Tafsir Al Mu’min Ayat 34-44

Ayat 34-35: Seorang da’i hendaknya menegakkan hujjah terhadap dakwahnya.

وَلَقَدْ جَاءَكُمْ يُوسُفُ مِنْ قَبْلُ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا زِلْتُمْ فِي شَكٍّ مِمَّا جَاءَكُمْ بِهِ حَتَّى إِذَا هَلَكَ قُلْتُمْ لَنْ يَبْعَثَ اللَّهُ مِنْ بَعْدِهِ رَسُولا كَذَلِكَ يُضِلُّ اللَّهُ مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ مُرْتَابٌ (٣٤) الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ الَّذِينَ آمَنُوا كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ (٣٥)

Terjemah Surat Al Mu’min Ayat 34-35

34. Dan sungguh, sebelum itu Yusuf[1] telah datang kepadamu[2] dengan membawa bukti-bukti yang nyata[3], tetapi kamu senantiasa meragukan apa yang dibawanya[4], bahkan ketika dia wafat[5], kamu berkata, "Allah tidak akan mengirim seorang rasul pun setelahnya[6].” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang yang melampaui batas dan ragu-ragu[7].

35. [8](Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah[9] tanpa alasan yang sampai kepada mereka[10]. Sangat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan orang-orang yang beriman[11]. Demikianlah[12] Allah mengunci hati setiap orang yang sombong[13] dan berlaku sewenang-wenang[14].

Ayat 36-37: Kesombongan Fir’aun.

وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الأسْبَابَ (٣٦)أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لأظُنُّهُ كَاذِبًا وَكَذَلِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ عَمَلِهِ وَصُدَّ عَنِ السَّبِيلِ وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلا فِي تَبَابٍ (٣٧)

Terjemah Surat Al Mu’min Ayat 36-37

36. Dan Fir'aun berkata[15], "Wahai Haman! Buatkanlah untukku sebuah bangunan yang tinggi agar aku sampai ke pintu-pintu,

37. (yaitu) pintu-pintu langit, agar aku dapat melihat Tuhannya Musa, tetapi aku tetap memandangnya sebagai seorang pendusta[16].” Dan demikianlah dijadikan terasa indah bagi Fir'aun perbuatan buruknya itu[17], dan dia tertutup dari jalan (yang benar)[18]; dan tipu daya Fir'aun itu[19] tidak lain hanyalah membawa kerugian[20].

Ayat 38-44: Rendahnya nilai dunia dan keadaannya yang sementara, kekalnya akhirat, setiap orang akan dibalas sesuai amalnya, pentingnya memberi nasihat kepada orang lain.

وَقَالَ الَّذِي آمَنَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ الرَّشَادِ (٣٨) يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ (٣٩) مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلا يُجْزَى إِلا مِثْلَهَا وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ (٤٠)وَيَا قَوْمِ مَا لِي أَدْعُوكُمْ إِلَى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إِلَى النَّارِ (٤١)تَدْعُونَنِي لأكْفُرَ بِاللَّهِ وَأُشْرِكَ بِهِ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَأَنَا أَدْعُوكُمْ إِلَى الْعَزِيزِ الْغَفَّارِ (٤٢) لا جَرَمَ أَنَّمَا تَدْعُونَنِي إِلَيْهِ لَيْسَ لَهُ دَعْوَةٌ فِي الدُّنْيَا وَلا فِي الآخِرَةِ وَأَنَّ مَرَدَّنَا إِلَى اللَّهِ وَأَنَّ الْمُسْرِفِينَ هُمْ أَصْحَابُ النَّارِ (٤٣) فَسَتَذْكُرُونَ مَا أَقُولُ لَكُمْ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ (٤٤)

Terjemah Surat Al Mu’min Ayat 38-44

38. Orang yang beriman itu berkata[21], "Wahai kaumku! Ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar[22].

39. Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara)[23] dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal[24].

40. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia akan dibalas sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh[25] baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tidak terhingga[26].

41. Dan wahai kaumku! Bagaimanakah ini, aku menyerumu kepada keselamatan[27], tetapi kamu menyeruku ke neraka[28]?

42. [29](Mengapa) kamu menyeruku agar kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu yang aku tidak mempunyai ilmu tentang itu[30], padahal aku menyerumu (beriman) kepada Yang Mahaperkasa[31] lagi Maha Pengampun[32]?

