22. Bahkan mereka berkata, "Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama, dan kami mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka.”

23. Dan demikian juga ketika Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) selalu berkata, "Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami sekadar pengikut jejak-jejak mereka[9].”

24. (Rasul itu) berkata, "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih baik daripada apa yang kamu peroleh dari (agama) yang dianut nenek moyangmu?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mengingkari (agama) yang kamu diperintahkan untuk menyampaikannya[10]."

25. Lalu Kami binasakan mereka[11], maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (kebenaran)[12].

KANDUNGAN AYAT

[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang kejinya ucapan orang-orang musyrik yang menjadikan anak untuk Allah, padahal Dia Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tidak punya istri dan anak, dan tidak ada yang setara dengan-Nya, dan bahwa hal tersebut termasuk kebatilan yang paling batil karena beberapa sisi, di antaranya:

- Makhluk semuanya adalah hamba-Nya, dan keadaan sebagai hamba menolak sebagai anak.

- Anak merupakan bagian dari bapaknya, sedangkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala berbeda dengan makhluk-Nya. Berbeda sifat-Nya dan sifat-sifat kebesaran-Nya. Oleh karena itu, mustahil Allah Subhaanahu wa Ta'aala mempunyai anak.

- Mereka menyangka bahwa para malaikat adalah puteri-puteri Allah, padahal sudah menjadi maklum bahwa puteri merupakan bagian yang paling rendah, lalu bagaimana untuk Allah anak perempuan dan untuk mereka anak laki-laki. Apakah mereka lebih mulia dari Allah, Mahatinggi Allah dari hal itu dengan ketinggian yang besar.

- Bagian yang mereka nisbatkan kepada Allah adalah puteri, dimana bagian tersebut adalah bagian yang paling hina, paling mereka benci, bahkan saking bencinya mereka, ketika diberitakan kelahiran seorang anak perempuan wajahnya menjadi hitam, lalu bagaimana mereka menjadikan untuk Allah sesuatu yang mereka benci.

- Perempuan sifatnya memiliki kekurangan, termasuk dalam bicara dan dalam menjelaskan (lihat ayat 18).

- Mereka menjadikan para malaikat yang sesungguhnya sebagai hamba-hamba Allah sebagai perempuan, sehingga mereka berani terhadap para malaikat yang didekatkan, mengangkat mereka (para malaikat) dari kedudukan sebagai hamba sebagai sekutu bagi Allah dalam sesuatu yang menjadi kekhususan-Nya, selanjutnya mereka menurunkan kedudukan mereka (para malaikat) dari kedudukan laki-laki kepada kedudukan perempuan, maka Mahasuci Allah yang memperlihatkan bertentangannya orang yang berdusta terhadap-Nya dan menentang Rasul-Nya.

- Allah Subhaanahu wa Ta'aala membantah mereka (kaum musyrik), bahwa mereka tidak menyaksikan penciptaan malaikat, lalu bagaimana mereka berani berbicara terhadap sesuatu yang tidak mereka ketahui. Meskipun begitu, mereka akan ditanya tentang persaksian tersebut, akan dicatat dan akan diberikan siksa sebagai balasan.

[2] Maksudnya orang musyrikin mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah, padahal malaikat itu sebagian dari makhluk ciptaan-Nya.

[3] Yang mengatakan seperti itu.

[4] Maksud ayat ini ialah apabila dia diberi kabar tentang kelahiran anaknya yang perempuan, mukanya menjadi merah padam karena malu dan dia sangat marah, padahal dia sendiri mengatakan bahwa Allah mempunyai anak perempuan.

[5] Yakni tidak jelas hujjahnya dan tidak fasih mengungkapkan isi hatinya, lalu bagaimana mereka menisbatkannya kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala?

[6] Yaitu bahwa para malaikat adalah perempuan.

[7] Mereka ketika menyembah para malaikat berhujjah dengan kehendak Allah; hujjah yang senantiasa dipakai orang-orang musyrik, hujjah yang batil dengan sendirinya secara akal maupun syara’. Semua orang yang berakal tidak akan menerima berhujjah dengan qadar, dan jika tetap dilakukannya, maka pendiriannya tidak akan teguh karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah memberikan kekuasaan kepada mereka untuk memilih jalan yang benar dan jalan yang salah, dan Dia telah menegakkan hujjah dengan mengutus Rasul-Nya untuk menerangkan jalan yang benar, tetapi mereka malah memilih jalan yang salah dengan kesadaran mereka. Adapun secara syara’ adalah karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala membatalkan berhujjah dengannya, Dia telah menegakkan hujjah sehingga tidak ada hujjah bagi seorang pun terhadapnya. Oleh karena itu Dia berfirman, “Mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu. Tidak lain mereka hanyalah menduga-duga belaka.”

