Tafsir Fushshilat Ayat 25-36

Ayat 25-29: Peringatan terhadap bahaya teman yang buruk dan permusuhan orang-orang kafir kepada Al Qur’anul Karim.

وَقَيَّضْنَا لَهُمْ قُرَنَاءَ فَزَيَّنُوا لَهُمْ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ إِنَّهُمْ كَانُوا خَاسِرِينَ (٢٥) وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ (٢٦) فَلَنُذِيقَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا عَذَابًا شَدِيدًا وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَسْوَأَ الَّذِي كَانُوا يَعْمَلُونَ (٢٧) ذَلِكَ جَزَاءُ أَعْدَاءِ اللَّهِ النَّارُ لَهُمْ فِيهَا دَارُ الْخُلْدِ جَزَاءً بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ (٢٨)وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا رَبَّنَا أَرِنَا الَّذَيْنِ أَضَلانَا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ نَجْعَلْهُمَا تَحْتَ أَقْدَامِنَا لِيَكُونَا مِنَ الأسْفَلِينَ (٢٩)

Terjemah Surat Fushshilat Ayat 25-36

25. Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman (setan)[1] yang memuji-muji apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka[2] dan tetaplah atas mereka putusan azab bersama umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari (golongan) jin dan manusia. Sungguh, mereka adalah orang-orang yang rugi[3].

26. [4]Dan orang-orang yang kafir berkata[5], "Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al Qur’an ini[6] dan [7]buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan[8].”

27. Maka sungguh, akan Kami timpakan azab yang keras kepada orang-orang yang kafir itu dan sungguh, akan Kami beri balasan mereka dengan seburuk-buruk balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.

28. Demikianlah[9] balasan (terhadap) musuh-musuh Allah[10] (yaitu) neraka; mereka mendapat tempat tinggal yang kekal di dalamnya[11] sebagai balasan atas keingkaran mereka terhadap ayat-ayat Kami[12].

29. Dan orang-orang yang kafir berkata[13], "Ya Tuhan kami, perlihatkanlah kepada kami dua golongan yang telah menyesatkan kami yaitu (golongan) jin dan manusia[14], agar kami letakkan keduanya di bawah telapak kaki kami agar kedua golongan itu menjadi paling bawah[15].”

Ayat 30-32: Orang yang beriman dan beristiqamah akan diberi kabar gembira dengan surga dan termasuk orang yang mendapatkan keamanan pada hari Kiamat.

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (٣٠) نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ (٣١) نُزُلا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ (٣٢)

Terjemah Surat Fushshilat Ayat 30-32

30. [16]Sesungguhnya orang-orang yang berkata, "Tuhan kami adalah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka[17], maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka[18] (dengan berkata), "Janganlah kamu merasa takut[19] dan janganlah kamu bersedih hati[20]; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.”

31. [21]Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat[22]; di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta.

32. Sebagai penghormatan (bagimu) dari (Allah) Yang Maha Pengampun[23] lagi Maha Penyayang[24].

Ayat 33-36: Keutamaan berdakwah, sifat da’i ilallah, dan peringatan terhadap was-was setan.

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (٣٣) وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (٣٤) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (٣٥) وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (٣٦)

Terjemah Surat Fushshilat Ayat 33-36

33. Dan siapakah yang lebih baik perkataannya[25] daripada orang yang menyeru kepada Allah[26], mengerjakan kebajikan[27], dan berkata, "Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)[28]?"

34. Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan[29]. [30]Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik[31], sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia[32].

35. Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar[33] dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar[34].

36. [35]Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan[36], maka mohonlah perlindungan kepada Allah[37]. Sungguh, Dialah Yang Maha Mendengar[38] lagi Maha Mengetahui[39].