43. Sudah pasti bahwa apa yang kamu serukan aku kepadanya[33] bukanlah suatu seruan yang berguna baik di dunia maupun di akhirat[34]. Dan sesungguhnya tempat kembali kita pasti kepada Allah[35], dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas[36], mereka itu akan menjadi penghuni neraka.

44. [37]Maka kelak kamu akan ingat[38] kepada apa yang kukatakan kepadamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah[39]. Sungguh, Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya[40].”


[1] Yakni Yusuf bin Ya’qub ‘alaihimas salam.

[2] Wahai penduduk Mesir.

[3] Yang menunjukkan kebenarannya dan memerintahkan kamu untuk beribadah kepada-Nya.

[4] Semasa hidupnya. Nabi Yusuf ‘alaihis salam ketika itu menjabat sebagai bendaharawan Mesir sekaligus sebagai rasul yang mengajak umatnya kepada Allah, namun mereka tidak menaatinya kecuali karena Beliau sebagai pemerintah dan karena mereka menginginkan kedudukan duniawi darinya.

[5] Keraguan dan kesyirkkanmu bertambah.

[6] Inilah anggapan kamu yang batil dan sangkaan yang tidak layak bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah meninggalkan begitu saja makhluk ciptaan-Nya, tidak memerintah dan tidak melarang serta tidak mengirimkan utusan-Nya. Oleh karena itu, anggapan bahwa Allah tidak akan mengirim seorang rasul adalah anggapan yang sesat. Oleh karenanya dalam lanjutan ayatnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Demikianlah Allah membiarkan sesat orang yang melampaui batas dan ragu-ragu.”

[7] Inilah sifat mereka yang hakiki, namun mereka lemparkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam secara zalim dan sombong. Merekalah orang-orang yang melampaui batas dari hak kepada kesesatan, di samping mereka juga sebagai pendusta karena menisbatkan hal itu kepada Allah dan mendustakan rasul-Nya. Orang yang memiliki sifat melampaui batas dan ragu-ragu dan tidak dapat dilepasnya, maka Allah tidak akan memberinya petunjuk dan tidak memberinya taufiq kepada kebaikan, karena ia menolak yang hak setelah mengetahuinya, maka balasannya adalah Allah hukum dengan tidak diberi-Nya hidayah sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (Terj. Ash Shaff: 5)

[8] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan sifat orang yang melampaui batas lagi ragu-ragu.

[9] Ayat-ayat itu menerangkan mana yang hak dan mana yang batil, dimana karena begitu terangnya sebagaimana, ia ibarat matahari bagi penglihatan, namun mereka malah memperdebatkannya -padahal begitu jelas- untuk membatalkannya.

[10] Maksudnya mereka menolak ayat-ayat Allah tanpa hujjah dan alasan yang datang kepada mereka. Seperti inilah sifat pada orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah, karena termasuk mustahil ayat-ayat Allah didebat dengan hujjah, karena kebenaran tidak mungkin ditentang dengan dalil naqli maupun ‘aqli, bahkan dalil naqli dan ‘aqli malah mendukungnya.

[11] Yaitu perkataan yang isinya menolak yang hak dengan yang batil. Namun Allah Subhaanahu wa Ta'aala lebih murka lagi kepada pelakunya, karena perkataan itu mengandung pendustaan kepada yang hak, pembenaran yang batil dan menisbatkan hal itu kepada Allah. Perkara ini merupakan perkara yang sangat dimurkai Allah demikian pula pelakunya, bahkan orang-orang mukmin juga murka terhadapnya karena Allah. Murkanya Allah dan kaum mukmin menunjukkan buruknya perkara itu dan orang yang melakukannya.

[12] Sebagaimana Fir’aun dan bala tentaranya dikunci hatinya.

[13] Terhadap kebenaran dengan menolaknya, dan sombong kepada manusia dengan menghinanya.

[14] Dengan banyak berbuat zalim dan aniaya.

[15] Sambil menentang Musa dan mendustakan dakwah Beliau agar mengakui Allah Rabbul ‘alamin yang bersemayam di atas ‘Arsyi-Nya dan berada di atas semua makhluk-Nya.

Dalam ayat ini ada dalil yang sangat jelas bahwasanya Musa mendakwahi Fir’aun untuk mengenal Allah yang berada di atas langit. Oleh karena itu Fir’aun memerintahkan Haman untuk membangun untuknya bangunan yang tinggi untuk melihat Rabb Musa. Dengan mengatakan ‘sesungguhnya aku menganggapnya sebagai seorang pendusta.’ Lalu bagaimana kedudukan orang yang mengingkari Allah berada di atas langit, manakah yang lebih baik dari mereka daripada Fir’aun dalam masalah ini ?