[8] Yang memberitakan benarnya perbuatan dan ucapan mereka. Bahkan tidak demikian, sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pemberi peringatan kepada mereka, sedangkan mereka sebelumnya tidak didatangi oleh pemberi peringatan. Dengan demikian, akal dan naql (kitab) tidak membenarkan perbuatan mereka, sehingga tidak ada lagi setelahnya selain kebatilan. Ya memang, mereka punya alasan, yang bukan hujjah, tetapi syubhat, dimana syubhat itu adalah syubhat yang paling lemah, yaitu mengikuti nenek moyang mereka yang sesat, dimana orang-orang kafir sejak dulu biasa menolak rasul karena alasan mengikuti nenek moyang.

[9] Oleh karena itu, mereka bukanlah orang pertama yang menolak rasul dengan alasan mengikuti nenek moyang, dan mereka bukanlah orang yang pertama mengucapkan kata-kata itu.

# Berhujjahnya mereka (kaum musyrik) dengan mengikuti nenek moyang mereka bukanlah tujuannya mengikuti yang hak dan mengikuti petunjuk, ia hanyalah sebatas fanatik yang maksudnya membela kebatilan mereka.

# Sesungguhnya orang-orang yang taklid ini, mengamalkan ajaran agama mereka hanyalah dengan pendapat para pendahulu mereka yang diwarisi secara turun-temurun. Apabila datang seorang juru dakwah yang mengajak mereka keluar dari kesesatan, kembali kepada al-haq, atau menjauhkan mereka dari kebid’ahan yang mereka yakini dan warisi dari para pendahulu mereka itu tanpa didasari dalil yang jelas—hanya berdasarkan katanya dan katanya
[10] Dari sini diketahui, bahwa mereka tidak ingin mengikuti yang hak dan mengikuti petunjuk, maksud mereka adalah mengikuti yang batil dan hawa nafsu.

[11] Karena pendustaan mereka terhadap yang hak dan penolakan mereka kepadanya dengan syubhat yang batil ini.

[12] Oleh karena itu, hendaknya mereka ini takut jika terus menerus mendustakan akan ditimpa hal yang sama seperti yang menimpa generasi sebelum mereka.

Related Posts:

Tafsir Az Zukhruf Ayat 1-14

Surah Az Zukhruf (Perhiasan)

Surah ke-43. 89 ayat. Makkiyyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-8: Kedudukan Al Qur’anul Karim dan keadaannya sebagai undang-undang yang kekal bagi umat, wajibnya mengamalkannya dan tetap berhubungan dengannya, serta keadaan orang-orang kafir yang mengolok-olok para rasul.

حم (١) وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ (٢) إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (٣) وَإِنَّهُ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيٌّ حَكِيمٌ (٤) أَفَنَضْرِبُ عَنْكُمُ الذِّكْرَ صَفْحًا أَنْ كُنْتُمْ قَوْمًا مُسْرِفِينَ (٥) وَكَمْ أَرْسَلْنَا مِنْ نَبِيٍّ فِي الأوَّلِينَ (٦) وَمَا يَأْتِيهِمْ مِنْ نَبِيٍّ إِلا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (٧)فَأَهْلَكْنَا أَشَدَّ مِنْهُمْ بَطْشًا وَمَضَى مَثَلُ الأوَّلِينَ (٨)



Tafsir Surat Az Zukhruf Ayat 1-8

1. Haa Miim[1].

2. [2]Demi kitab (Al Quran) yang menerangkan.

3. Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab[3] agar kamu mengerti[4].

4. Dan sesungguhnya Al Quran itu dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, benar-benar (bernilai) tinggi[5] dan penuh hikmah[6].

5. [7]Maka apakah Kami akan berhenti menurunkan ayat-ayat (sebagai peringatan) Al Qur’an kepadamu[8], karena kamu kaum yang melampaui batas?

6. [9]Dan betapa banyak nabi-nabi yang telah Kami utus kepada umat-umat yang terdahulu.