PENJELASAN AYAT

[1] Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Tidakkah kamu melihat, bahwa Kami telah mengirim setan-setan kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh?, (Terj. Maryam: 83)

[2] Yang dimaksud dengan yang ada di hadapan ialah hawa nafsu dan kelezatan di dunia yang sedang dicapai, sedang yang dimaksud dengan di belakang mereka ialah angan-angan dan cita-cita yang tidak dapat dicapai. Ada pula yang menafsirkan, bahwa yang ada di hadapan mereka adalah dunia, sedangkan yang ada di belakang mereka adalah akhirat, yakni setan-setan menghiasi dunia di hadapan mereka sehingga mereka tergoda dan jatuh mengerjakan berbagai maksiat dan mereka mengerjakan apa saja yang mereka lakukan berupa menentang Allah dan Rasul-Nya. Demikian pula setan-setan itu menghias akhirat mereka, sehingga mereka anggap masih jauh serta menjadikan mereka lupa kepadanya, bahkan terkadang setan-setan itu melemparkan berbagai syubhat bahwa akhirat tidak akan terjadi, sehingga hilanglah rasa takut dari hati mereka dan mereka berani mengerjakan kekufuran, kebid’ahan dan kemaksiatan.

Pemberian kekuasaan kepada setan untuk menguasai orang-orang yang mendustakan adalah disebabkan mereka berpaling dari mengingat Allah dan ayat-ayat-Nya serta menolak kebenaran sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) Maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.-- Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kamu sembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika Dialah yang kamu sembah.” (Terj. Az Zukhruf: 36-37)

[3] Dunia dan akhiratnya, dan jika sudah rugi maka pasti akan hina, sengsara dan akan diazab.

[4] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang berpalingnya orang-orang kafir dari Al Qur’an dan saling berwasiatnya mereka untuk itu.

[5] Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan Al Qur’an.

[6] Yakni palingkanlah pendengaranmu dan janganlah menoleh kepadanya, jangan mendengarkannya dan jangan memperhatikan orang yang membawanya.

# Orang-orang kafir Quraisy, mereka menghalangi dakwah Nabi dengan cara melarang masyarakat mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Sebab mereka tahu, pengaruh Al-Qur’an yang besar terhadap hati-hati manusia

[7] Jika ternyata berbetulan kamu mendengarnya atau kamu mendengar seruan kepadanya, maka buatlah kegaduhan terhadapnya.

[8] Sehingga Beliau berhenti membacakan.

Ini merupakan persaksian dari musuh, bahwa apabila mereka mau mendengarnya tentu mereka akan kalah karena apa yang disebutkan dalam Al Qur’an adalah kebenaran; sejalan dengan akal dan fitrah mereka. Dengan demikian, pantaslah mereka disesatkan Allah karena niat mereka memang buruk, tidak mau mencari yang hak bahkan menghalangi manusia daripadanya, dan pantaslah mereka mendapat hukuman yang berat, dan benarlah Allah, bahwa Dia tidak pernah berbuat zalim kepada seorang pun.

[9] Yakni azab yang keras dan balasan yang paling buruk itu.

[10] Yaitu mereka yang menentang Allah dan memerangi para wali-Nya dengan sikap kufur, mendustakan, mendebat dan memerangi secara fisik.

[11] Azab yang ditimpakan kepada mereka tidak akan diringankan meskipun sesaat, dan mereka tidak akan ditolong.

[12] Padahal ayat-ayat-Nya merupakan ayat-ayat yang jelas, dalil-dalilnya qath’i (pasti) dan membuahkan keyakinan. Oleh karena itu, merupakan kezaliman dan kekerasan yang paling besar adalah mengingkari ayat-ayat yang begitu jelas.

[13] Yang menjadi pengikuti. Mereka berkata dengan nada kesal dan benci.

[14] Ada yang menafsirkan dengan Iblis dan Qabil anak Adam. Iblis mencontohkan kekafiran, sedangkan Qabil mencontohkan pembunuhan. Bisa juga maksudnya jin dan manusia yang menyesatkan mereka sehingga mereka mendapatkan azab.

[15] Yakni lebih keras azabnya daripada kami. Bisa juga diartikan dengan “menjadi orang yang hina lagi direndahkan” karena mereka menyesatkan kami dan menguji kami serta menjadi sebab rendahnya kami.

Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang kafir satu sama lain saling kesal dan marah serta berlepas diri meskipun di dunia mereka berteman akrab, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Terj. Az Zukhruf: 67)

[16] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang para wali-Nya, dimana di dalamnya terdapat dorongan agar mengikuti mereka.