[16] Yaitu pada perkataan Musa bahwa kita punya Tuhan, dan bahwa Tuhan kita itu di atas langit.

[17] Setan senantiasa menghiasnya, mengajak dan memperindahnya sehingga Fir’aun melihat perbuatannya sebagai sesuatu yang baik, mengajak kepadanya dan berbantah-bantahan layaknya sebagai orang yang benar, padahal ia adalah manusia yang paling membuat kerusakan.

[18] Disebabkan kebatilan yang dihias kepadanya.

[19] Yaitu rencana jahatnya terhadap yang hak, membayangkan kepada manusia bahwa dia berada di atas yang hak, dan bahwa Musa berada di atas yang batil.

[20] Yakni tidak ada manfaatnya apa-apa selain kesengsaraan di dunia dan akhirat.

[21] Mengulangi nasihatnya kepada kaumnya.

[22] Tidak seperti yang dikatakan Fir’aun kepada kamu, maka sesungguhnya dia tidak menunjukkan kepadamu selain kesesatan dan kesengsaraan.

[23] Oleh karena itu, janganlah kamu tertipu sehingga kamu lupa terhadap tujuan kamu diciptakan.

[24] Oleh karena itu, seharusnya kamu mengutamakannya dan mencari jalan agar kamu dapat bahagia di sana.

[25] Baik yang terkait dengan hati, lisan maupun anggota badan.

[26] Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan memberikan rezeki kepada mereka yang tidak dicapai oleh amal mereka.

[27] Dengan kata-kataku itu.

[28] Dengan tidak mengikuti Nabi-Nya Musa ‘alaihis salam.

[29] Selanjutnya diterangkan jalan kepada neraka.

[30] Yaitu pengetahuan bahwa ada pula yang berhak disembah selain Allah. Yakni bahkan aku tidak mengetahui ada pula yang berhak disembah selain Allah, dan jika kamu tetap berkeyakinan seperti itu, maka berarti kamu berkata tentang Allah tanpa ilmu, padahal yang demikian termasuk dosa yang paling besar.

[31] Yang memiliki kekuasatan secara keseluruhan, sedangkan selain-Nya tidak berkuasa apa-apa.

[32] Apabila ada orang yang melampaui batas terhadap diri mereka dan berani mengerjakan perbuatan yang mendatangkan kemurkaan-Nya, lalu setelahnya ia menyesal dan bertobat serta kembali kepada-Nya, maka ia akan mendapati-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Pengampun; Dia menghapuskan kejahatan dan dosa-dosa yang dilakukan seseorang serta menghindarkan hukuman dunia dan akhirat yang diperuntukkan kepada pelaku kejahatan dan maksiat.

[33] Yakni agar aku menyembahnya.

[34] Maksudnya, tidak dapat menolong baik di dunia maupun di akhirat, atau tidak perlu didakwahkan karena tidak ada gunanya dan karena lemahnya sesembahan itu, tidak mampu memberikan manfaat, menghindarkan bahaya, menghidupkan dan mematikan serta tidak mampu membangkitkan.

[35] Lalu Dia akan memberikan balasan terhadap amal kita.

[36] Dengan berani kepada Tuhannya, yaitu dengan melakukan kekufuran dan kemaksiatan.

[37] Setelah dia menasihati mereka dan memperingatkannya, namun ternyata mereka tidak mau taat dan tidak setuju terhadap ucapannya, maka dia berkata sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas.

[38] Ketika kamu menyaksikan azab.

[39] Yakni aku serahkan semua urusanku kepada-Nya, aku bersandar kepada-Nya dalam hal yang bermaslahat bagi-Ku dan penghindaran musibah yang menimpaku dari kamu atau dari selain kamu.

[40] Dia mengetahui keadaan mereka dan apa yang pantas mereka peroleh, Dia juga mengetahui keadaanku dan kelemahanku sehingga Dia yang melindungiku dari kamu, Dia juga mengetahui keadaan kamu sehingga kamu tidak dapat bertindak kecuali dengan kehendak-Nya. Jika Dia memberikan kekuasaan kepada kamu terhadap diriku, maka hal itu karena kebijaksanaan-Nya dan hal itu muncul dari kehendak-Nya.

Related Posts:

0 Response to "Tafsir Al Mu’min Ayat 34-44"

Post a Comment