7. Dan setiap kali seorang nabi datang kepada mereka, mereka selalu memperolok-olokkannya[10].

8. Karena itu, Kami binasakan orang-orang yang lebih besar kekuatannya di antara mereka dan telah berlalu contoh umat-umat terdahulu[11].



Ayat 9-14: Kaum musyrik mengakui bahwa Allah Pencipta langit dan bumi, namun yang mereka sembah malah berhala, bukti-bukti keesaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan keberhakan-Nya untuk diibadahi, dan nikmat Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada hamba-hamba-Nya.

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ (٩) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ مَهْدًا وَجَعَلَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلا لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (١٠) وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنْشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ تُخْرَجُونَ (١١) وَالَّذِي خَلَقَ الأزْوَاجَ كُلَّهَا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْفُلْكِ وَالأنْعَامِ مَا تَرْكَبُونَ (١٢) لِتَسْتَوُوا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ (١٣) وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ (١٤)

Tafsir Surat Az Zukhruf Ayat 9-14

9. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Pastilah mereka akan menjawab, "Semuanya diciptakan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa[12] lagi Maha Mengetahui[13].”

10. [14]Yang menjadikan bumi sebagai tempat menetap bagimu dan Dia menjadikan jalan-jalan di atas bumi[15] untukmu agar kamu mendapat petunjuk[16].

11. Dan yang menurunkan air dari langit menurut ukuran (yang diperlukan)[17], lalu dengan air itu Kami hidupkan negeri yang mati (tandus). Seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).

12. Dan yang menciptakan semua berpasang-pasangan[18] dan menjadikan kapal untukmu dan hewan ternak yang kamu tunggangi,

13. agar kamu duduk di atas punggungnya[19] kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu[20] apabila kamu telah duduk di atasnya; dan agar kamu mengucapkan, "Mahasuci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya[21],

14. dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.”


[1] Lihat pembahasan tentangnya di awal ayat surah Al Baqarah.

[2] Ini adalah bersumpah dengan Al Qur’an untuk Al Qur’an. Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersumpah dengan kitab yang menerangkan dan menyebutkan secara mutlak “menerangkan” namun tidak menyebutkan menerangkan apa, untuk menunjukkan bahwa Al Qur’an menerangkan semua yang dibutuhkan hamba baik yang terkait dengan urusan dunia, agama maaupun akhirat.

[3] Inilah isi sumpahnya, yakni Al Qur’an dijadikan dengan bahasa yang paling fasih, paling jelas, dan paling terang, dan ini di antara kejelasannya. Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan hikmahnya.

[4] Baik lafaz maupun maknanya agar lebih mudah dipahami di pikiran.

[5] Di atas kitab-kitab sebelumnya.

[6] Penuh hikmah pada perintah dan larangannya serta beritanya. Oleh karena itu, tidak ada satu pun hukum yang menyelisihi hikmah, keadilan dan keselarasan.

[7] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa hikmah dan karunia-Nya menghendaki untuk tidak membiarkan hamba-hamba-Nya begitu saja; dengan tidak mengutus rasul dan tidak menurunkan kitab meskipun mereka sebagai orang-orang yang melampaui batas lagi zalim.

[8] Yakni apakah Kami akan berpaling dari kamu dan Kami tidak menurunkan kitab kepadamu serta membiarkan kamu (tidak memerintahkan kamu dan tidak melarang) karena kamu berpaling dan tidak mau tunduk kepadanya? Bahkan Kami tetap akan menurunkan kitab dan menerangkan segala sesuatu di dalamnya. Jika kamu mengimaninya maka kamu akan mendapatkan petunjuk, dan jika kamu tidak beriman, maka telah tegak hujjah atas kamu dan kamu di atas masalah yang sudah jelas perkaranya.

[9] Allah Subhaanahu wa Ta'aala dengan ayat ini menerangkan bahwa sudah menjadi sunnah-Nya; Dia tidak meninggalkan mereka begitu saja, bahkan betapa banyak nabi-nabi yang telah diutus-Nya kepada umat-umat sebelum mereka.

[10] Sebagaimana olok-olokkan kaummu kepadamu. Ini merupakan hiburan untuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

[11] Yakni Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkannya kepada kamu karena di dalamnya terdapat pelajaran dan agar kamu berhenti dari mendustakan dan mengingkari.

[12] Dengan keperkasaan-Nya semua makhluk tunduk kepada-Nya.