[17] Yakni istiqamah di atas tauhid dan kewajiban lainnya. Mereka mengakui dan mengatakan dengan ridha bahwa Tuhannya adalah Allah, berserah diri kepada perintah-Nya dan istiqamah di atas jalan yang lurus baik yang berupa ilmu maupun amal, maka mereka –sebagaimana diterangkan dalam ayat di atas- mendapatkan kabar gembira dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ajarkanlah kepadaku dalam (agama) Islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu (dalam hadits Abu Usamah dikatakan, “selain engkau”). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.” (HR. Muslim)

[18] Menjelang mereka mati.

[19] Dengan kematian dan peristiwa setelahnya. Yakni ditiadakan dari mereka sesuatu yang tidak mereka inginkan.

[20] Terhadap masa lalu dan terhadap yang telah kamu tinggalkan, seperti anak dan istri.

[21] Para malaikat juga berkata memberikan keteguhan dan memberikan berita gembira.

[22] Yakni kami jaga kamu di dunia, mendorongmu berbuat baik, menghias kebaikan kepadamu dan menakut-nakuti keburukan, meneguhkan kamu ketika mendapatkan musibah dan peristiwa yang ditakuti, khususnya ketika mati dan merasakan sekaratnya, demikian pula ketika kamu di kubur dan mendapatkan kegelapannya, ketika pada hari Kiamat dan peristiwa yang menegangkannya dan kami akan bersama kamu sampai kamu masuk ke surga, dan ketika kamu di surga, kami akan mengucapkan selamat, dan masuk menemui kamu dari setiap pintu sambil mengucapkan, “Saalaamun ‘alaikum bimaa shabartum.” (keselamatan atasmu karena kesabaranmu).

Mereka juga akan mengatakan seperti yang disebutkan dalam ayat di atas, “Di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta.”

[23] Yang mengampuni kesalahan-kesalahan kamu.

[24] Karena Dia memberimu taufik untuk mengerjakan kebaikan, lalu Dia menerimanya darimu. Dengan ampunan-Nya hilanglah hal yang ditakuti dan dengan rahmat-Nya tercapailah sesuatu yang diinginkan.

[25] Yakni tidak ada yang paling baik ucapannya, jalannya dan keadaannya.

[26] Yaitu dengan mengajarkan orang-orang yang tidak tahu, menasihati orang-orang yang lalai dan berpaling serta membantah orang-orang yang batil, yaitu dengan memerintahkan manusia beribadah kepada Allah dengan semua bentuknya, mendorong melakukannya, menghias semampunya, melarang apa yang dilarang Allah, memperburuk larangan itu dengan segala cara agar manusia menjauhinya. Terutama sekali dalam hal ini (dakwah) adalah mengajak manusia masuk Islam, agar mereka mengikrarkan Laailaahaillallah, menghiasnya, membantah musuh-musuhnya dengan cara yang baik, melarang hal yang berlawanan dengannya berupa kekafiran dan kemusyrikan, serta melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Termasuk dakwah ilallah adalah membuat manusia mencintai Allah dengan menyebutkan lebih rinci nikmat-nikmat-Nya, luasnya kepemurahan-Nya, sempurnanya rahmat-Nya, serta menyebutkan sifat-sifat sempurna-Nya dan sifat-sifat keagungan-Nya. Termasuk dakwah ilallah juga adalah mendorong manusia mengambil ilmu dan petunjuk dari kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya. Termasuk pula mendorong manusia mengamalkan akhlak Islam seperti berakhlak mulia, berbuat ihsan kepada manusia, membalas keburukan dengan kebaikan, menyambung tali silaturrahmi dan berbakti kepada kedua orang tua. Termasuk pula memberi nasihat kepada manusia pada musim-musim tertentu di mana mereka berkumpul pada musim-musim itu dengan dakwah yang sesuai dengan kondisi ketika itu dan lain sebagainya yang isinya mengajak kepada semua kebaikan serta menakut-nakuti terhadap semua keburukan.

Termasuk dakwah ilallah pula adalah mengumandangkan azan, karena di dalamnya terdapat seruan mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah.

[27] Di samping ia mengajak manusia kepada Allah, dia juga segera mengerjakan perintah Allah dengan beramal saleh, amal yang membuat Allah ridha.

[28] Yakni termasuk orang-orang yang tunduk kepada perintah-Nya dan menempuh jalan-Nya.

Tingkatan dakwah ini sempurnanya adalah bagi para shiddiqin, dimana mereka mengerjakan sesuatu yang menyempurnakan diri mereka dan menyempurnakan orang lain; mereka memperoleh warisan yang sempurna dari para rasul. Sebaliknya, orang yang paling buruk ucapannya adalah orang yang menjadi penyeru kepada kesesatan dan menempuh jalannya. Antara kedua orang ini sungguh berjauhan tingkatannya, yang satu yang menyeru kepada Allah berada di tingkatan yang tinggi, sedangkan yang satu lagi yang menyeru kepada kesesatan berada di tingkatan yang bawah. Antara keduanya terdapat tingkatan-tingkatan yang tidak diketahui kecuali oleh Allah dan semua tingkatan itu dipenuhi oleh makhluk yang sesuai dengan keadaannya sebagaimana firman-Nya, “Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Terj. Al An’aam: 132)

[29] Yakni tidaklah sama antara mengerjakan kebaikan untuk mencari ridha Allah dengan mengerjakan keburukan yang mendatangkan kemurkaan-Nya, dan tidak sama antara berbuat baik kepada manusia dengan berbuat buruk kepada mereka, baik secara zat(perbuatan)nya, sifatnya maupun balasannya.

[30] Selanjutnya Allah memerintahkan secara khusus untuk berbuat ihsan, dimana ia memiliki kedudukan yang besar. Ihsan di sini adalah berbuat ihsan kepada orang yang berbuat buruk kepadanya.

[31] Misalnya marah disikapi dengan sabar, sikap bodoh dihadapi dengan santun, sikap mengganggu dengan memaafkan, pemutusan silaturrahmi dengan disambung, jika ia membicarakan kita di hadapan kita atau tidak di hadapan kita, maka kita tidak membalasnya, bahkan memaafkannya dan menyikapinya dengan kata-kata yang lembut. Ketika mereka menjauhi kita dan tidak mau berbicara dengan kita, maka kita mengucapkan kata-kata yang baik kepadanya serta mengucapkan salam.

[32] Yakni jika kamu melakukan hal itu (menyikapi keburukan dengan kebaikan), maka ada faedah yang besar, yaitu orang yang sebelumnya sebagai musuh menjadi teman akrab.

[33] Yakni mereka yang menahan diri terhadap hal yang tidak disukainya dan memaksa dirinya untuk mengerjakan hal yang dicintai Allah. Hal itu, karena jiwa diciptakan dalam keadaan ingin membalas keburukan dengan keburukan serta tidak mau memaafkan. Lalu bagaimana bisa berbuat ihsan? Jika seseorang berusaha menyabarkan dirinya, mengikuti perintah Tuhannya, mengetahui besarnya pahala dari-Nya, serta mengetahui bahwa membalasnya dengan perbuatan yang serupa tidaklah berfaedah apa-apa bahkan hanya menambah permusuhan, dan bahwa berbuat ihsan kepadanya tidaklah mengurangi kedudukannya, bahkan barang siapa yang bertawadhu’ karena Allah, maka Allah akan meninggikannya, maka semua urusannya akan mudah dan ia dapat melakukannya dengan senang hati dan merasakan manisnya.

[34] Hal itu, karena sifat-sifat itu hanyalah diberikan kepada makhluk-makhluk pilihan-Nya, dimana dengannya seorang hamba memperoleh ketinggian di dunia dan akhirat, dan yang demikian merupakan akhlak mulia yang paling besar.

[35] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan cara untuk menghadapi musuh dari kalangan manusia, yaitu dengan menyikapi perbuatan buruknya dengan sikap ihsan, maka Allah menyebutkan cara untuk menghadapi musuh dari kalangan jin, yaitu dengan meminta perlindungan kepada Allah dan menjaga diri dari kejahatannya.

[36] Seperti bisikan dan was-wasnya, penghiasannya terhadap keburukan, menjadikannya malas mengerjakan kebaikan, terjatuh ke dalam sebagian dosa atau menaati sebagian perintahnya.

[37] Yakni mintalah kepada-Nya dengan rasa butuh kepada perlindungan-Nya.

[38] Dia mendengar ucapan dan doamu.

[39] Dia mengetahui keadaan kamu dan butuhnya kamu kepada perlindungan-Nya.

=============================================

Oleh Al-Ustadz Yazid bin ’Abdul-Qadir Jawas حفظه الله

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ ﴿٣٠﴾ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ ﴿٣١﴾ نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, "Rabb kami adalah Allâh," kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta. Sebagai penghormatan (bagimu) dari (Allâh) Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang". [Fushshilat/41:30-32].

Maksudnya, mereka beriman kepada Allâh Yang Maha Esa kemudian istiqamah di atasnya dan di atas ketaatan hingga Allâh mewafatkan mereka.[1] 

Tentang ayat di atas, al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Mereka mengikhlaskan amal semata-mata karena Allâh dan melaksanakan ketaatan sesuai dengan syari’at Allâh.”[2] 

Ayat ini menunjukkan bahwa para malaikat akan turun menuju kepada orang-orang yang istiqamah ketika kematian menjemput, di dalam kubur, dan ketika dibangkitkan. Para malaikat itu memberikan rasa aman dari ketakutan ketika kematian menjemput, menghilangkan kesedihannya dengan sebab berpisah dengan anaknya karena Allâh adalah pengganti dari hal itu, memberikan kabar gembira berupa ampunan dari dosa dan kesalahan, diterimanya amal, dan kabar gembira dengan surga yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia.[3] 

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam menafsirkan ayat ini: 
تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ "Maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka," yakni di saat kematian sambil berkata, أَلَّا تَخَافُوا "janganlah kamu merasa takut," yaitu dari perkara-perkara akhirat yang akan mereka hadapi, وَلَا تَحْزَنُوا "dan janganlah kamu bersedih hati," yaitu dari perkara-perkara dunia yang telah kalian tinggalkan, seperti anak-anak, keluarga, harta, agama, karena sesungguhnya Kami akan menggantinya. وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ "Dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu," lalu mereka diberi kabar gembira dengan hilangnya keburukan dan tercapainya kebaikan.

Firman Allâh, نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ "Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat," yaitu para malaikat berkata kepada orang-orang mukmin ketika kematian, نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ "Kamilah pelindung-pelindungmu"; yakni pendamping-pendamping kalian di dalam kehidupan dunia, kami menunjukkan, mengarahkan, dan melindungi kalian dengan perintah Allâh. Begitu juga kami akan bersama kalian di akhirat, menemani kesendirian kalian di alam kubur, ketika ditiupnya sangkakala, dan mengamankan kalian pada hari kebangkitan dan berkumpulnya manusia, serta membawa kalian melintasi ash-shirâth al-mustaqîm, dan menyampaikan kalian ke surga yang penuh nikmat.

Firman Allâh, وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ "di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan," yaitu di dalam surga kalian akan memperoleh segala yang kalian pilih yang diinginkan oleh jiwa kalian dan disenangi oleh diri kalian. وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ "Dan memperoleh apa yang kamu minta," yaitu apapun yang kalian minta akan kalian dapatkan dan tersedia di hadapan kalian, sebagaimana yang kalian inginkan.

Firman Allâh, نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ ”Sebagai penghormatan (bagimu) dari (Allâh) Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang," yaitu hidangan, pemberian, dan kenikmatan dari Rabb Yang Maha Pengampun atas dosa-dosa kalian, Maha Mengasihi kalian serta Maha lembut, di mana Dia mengampuni, memaafkan, menyayangi, dan mengasihi (kalian).[4] 

Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: 

مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ ) .قُلْنَا : يَارَسُولَ اللهِ، كُلُّنَا نَكْرَهُ الْمَوْتَ. قَالَ: (لَيْسَ ذَاكَ كَرَاهِيَةَ الْمَوْتِ، وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا حُضِرَ جَاءَهُ الْبَشِيرُ مِنَ اللهِ عَزَّوَجَلَّ بِمَا هُوَ صَائِرٌ إِلَيْهِ، فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَكُونَ قَدْ لَقِيَ اللهَ عَزَّوَجَلَّ، فَأَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ. وَإِنَّ الْفَاجِرَ أَوِ الْكَافِرَ إِذَا حُضِرَ جَاءَهُ بِمَا هُوَ صَائِرٌ إِلَيْهِ مِنَ الشَّرِّ أَوْ مَايَلْقَاهُ مِنَ الشَّرِّ، فَكَرِهَ لِقَاءَاللهِ، وَكَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ).

Barangsiapa menyukai perjumpaan dengan Allâh, niscaya Allâh suka untuk menjumpainya. Dan barangsiapa membenci perjumpaan dengan Allâh, niscaya Allâh benci menjumpainya.” Kami bertanya, ”Ya Rasûlullâh, kami semuanya benci kepada kematian.” Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, ”Bukan itu yang dimaksud benci kematian. Akan tetapi jika seorang Mukmin berada dalam detik kematiannya, maka datanglah kabar gembira dari Allâh Ta’ala tentang tempat kembali yang ditujunya. Maka tidak ada sesuatu pun yang lebih dicintainya daripada menjumpai Allâh Ta’ala, maka Allâh pun suka menjumpainya. Dan sesungguhnya orang yang jahat atau kafir jika berada dalam detik kematiannya, maka datanglah berita tentang tempat kembali yang dituju berupa keburukan atau apa yang akan dijumpainya berupa keburukan, lalu dia benci bertemu dengan Allâh, maka Allâh pun benci menemuinya.[5] 

Berbagai Wasilah (Cara) Agar Tetap Teguh Di Atas Istiqamah.
Agar tetap teguh di atas istiqamah maka seseorang harus melakukan hal-hal berikut:

1. Taubat nasuha.

2. Senantiasa mentauhidkan Allâh dan menjauhkan syirik.

3. Selalu berusaha untuk selalu konsekuen dan konsisten dalam ketaatan kepada Allâh danRasul-Nya.

4. Muraqabatullâh, yaitu selalu merasa diawasi oleh Allâh Ta’ala baik dalam keadaan rahasia maupun terang-terangan.

5. Muhasabah, yaitu menginstrospeksi segala amal perbuatan yang telah dikerjakan.

6. Mujâhadah, yaitu berjuang sungguh-sungguh menggembleng jiwa di atas ketaatan kepada Allâh Ta’ala.

7. Ikhlas dalam beramal dan mutaba’ah (mengikuti contoh Rasûlullâh).

8. Berpegang teguh kepada Sunnah dan menjauhi bid’ah.

9. Menjaga shalat lima waktu dengan berjama’ah di masjid.

10. Berani dalam melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.

11. Senantiasa menuntut ilmu syar’i.

12. Takut kepada Allâh Ta’ala dengan mengingat pedihnya siksa neraka.

13. Mencari teman yang shâlih.

14. Menjaga hati, lisan, dan anggota badan serta sabar dari hal-hal yang diharamkan.

15. Mengetahui langkah-langkah setan.

16. Senantiasa berdzikir dan berdo’a agar diteguhkan di atas istiqamah.

Diantara do’a yang sering Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam baca ialah:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamamu.[6] 

Wallâhua’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVII/1434H/2013.]
_______
Footnote
[1]. Lihat Syarh Arba’in Ibni Daqiqil ‘Ied, hlm. 85.
[2]. Tafsîr Ibni Katsîr, VII/175.
[3]. Lihat Tafsîr Ibni Katsîr (VII/177) dengan diringkas dan Qawâ’id wa Fawâ-id (hlm. 186-187).
[4]. Tafsîr Ibni Katsîr (VII/177-179) dengan ringkas.
[5]. Shahîh: HR Ahmad, III/107.
[6]. Shahîh: HR at-Tirmdizi (no. 3522) dan Ahmad (VI/302, 315) dari Ummu Salamah radhiyallâhu ’anha.

Related Posts:

0 Response to "Tafsir Fushshilat Ayat 25-36"

Post a Comment