[13] Dia Maha Mengetahui perkara yang tampak maupun tersembunyi, yang awal maupun yang akhir.

Jika mereka mengakui bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang menciptakan langit dan bumi, lalu mengapa mereka menjadikan anak, istri dan sekutu untuk-Nya? Mengapa mereka menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang tidak mampu menciptakan dan memberi rezeki, tidak dapat mematikan dan menghidupkan.

[14] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan di antara dalil yang menunjukkan sempurnanya nikmat dan kekuasaan-Nya, yaitu karena Dia telah menciptakan bumi untuk manusia dan menjadikannya sebagai tempat menetap bagi manusia sehingga mereka bisa melakukan apa yang mereka inginkan di atasnya.

[15] Yakni di antara gunung-gunung.

[16] Yani agar kamu mendapat petunjuk jalan dan tidak tersesat, demikian pula agar kamu mendapat petunjuk dari memperhatikan hal itu; yang menunjukkan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah membiarkan hamba-hamba-Nya tersesat dan kebingungan, sehingga Dia jelaskan jalan petunjuk agar mereka tidak tersesat dalam meniti hidup di dunia.

[17] Tidak kurang dan tidak lebih, dan hal itu pun disesuaikan dengan ukuran kebutuhan; tidak kurang sehingga tidak memberi manfaat dan tidak banyak sehingga memadharratkan hamba dan negerinya, bahkan Dia menghujani hamba dan menyelamatkan negeri-negeri dari kesengsaraan.

[18] Ada malam dan ada siang, ada panas dan ada dingin, ada laki-laki dan ada perempuan, dst.

[19] Baik punggung kapal maupun punggung binatang ternak.

[20] Yaitu mengakui nikmat Allah, karena Dia telah menundukkannya, serta memuji-Nya.

[21] Yakni kalau bukan karena penundukkan-Nya kepada kami baik kapal maupun hewan ternak, tentu kami tidak akan sanggup menguasainya. Akan tetapi, karena kelembutan dan kemurahan-Nya Dia menundukkannya dan memudahkan sebab-sebabnya.



Maksud ayat ini adalah bahwa Tuhan yang memiliki sifat itu, yaitu melimpahkan berbagai nikmat kepada hamba-hamba-Nya, Dialah yang berhak diibadahi, ditujukan shalat dan sujud serta doa.

Related Posts:

Tafsir Asy Syuura Ayat 47-53

Ayat 47-50: Keutamaan memenuhi perintah Allah, kewajiban para rasul adalah menyampaikan, kerajaan adalah milik Allah Subhaanahu wa Ta'aala seluruhnya, dan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang mengaruniakan anak laki-laki dan perempuan.

اسْتَجِيبُوا لِرَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لا مَرَدَّ لَهُ مِنَ اللَّهِ مَا لَكُمْ مِنْ مَلْجَإٍ يَوْمَئِذٍ وَمَا لَكُمْ مِنْ نَكِيرٍ (٤٧) فَإِنْ أَعْرَضُوا فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا إِنْ عَلَيْكَ إِلا الْبَلاغُ وَإِنَّا إِذَا أَذَقْنَا الإنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً فَرِحَ بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَإِنَّ الإنْسَانَ كَفُورٌ (٤٨) لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ (٤٩) أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ (٥٠)

Terjemah Surat Asy Syuura Ayat 47-50

47. [1]Patuhilah seruan Tuhanmu[2] sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak (atas perintah dari Allah). Pada hari itu kamu tidak memperoleh tempat berlindung dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu).

48. Jika mereka berpaling[3], maka (ingatlah) Kami tidak mengutus engkau sebagai pengawas bagi mereka[4]. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah)[5]. [6]Dan sungguh, apabila Kami merasakan kepada manusia suatu rahmat dari Kami dia menyambutnya dengan gembira[7]; tetapi jika mereka ditimpa kesusahan[8] karena perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar), sungguh, manusia itu sangat ingkar (kepada nikmat)[9].

49. [10]Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki,

50. Atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, Dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa[11].

Ayat 51-53: Cara wahyu diturunkan kepada rasul (ada yang berupa ilham, mimpi, ucapan yang didengar oleh rasul atau dengan pengutusan malaikat Jibril ‘alaihis salam) dan keutamaan Al Qur’an.


وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ (٥١) وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الإيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (٥٢) صِرَاطِ اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ أَلا إِلَى اللَّهِ تَصِيرُ الأمُورُ (٥٣)

Terjemah Surat Asy Syuura Ayat 51-53

51. [12]Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan berbicara kepadanya kecuali dengan perantaraan wahyu[13] atau dari belakang tabir[14] atau dengan mengutus utusan (malaikat)[15] lalu diwahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahatinggi[16] lagi Mahabijaksana[17].

52. Dan Demikianlah[18] Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (Al Quran)[19] dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah kitab (Al Quran) dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan Al Quran itu cahaya, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami[20]. Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus;

53. (yaitu) jalan Allah[21] yang milik-Nyalah[22] apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah, segala urusan kembali kepada Allah[23].


[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk memenuhi seruan-Nya dengan mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, bersegera melakukannya dan tidak menundanya sebelum datang hari Kiamat yang jika sudah datang, maka tidak mungkin ditolak dan tidak dapat dikejar yang telah luput, dan seorang hamba pada hari itu tidak memiliki tempat berlindung untuk meloloskan diri dari Tuhannya, bahkan para malaikat telah mengepung mereka semua dari belakang dan ketika itu mereka dipanggil, “Wahai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.” (Terj. Ar Rahman: 33) Pada hari itu, manusia juga tidak mengingkari perbuatan yang dikerjakannya, bahkan kalau seandainya mereka mengingkari, maka anggota badannya akan menjadi saksi.

Dalam ayat ini terdapat celaan terhadap panjang angan-angan dan perintah memanfaatkan kesempatan untuk beramal saat ada amal saleh di hadapannya, serta tidak menundanya, karena menundanya terdapat malapetaka.

[2] Dengan tauhid dan ibadah.

[3] Dari apa yang engkau bawa setelah menerangkan secara sempurna.

[4] Yang menjaga dan menanyakan amal mereka.

[5] Oleh karena itu, ketika kamu telah mengerjakan kewajibanmu, maka Allah akan memberimu pahala, baik mereka mengikuti atau tidak, dan hisab mereka terserah kepada Allah yang menjaga amal mereka besar maupun kecil, yang tampak maupun tersembunyi.

[6] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keadaan manusia, yaitu apabila Allah merasakan rahmat-Nya kepada mereka, seperti kesehatan, kekayaan, kedudukan, dsb.

[7] Ia merasa tenteram dengannya dan berpaling dari yang memberi nikmat.

[8] Seperti sakit, kefakiran, dsb.

[9] Yakni tabiatnya sangat kufur kepada nikmat dan berkeluh kesah terhadap keburukan yang menimpanya.

[10] Ayat ini di dalamnya terdapat berita tentang luasnya kerajaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, berlakunya tindakan-Nya pada kerajaan-Nya sesuai yang Dia kehendaki, Dia mengatur semua urusan, sampai-sampai pengaturan Allah Subhaanahu wa Ta'aala karena meratanya; mengena kepada makhluk terhadap sebab yang dikerjakan mereka. Nikah misalnya, ia termasuk sebab lahirnya anak, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala Dialah yang memberikan kepada mereka anak sesuai yang Dia kehendaki. Di antara makhluk-Nya ada yang Dia karuniakan anak perempuan, ada pula yang Dia karuniakan anak laki-laki, ada pula yang Dia berikan secara berpasangan dan bersamaan; anak laki-laki dan perempuan, dan di antara mereka ada pula yang Dia jadikan mandul.

[11] Dia mengetahui segala sesuatu dan berkuasa terhadap segala sesuatu, sehingga Dia bertindak dengan ilmu-Nya dan dengan kekuasaan-Nya terhadap makhluk-makhluk-Nya.

[12] Ketika orang-orang yang mendustakan para rasul berkata, “Mengapa Allah tidak berbicara langsung dengan kami?” karena kesombongan mereka, maka Allah membantah mereka dengan ayat yang mulia ini, dan bahwa pembicaraan Allah Subhaanahu wa Ta'aala hanyalah kepada makhluk pilihan-Nya, dan bahwa caranya sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas.

[13] Yaitu dengan menyampaikan wahyu ke dalam hati rasul tersebut tanpa mengutus seorang malaikat dan tanpa berbicara secara langsung.

[14] Dari belakang tabir artinya ialah seorang dapat mendengar firman Allah, akan tetapi dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi pada Nabi Musa ‘alaihis salam.

[15] Seperti malaikat Jibril ‘alaihis salam.

[16] Tinggi zat-Nya, sifat-Nya, tinggi perbuatan-Nya, Dia mengalahkan segala sesuatu dan semua makhluk tunduk kepada-Nya.

[17] Karena menempatkan sesuatu pada tempatnya.

[18] Sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada para rasul sebelum-Mu.

[19] Al Qur’an disebut ruh karena dengannya hati dan ruh menjadi hidup, demikian pula maslahat dunia dan agama menjadi hidup dengannya; karena di dalamnya terdapat kebaikan dan ilmu yang banyak. Ia merupakan pemberian Allah murni kepada rasul-Nya dan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin tanpa sebab dari mereka. Oleh karena itulah, Dia berfirman, “Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah kitab (Al Quran) dan apakah iman itu, yakni engkau tidak memiliki pengetahuan tentang berita kitab-kitab terdahulu, demikian pula tidak memiliki iman dan amal terhadap syariat Allah, bahkan engkau adalah seorang yang ummi (buta huruf), tidak bisa menulis dan membaca, lalu datanglah kitab ini kepadamu,

[20] Mereka mengambil sinarnya untuk menerangi kegelapan kufur, bid’ah, dan hawa nafsu. Dengannya mereka mengenal hakikat dan dengannya mereka memperoleh petunjuk ke jalan yang lurus.

[21] Jalan tersebut menghubungkan kepada Allah dan kepada surga-Nya.

[22] Yakni milik-Nya, ciptaan-Nya dan hamba-Nya.

[23] Semua perkara baik maupun buruk dikembalikan, maka Dia akan memberikan balasan sesuai amal yang dilakukan seseorang; jika baik maka dibalas dengan kebaikan dan jika buruk, maka akan dibalas dengan keburukan.

Related Posts:

Tafsir Asy Syuura Ayat 36-46

Ayat 36-43: Kenikmatan dunia hanya sebentar, kenikmatan akhirat itulah yang kekal, dan penjelasan tentang sifat-sifat orang-orang mukmin, perlunya musyawarah tentang masalah keduniaan, bersabar dan memaafkan lebih baik daripada mengambil pembalasan.

فَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (٣٦) وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الإثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ (٣٧) وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (٣٨)وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ (٣٩)وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ (٤٠) وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ (٤١) إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٤٢) وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الأمُورِ (٤٣)

Terjemah Surat Asy Syuura Ayat 36-43

36. [1]Apa pun (kenikmatan) yang diberikan kepadamu[2], maka itu adalah kesenangan hidup di dunia[3]. Sedangkan apa (kenikmatan) yang ada di sisi Allah[4] lebih baik[5] dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakkal[6],

37. dan juga (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji[7], dan apabila mereka marah segera memberi maaf[8].

38. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya[9] dan melaksanakan shalat[10], sedang urusan mereka[11] (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka[12]; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka[13],

39. dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri[14].

40. [15]Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa yang memaafkan[16] dan berbuat baik[17] kepada orang yang berbuat jahat maka pahalanya dari Allah[18]. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.

41. Tetapi orang-orang yang membela diri setelah dizalimi[19], tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka.

42. Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia[20] dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksaan yang pedih[21].

43. Tetapi barang siapa bersabar[22] dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia[23].



Ayat 44-46: Orang-orang yang dibiarkan sesat oleh Allah tidak akan menemukan pemimpin yang memberi petunjuk, dan dia akan memperoleh azab yang menghinakan di akhirat.

وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ وَلِيٍّ مِنْ بَعْدِهِ وَتَرَى الظَّالِمِينَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ يَقُولُونَ هَلْ إِلَى مَرَدٍّ مِنْ سَبِيلٍ (٤٤) وَتَرَاهُمْ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا خَاشِعِينَ مِنَ الذُّلِّ يَنْظُرُونَ مِنْ طَرْفٍ خَفِيٍّ وَقَالَ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلا إِنَّ الظَّالِمِينَ فِي عَذَابٍ مُقِيمٍ (٤٥) وَمَا كَانَ لَهُمْ مِنْ أَوْلِيَاءَ يَنْصُرُونَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ سَبِيلٍ (٤٦)



Terjemah Surat Asy Syuura Ayat 44-46

44. [24]Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah[25], maka tidak ada baginya pelindung[26] setelah itu. Kamu akan melihat orang-orang zalim ketika mereka melihat azab berkata[27], "Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?"

45. Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tertunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata[28], "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat[29]. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang zalim[30] itu berada dalam azab yang kekal[31].

46. Dan mereka tidak akan mempunyai pelindung yang dapat menolong mereka[32] selain Allah. Barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah tidak akan ada jalan keluar baginya (untuk mendapat petunjuk)[33].


[1] Ayat ini membuat seseorang zuhud kepada dunia dan cinta kepada akhirat serta menyebutkan amal yang dapat menyampaikan kepadanya.

[2] Seperti kekuasaan, kedudukan, harta dan anak, serta badan yang sehat.

[3] Yang kemudian akan hilang.

[4] Yaitu pahala yang besar dan kenikmatan yang kekal.

[5] Daripada kesenangan dunia.

[6] Mereka menggabung antara iman yang benar yang menghendaki amal dengan tawakkal, dimana ia (tawakkal) merupakan alat untuk setiap amal. Oleh karena itu, setiap amal yang tidak dibarengi tawakkal, maka tidak akan sempurna. Tawakkal adalah bersandarnya hati kepada Allah dalam mendatangkan apa yang dicintai hamba dan dalam menghindarkan apa yang tidak disukainya dengan disertai rasa percaya kepada-Nya.

[7] Menurut Syaikh As Sa’diy, perbedaan antara dosa-dosa besar dengan perbuatan keji; dimana kedua-duanya sama-sama dosa besar adalah, bahwa perbuatan keji adalah dosa besar dimana dalam hati manusia ada kecenderungan kepadanya, seperti zina dan sebagainya. Sedangkan dosa besar (selain perbuatan keji) tidak seperti itu. Hal ini ketika dipadukan antara keduanya, akan tetapi ketika dipisahkan, maka masing-masingnya masuk ke dalam yang lain.

[8] Yakni mereka memiliki akhlak yang mulia dan kebiasaan yang baik, dimana sifat santun menjadi tabiat mereka, akhlak yang mulia juga sehingga ketika ada yang membuat mereka marah, baik dengan kata-kata maupun perbuatannya, maka mereka menahan marahnya dan tidak memberlakukannya, bahkan mereka memaafkan dan tidak membalas orang yang jahat kecuali dengan ihsan, memaafkan dan mengampuni; sehingga dari sikap itu muncullah berbagai maslahat dan terhindar berbagai mafsadat baik bagi mereka maupun orang lain; bahkan yang sebelumnya terdapat permusuhan menjadi persahabatan.

[9] Yakni tunduk menaati-Nya dan menyambut seruan-Nya seperti tauhid dan beribadah kepada-Nya, sehingga niat mereka adalah mencari keridhaan-Nya dan tujuan mereka adalah dekat dengan-Nya. Termasuk memenuhi seruan Allah adalah mendirikan shalat dan menunaikan zakat

[10] Yang fardhu maupun yang sunat.

[11] Baik yang terkait dengan agama maupun dunia.

[12] Mereka tidak bertindak sendiri dan tergesa-gesa dalam masalah yang terkait orang banyak. Oleh karena itu, apabila mereka ingin melakukan suatu perkara yang butuh pemikiran dan ide, maka mereka berkumpul dan mengkaji bersama-sama, sehingga ketika sudah jelas maslahatnya, maka mereka segera melakukannya. Misalnya adalah dalam masalah perang dan jihad, mengangkat pegawai pemerintahan atau yang menjadi hakim, demikian pula membahas masalah-masalah agama secara umum, karena ia termasuk masalah yang terkait antara sesama, dan membahasnya agar jelas yang benar yang dicintai Allah.

[13] Seperti nafkah yang wajib, misalnya zakat, menafkahi anak-istri dan kerabat, dsb. Sedangkan nafkah yang sunat seperti bersedekah kepada semua manusia.

[14] Karena kuat dan mulianya mereka dan mereka bukan orang yang lemah dan hina.

Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyifati mereka dengan iman, tawakkal kepada Allah, menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, ketundukan yang sempurna, memenuhi seruan Tuhan mereka, mendirikan shalat, berinfak dalam hal-hal yang baik, bermusyawarah dalam menetapkan suatu keputusan serta kuat dan mulia sehingga membalas orang yang menzalimi mereka. Ini semua merupakan sifat sempurna yang mereka miliki, dan hal ini berarti mereka juga mengerjakan perkara yang di bawah itu dan tidak melakukan kebalikannya.

[15] Dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan beberapa macam hukuman, dan bahwa ia ada tiga macam, yaitu adil, ihsan dan zalim. Adil contohnya adalah membalas kejahatan dengan kejahatan yang setimpal, tidak kurang dan tidak lebih. Oleh karena itu, jiwa dibalas dengan jiwa, luka dibalas dengan luka yang serupa dan harta ditanggung dengan harta yang serupa. Ihsan contohnya memaafkan dan berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya.

[16] Orang yang menzaliminya.

[17] Yang dimaksud berbuat baik di sini ialah berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya. Adapula yang menafsirkan selain ini.

[18] Maksudnya, Allah akan memberikan kepadanya pahala yang besar dan balasan yang banyak, namun Allah mensyaratkan untuk memaafkan hendaknya ada ishlah (memperbaiki), hal itu menunjukkan, bahwa pelaku kejahatan jika tidak layak dimaafkan dan maslahat syar’i menghendaki untuk memberikan hukuman kepadanya, maka dalam keadaan ini tidaklah diperintahkan memaafkan. Firman-Nya, “Fa ajruhuu ‘alallah” (maka pahalanya dari Allah) terdapat dorongan untuk memaafkan dan menyikapi manusia dengan sikap yang dicintai Allah. Oleh karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala suka memaafkan hamba-Nya, maka hendaknya ia memaafkan mereka. Adapun tentang zalim, maka disebutkan dalam firman-Nya, “Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.” Yakni orang-orang yang pertama berbuat kejahatan atas orang lain atau membalas pelaku kejahatan secara lebih, maka lebihnya itu adalah zalim.

[19] Hal ini menunjukkan bahwa membalas hanyalah ketika benar-benar terjadi kezaliman terhadap dirinya. Oleh karena itu, jika sekedar ada keinginan untuk menzalimi orang lain namun tidak terjadi, maka tidak dibalas semisalnya, tetapi cukup diberi ta’dib (pelajaran) yang dapat mencegahnya melakukan kezaliman.

[20] Baik darah mereka, harta maupun kehormatan mereka.

[21] Yang menyakitkan hati dan badan sesuai kezaliman mereka.

[22] Terhadap gangguan yang menimpanya dari orang lain.

[23] Yakni termasuk perkara yang didorong dan ditekankan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dimana Dia memberitahukan, bahwa hal itu tidaklah dimiliki kecuali oleh orang-orang yang sabar serta memiliki bagian yang besar, dimiliki oleh orang-orang yang berazam kuat, berpikiran cerdas dan berpandangan dalam. Hal itu, karena tidak membela diri baik dengan ucapan maupun perbuatan termasuk sesuatu yang paling sulit. Demikian pula bersabar terhadap gangguan, memaafkan dan mengampuninya serta menyikapinya dengan ihsan merupakan sesuatu yang paling sulit, akan tetapi hal itu mudah bagi orang yang dimudahkan Allah, ia berusaha menyifati diri dengannya serta meminta pertolongan kepada Allah terhadapnya. Selanjutnya, apabila seorang hamba merasakan manisnya kesabaran dan mendapatkan atsar(hasil)nya, maka dia menerimanya dengan dada yang lapang dan merasa senang di dalamnya.

[24] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa Dia yang sendiri memberi hidayah dan menyesatkan.

[25] Disebabkan kezalimannya.

[26] Yang memberikan hidayah kepadanya.

[27] Menampakkan penyesalan dan kesedihan yang mendalam.

[28] Ketika telah tampak keadaan akhir manusia, dan tampak jelas orang yang benar dan orang yang salah.

[29] Yang dimaksud dengan merugikan diri dan keluarganya ialah mengekalkan mereka di neraka, mendapatkan azab yang pedih di sana dan dipisahkan dengan keluarganya, ia juga tidak memperoleh kenikmatan surga, demikian pula bidadari yang disiapkan di sana jika mereka beriman.

[30] Yakni orang-orang kafir.

[31] Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam surga dan jauhkanlah kami dari neraka. Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam surga dan jauhkanlah kami dari neraka. Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam surga dan jauhkanlah kami dari neraka.

[32] Yakni yang menghindarkan azab-Nya.

[33] Ia tidak memperoleh petunjuk ketika di dunia dan tidak mengetahui jalan ke surga di akhirat.

Related Posts: