Tafsir Ali Imran Ayat 195-200

Ayat 195-198: Agama Islam menyamakan balasan antara laki-laki dan perempuan, asas diterima amal adalah takwa, bukan harta dan kedudukan, dan menerangkan bahwa orang-orang kafir hanya memperoleh kesenangan sementara sedangkan yang memperoleh kesenangan yang kekal adalah orang-orang mukmin

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لأكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلأدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ (١٩٥) لا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلادِ (١٩٦) مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ (١٩٧) لَكِنِ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا نُزُلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِلأبْرَارِ (١٩٨

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 195-198

195. Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan[1], (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[2]. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh[3], pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah[4]. Di sisi Allah ada pahala yang baik[5]."

[1] Yakni semuanya akan mendapatkan pahala secara sempurna.

[2] Maksudnya sebagaimana laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, maka demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. Kedua-duanya sama-sama manusia, tidak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya.

[3] Mereka beriman, berhijrah, meninggalkan segala yang mereka cintai seperti tempat tinggal dan harta demi mencari ridha Allah serta berjihad di jalan-Nya.

[4] Yang memberikan balasan yang banyak terdapat amal yang sedikit.

[5] Berupa surga yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum pernah terlintas di hati manusia. Oleh karena itu, barang siapa yang menginginkannya, maka mintalah kepada Allah dengan mentaati-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya semampunya.

196.[6] Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di seluruh negeri.

[6] Dalam tafsir Al Jalaalain disebutkan, bahwa ayat ini turun ketika kaum muslimin mengatakan, "Musuh-musuh Allah sepengetahuan kami berada dalam kenikmatan, sedangkan kami berada dalam kesulitan."

Maksud ayat ini adalah menghibur kaum mukmin agar tidak terpedaya oleh kesenangan dunia yang diperoleh orang-orang kafir dan bebasnya mereka bergerak di seluruh negeri melakukan berbagai perdagangan, lancarnya usaha mereka, dapat bersenang-senang dan menikmati berbagai kesenangan. Semua ini sebagaimana disebutkan pada ayat selanjutnya adalah kesenangan sementara, mereka hanya menikmati sebentar dan akan dilanjutkan dengan azab yang lama.

197. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat kembali mereka ialah neraka Jahannam. Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat tinggal.

198. Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, mereka akan mendapat surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal[7] dari sisi Allah[8]. Dan apa yang di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti[9].

[7] Yakni tempat tinggal beserta perlengkapan-perlengkapannya seperti makanan, minuman dan lain-lain.

[8] Kalau pun orang-orang mukmin di dunia ini ditaqdirkan mengalami kesengsaraan, kesusahan dan kesulitan, namun jika dibandingkan dengan kenikmatan surga yang kekal, maka kesusahan itu sangat ringan sekali. Dunia memang menjadi surga bagi orang kafir, namun surga mereka (dunia ini) adalah surga yang sementara, terbatas dan tidak sempurna. Di dunia ada hidup dan ada mati, ada senang dan ada sedih, ada masa muda dan ada masa tua, ada sehat dan ada sakit serta keterbatasan lainnya.

[9] Maksudnya ialah penghargaan dari Allah disamping tempat tinggal beserta perlengkapan-perlengkapannya itu, adalah lebih baik daripada kesenangan duniawi yang dinikmati orang-orang kafir itu.

Ayat 199-200: Berimannya sebagian Ahli Kitab dengan masuk Islam, serta seruan kepada kaum mukmin untuk bersabar

وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ لا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا أُولَئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ (١٩٩) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٢٠٠

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 199-200

199.[10] Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah[11], dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu[12] dan yang diturunkan kepada mereka[13], karena mereka berendah hati kepada Allah, dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah[14] dengan harga yang murah[15]. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya[16]. Sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.

[10] Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dari Anas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyalatkan raja Najasyi ketika diberitakan bahwa ia telah wafat, lalu ada yang mengatakan, "Wahai Rasulullah, apakah Engkau akan menyalatkan seorang budak Habasyah?" Maka Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat, "Wa inna min ahlil kitaab…dst." (Hadits ini memiliki banyak jalur yang menjadikannya shahih).

[11] Seperti Abdullah bin Salam, kawan-kawannya dan Raja Najasyi.

[12] Yaitu Al Qur'an.

[13] Yaitu Taurat dan Injil. Inilah iman yang bermanfaat, yakni mengimani semua rasul dan semua kitab. Adapun jika hanya beriman kepada sebagian rasul atau sebagian kitab, maka iman tersebut tidak bermanfaat. Mereka inilah Ahli Kitab dan ahli ilmu yang sesungguhnya, di mana hanya orang-orang yang berilmu sajalah yang takut kepada Allah. Kepada mereka diberikan rasa takut kepada Allah, tunduk kepada keagungan-Nya yang menjadikan mereka mengerjakan perintah dan menjauhi larangan serta berjalan di atas batasan-Nya. Di antara sempurnanya rasa takut mereka adalah mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang murah.

[14] Yang ada pada mereka di dalam Taurat dan Injil seperti tentang diutusnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

[15] Yaitu dunia, dengan menyembunyikan ayat itu karena mengkhawatirkan kedudukannya di tengah-tengah kaumnya seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi. Mereka tidak mengedepankan dunia di atas agama, mereka mengetahui bahwa kerugian yang sesungguhnya adalah ketika lebih ridha dengan kehinaan daripada kemuliaan, meengedepankan kepentingan pribadi dan meninggalkan kebenaran yang merupakan kemenangan di dunia dan di akhirat.

[16] Mereka mendapatkan pahala dua kali karena beriman kepada Taurat, Injil dan Al Qur'an (lihat Al Qashash: 54).

200.[17] Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu[18] dan kuatkanlah kesabaranmu serta tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu)[19] dan bertakwalah kepada Allah[20] agar kamu beruntung[21].

[17] Dalam ayat ini, Allah mendorong kaum mukmin kepada sesuatu yang menyampaikan mereka kepada keberuntungan, yaitu sabar; sikap menahan diri memikul hal yang tidak mengenakkan.

[18] Di atas ketaatan, ketika tertimpa musibah dan dalam menjauhi maksiat.

[19] Yakni berjihadlah.

[20] Dalam semua keadaan kamu.

[21] Mendapatkan surga dan terhindar dari neraka.

Hubungan surat Ali Imran dengan surat An Nisaa':

1. Surat Ali 'Imran diakhiri dengan perintah bertakwa, sesuai dengan permulaan surat An Nisaa'.

2. Dalam surat Ali Imran terdapat kisah penciptaan Nabi Isa 'alaihis salam tanpa bapak dan agar hilang syubhat, maka disebutkan penciptaan Nabi Adam 'alaihis salam. Dalam kisah tersebut terdapat pembelaan terhadap ibu Nabi Isa 'alaihis salam dari tuduhan zina oleh orang-orang Yahudi dan penetapan bahwa Nabi Isa ''alaihis salam adalah seorang hamba sebagai bantahan terhadap orang-orang Nasrani. Sedangkan dalam surat An Nisaa' disebutkan bantahan terhadap kedua belah pihak; Yahudi (lihat ayat 156) dan Nasrani (171-172).

3. Dalam surat Ali Imran disebutkan, bahwa Nabi Isa 'alaihis salam diangkat ke langit, dan dalam surat An Nisaa' disebutkan bantahan terhadap anggapan orang-orang Yahudi yang mengaku telah membunuhnya.

4. Dalam surat Ali Imran disebutkan sikap orang-orang yang dalam ilmunya tentang ayat-ayat mutasyabihat (lihat ayat 7), sedangkan di dalam surat An Nisaa' disebutkan lebih lanjut keadaan orang-orang yang dalam ilmunya (lihat ayat 162).

5. Dalam surat Ali 'Imran disebutkan peperangan Badar dan Uhud secara lengkap, dan sebagiannya diulangi lagi dalam surat An Nisaa'.

6. Dalam surat Ali 'Imran disebutkan bahwa banyak yang gugur di kalangan kaum muslimin sebagai Syuhada', yang berarti mereka meninggalkan anak-anak dan isteri-isteri mereka, maka pada bagian awal surat An Nisaa' disebutkan perintah memelihara anak yatim serta pembagian harta pusaka.

Related Posts:

Tafsir Ali Imran Ayat 185-194

 
Rp 35.000/Bungkus Yuk Order => 

Ayat 185-186: Kematian adalah tempat kembali semua makhluk, yang dijadikan patokan adalah sukses di akhirat, yaitu masuk surga

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ (١٨٥) لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ (١٨٦

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 185-186

185.[1] Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya[2].

[1] Dalam ayat yang mulia ini terdapat dorongan untuk bersikap zuhud terhadap dunia, di mana ia tidak kekal dan akan fana, dunia juga merupakan kesenangan yang memperdaya; nampak indah dan menyilaukan, namun sesungguhnya ia akan binasa dan berpindah ke negeri yang kekal, negeri di mana amal manusia akan diberi balasan secara sempurna.

[2] Kesenangan yang sebentar kemudian akan binasa.

186. Kamu pasti akan diuji dengan hartamu[3] dan dirimu[4]. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati[5] dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik[6].[7] Jika kamu bersabar dan bertakwa[8], maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.

[3] Dengan adanya nafkah wajib dan sunat, dengan adanya musibah atau dengan siap habis di jalan Allah .

[4] Dengan ibadah, bala' (cobaan) atau beban-beban berat, seperti berjihad fii sabilillah, siap mendapatkan kelelahan, terbunuh, tertawan dan terluka, atau terkena penyakit yang menimpa dirinya atau menimpa orang yang dicintainya.

[5] Seperti celaan dan cercaan.

[6] Ada beberapa faedah mengapa diberitakan hal seperti ini, di antaranya:

- Hikmah (kebijaksanaan) Allah Ta'ala menghendaki demikian, untuk membedakan siapa orang mukmin yang sebenarnya dan siapa yang tidak.

- Allah menaqdirkan seperti itu karena keinginan-Nya memberikan kebaikan kepada mereka, berupa meninggikan derajat mereka, menghapuskan kesalahan, menambahkan keimanan, dan menyempurnakan keyakinan mereka. Hal itu, karena jika mereka diberitakan akan terjadi seperti itu dan kemudian terjadi, maka orang-orang mukmin akan menghadapinya dengan sikap yang menunjukkan keimanan mereka, seperti yang terjadi dalam perang Azab, di mana kaum mukmin mengatakan, "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kami, dan benarlah Allah dan Rasul-Nya." Yang demikian tidaklah menambah kepada mereka selain keimanan dan ketundukan. (lihat surat Al Ahzab: 22).

- Allah mengabarkan demikian agar jiwa merasa siap dan mampu bersabar. Sehingga hal itu menjadi mudah dipikul, bebannya menjadi ringan dan mereka bisa menghadapinya dengan sikap sabar dan takwa.

[7] Abu Dawud meriwayatkan dari Abdurrahman bin Abdullah bin Ka'ab bin Malik dari bapaknya, bahwa Ka'ab bin Al Asyraf mencela Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan diberi dukungan oleh orang-orang kafir Quraisy. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, sedangkan penduduknya beraneka ragam; ada yang muslim, musyrik yang menyembah berhala dan ada orang-orang Yahudi. Mereka menyakiti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, maka Allah Azza wa Jalla memerintahkan Nabi-Nya bersabar dan memaafkan. Tentang mereka turunlah ayat, "Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati…dst,"(lih. ayat di atas). Ketika Ka'ab bin Al Asyraf enggan berhenti menyakiti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Sa'ad bin Mu'adz mengirimkan beberapa orang untuk membunuhnya, maka dikirimlah Muhammad bin Maslamah, dan disebutkan di sana kisah pembunuhannya. Setelah mereka berhasil membunuhnya, orang-orang Yahudi dan musyrik kaget, mereka pun mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Di malam hari kawan kami didatangi seseorang lalu dibunuh." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan kepada mereka ucapan Ka'ab Al Asyraf, dan Beliau mengajak mereka untuk membuat tulisan berisi aturan yang harus dipenuhi. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membuat tulisan antara Beliau beserta kaum muslimin dengan mereka sebuah lembaran…dst." (Al Mundziri berkata, "Kata-katanya 'dari bapaknya' perlu ditinjau ulang, karena bapaknya, yakni Abdullah bin Ka'ab bukan sahabat dan bukan salah satu dari tiga orang yang diterima tobatnya (ketika tidak berangkat jihad), dengan demikian hadits ini menjadi mursal. Namun masih mengandung kemungkinan bahwa bapaknya di sini adalah kakeknya, yaitu Ka'ab bin Malik sehingga hadits ini bersambung sanadnya, karena bisa saja Abdurrahman mendengar dari kakeknya, yaitu Ka'ab bin Malik, sedangkan Ka'ab adalah salah satu dari tiga orang yang diterima tobatnya, dan telah terjadi seperti ini di beberapa sanad, dan tidak pada satu tempat.")

[8] Yakni jika kamu bersabar terhadap cobaan yang menimpa harta dan diri kamu atau terhadap gangguan orang-orang zalim, dan kamu bertakwa, yakni mengharapkan keridaan Allah dan menjadikannya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Ayat 187-189: Menerangkan tentang pengambilan perjanjian dari Ahli Kitab, dan bagaimana mereka melempar janji itu ke belakang punggung mereka

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ (١٨٧)لا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (١٨٨) وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (١٨٩

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 187-189

187. Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu), "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya[9]," lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka[10] dan menukarnya dengan harga yang murah[11]. Amat buruk tukaran yang mereka terima.

[9] Di antara keterangan yang disembunyikan itu ialah tentang kedatangan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

[10] Yakni tidak mengamalkannya.

[11] Yakni dengan kesenangan dunia, seperti menginginkan kedudukannya diangkat atau memperoleh harta. Sehingga mereka berani menyembunyikan ilmu yang mereka ketahui.

188.[12] Janganlah sekali-kali kamu mengira hahwa orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan[13] dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan[14], jangan sekali-kali kamu mengira bahwa mereka akan lolos dari siksa. Mereka akan mendapat siksa yang pedih[15].

[12] Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa'id Al Khudri radhiyallahu 'anhu, bahwa beberapa orang munafik di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar berperang, mereka tidak ikut dan merasa senang tidak berangkat meninggalkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pulang, mereka mengemukakan alasan dan mereka senang jika dipuji terhadap hal yang tidak mereka lakukan, maka turunlah ayat, "Laa tahsabannalladziina yafrahuuna…dst."

Imam Bukhari meriwayatkan dari 'Alqamah bin Waqqas, bahwa Marwan berkata kepada penjaga pintunya, "Pergilah wahai Raafi' kepada Ibnu Abbas, katakan kepadanya, "Jika setiap orang senang dengan apa yang diberikan dan senang dipuji dalam hal yang tidak dilakukannya akan diazab, tentu kita semua akan diazab." Ibnu Abbas berkata, "Apa hubungan kamu dengan ayat ini! Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengajak orang-orang Yahudi dan menanyakan kepada mereka tentang sesuatu, lalu mereka menyembunyikannya, dan mereka memberitakan dengan yang selainnya, lalu saya melihat mereka ingin dipuji terhadap berita yang mereka sampaikan dan mereka senang dengan sikap mereka menyembunyikan." Lalu Ibnu Abbas membacakan ayat, "Wa idz akhadzallahu miitsaaqalladziina utul kitaab…." Sampai "Yafrahuuna bimaa atau wa yuhibbuuuna ay yuhmaduu bimaa lam yaf'aluu…" (Ali Imran: 187-188)

[13] Berupa menyesatkan manusia, atau mengerjakan perbuatan dan perkataan buruk.

[14] Padahal mereka tidak mengerjakan kebaikan dan tidak menegakkan kebenaran. Dengan demikian, mereka menggabung antara mengerjakan keburukan, senang terhadapnya dan suka dipuji terhadap sesuatu yang mereka tidak melakukannya.

[15] Termasuk ke dalam ayat ini adalah Ahli Kitab yang bergembira dengan ilmu yang ada pada mereka, namun mereka tidak mengikuti rasul dan menyangka bahwa sikap mereka benar. Demikian juga orang yang mengadakan bid'ah baik berupa ucapan maupun perbuatan, lalu ia bergembira dengannya dan mengajak manusia kepada perbuatan bid'ah itu serta menyangka bahwa diri mereka benar, sedangkan yang lain salah.

Ayat di atas juga menunjukkan bahwa orang yang senang mendapat pujian karena kebaikannya dan mengikuti yang hak, jika maksudnya bukan riya' dan sum'ah, maka tidaklah tercela. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim 'alaihis salam pernah berdoa, "Dan Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian." (Terj. Asy Syu'araa: 84)

189. Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu[16].

[16] Dia bertindak terhadap semua yang ada di langit dan di bumi dengan kuasa-Nya yang sempurna, sehingga tidak ada satu pun makhluk yang dapat menolak ketetapan-Nya dan tidak ada satu pun makhluk yang dapat melemahkan-Nya. Di antara kekuasaan-Nya juga adalah dengan menyiksa orang-orang kafir dan menyelamatkan orang-orang mukmin.

Ayat 190-194: Sekilas atsar (bekas atau pengaruh) dari kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan keagungan-Nya pada penciptaan langit dan bumi, serta perintah memperbanyak dzikrullah dan berdoa kepada-Nya, dan perintah merenungi ciptaan-Nya

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ (١٩٠) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٩١) رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (١٩٢) رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ (١٩٣) رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (١٩٤

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 190-194

190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi[17], dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal,

[17] Demikian juga keajaiban-keajaiban yang ada pada keduanya, seperti besarnya, luasnya, teraturnya peredaran benda yang beredar dan lain sebagainya. Semua ini menunjukkan keagungan Allah, keagungan kerajaan-Nya dan menyeluruhnya kekuasaan-Nya. Tertib dan teraturnya ciptaan Allah, demikian juga rapi dan indahnya menunjukkan kebijaksanaan Allah dan tepat-Nya serta luas ilmu-Nya. Terlebih dengan manfaat bagi makhluk yang ada di dalamnya terdapat dalil yang menunjukkan keluasan rahmat-Nya, meratanya karunia dan kebaikan-Nya, dan semua itu menghendaki untuk disyukuri. Semua itu juga menunjukkan butuhnya makhluk kepada khaliqnya dan tidak pantas Penciptanya disekutukan.

Di dalam ayat ini terdapat anjuran untuk memikirkan alam semesta, memperhatikan ayat-ayat-Nya dan merenungkan ciptaan-Nya.

191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadan berbaring[18], dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi[19] (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, Tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia[20]; Mahasuci Engkau[21], maka lindungilah kami dari azab neraka[22].

[18] Yakni dalam setiap keadaan. Menurut Ibnu Abbas, bahwa maksudnya mereka melakukan shalat sesuai kemampuan, yakni jika tidak sanggup berdiri, maka sambil duduk dst. Namun demikian, ayat ini mencakup semua dzikr lainnya dengan lisan maupun hati.

[19] Memikirkan kekuasaan Penciptanya atau memikirkan maksudnya. Ayat ini menunjukkan bawa berpikir merupakan ibadah dan termasuk sifat wali-wali Allah yang mengenal-Nya. Setelah mereka memikirkannya, mereka pun tahu bawa Allah tidak menciptakannya sia-sia.

[20] Bahkan di sana terdapat dalil sempurnanya kekuasaan-Mu.

[21] Yakni dari menciptakan sesuatu secara main-main.

[22] Termasuk juga di dalamnya meminta surga, karena ketika mereka meminta dilindungi dari neraka, maka secara langsung mereka juga meminta surga, akan tetapi karena besarnya rasa takut dalam hati mereka, maka mereka menyebut sesuatu yang paling merisaukan mereka.

@ Allah ta’alla memerintahkan para hamba-Nya untuk memikirkan (bertafakkur) dan merenungi (bertadabbur) ayat-ayat-Nya
Allah ta’alla memerintahkan para hamba-Nya untuk memikirkan (bertafakkur) dan merenungi (bertadabbur) ayat-ayat-Nya


192. Ya Tuhan Kami, sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh, Engkau telah menghinakannya[23], dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zalim[24].

[23] Karena ia mendapatkan kemurkaan dari Allah, malaikat-Nya, wali-wali-Nya dan mendapatkan aib yang tidak dapat lolos daripadanya.

[24] Yang menolong mereka dari azab. Ayat ini menunjukkan bahwa mereka masuk ke dalam neraka karena kezaliman mereka.

193. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar orang yang menyeru kepada iman[25], (yaitu), "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", maka kami pun beriman. Ya Tuhan Kami[26], ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang berbakti[27].

[25] Yaitu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

[26] Dalam ayat ini terdapat dalil bagi tawassul yang disyari'atkan, yaitu tawassul dengan iman atau amal salih yang dikerjakan.

[27] Dalam doa ini terdapat permintaan taufiq agar dapat menjalankan kebaikan dan meninggalkan keburukan, di mana yang demikian dapat menjadikannya tergolong sebagai orang-orang yang berbakti dan beristiqamah di atasnya sampai wafat.

194. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu[28]. Dan janganlah Engkau hinakan kami pada hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak pernah mengingkari janji."

[28] Permintaan mereka agar diberikan janji Allah yang disampaikan oleh para rasul meskipun Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya adalah agar mereka digolongkan ke dalam orang-orang yang berhak menerimanya, karena mereka belum yakin termasuk orang-orang yang menerimanya, dan diulanginya kata "Ya Tuhan kami" berkali-kali menunjukkan sikap tadharru' (perendahan diri yang dalam) mereka.

Janji Allah kepada Rasul-Nya di antaranya adalah mendapatkan kemenangan di dunia dan mendapatkan keridaan Allah dan surga-Nya di akhirat.

========================

لَتُبْلَوُنَّ فِيْٓ اَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْۗ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْٓا اَذًى كَثِيْرًا ۗ وَاِنْ تَصْبِرُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ

Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu benar-benar akan mendengar dari orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan [Âli ‘Imrân/3 : 186]

Sebab Turunnya 
Ayat ini diturunkan berhubungan dengan kisah yang terjadi di pemukiman al-Hârits bin al-Khazraj (Madinah) sebelum perang Badar. Kaum Muslimin ketika itu sedang berkumpul dengan kaum musyrikin dan  orang-orang Yahudi. Datanglah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke tempat itu dan memberi salam. Di majlis tersebut, ada ‘Abdullâh bin Ubai bin Salûl, dia berkata, “Janganlah kalian mengotori kami!” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengajak mereka untuk masuk ke dalam Islam dan membacakan al-Qur’ân kepada mereka. ‘Abdullâh bin Ubai menyahut, “Wahai lelaki! Apa yang engkau katakan bukanlah sesuatu yang bagus.  Jika itu adalah sesuatu yang haq, maka janganlah kamu mengganggu kami dengan perkataan itu! Kembalilah ke hewan tungganganmu! Barang siapa mendatangimu, maka ceritakanlah perkataan itu!”

Perkataan itu sangat menyakitkan hati kaum Muslimin, sehingga terjadilah pertengkaran di majlis itu antara mereka dengan orang-orang kafir. Akhirnya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menenangkan mereka. Setelah mereka tenang, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kembali ke tunggangannya dan pergi. Setelah itu, Allâh Azza wa Jalla menurunkan ayat ini yang berisi perintah untuk bersabar atas gangguan-gangguan orang-orang kafir.[1]

Tafsir Ringkas 
Syaikh ‘Abdurrahmân as-Sa’di rahimahullah berkata, “Allâh Azza wa Jalla mengabarkan dan mengatakan kepada kaum Mukminin bahwa mereka akan diuji pada harta mereka melalui (perintah untuk) mengeluarkan nafkah-nafkah wajib dan yang sunat serta terancam hilang harta untuk (berjuang) di jalan Allâh Azza wa Jalla . (Mereka juga akan diuji) pada jiwa-jiwa mereka dengan diberi berbagai beban berat bagi banyak orang, seperti jihad di jalan Allah atau tertimpa penyakit.

(Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati) berupa celaan terhadap kalian, agama, Kitab dan Rasul kalian … oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla berkata, ‘Jika kamu bersabar dan bertakwa‘ maksudnya, jika kalian bersabar atas segala kejadian pada harta dan diri kalian berupa ujian, cobaan dan gangguan dari orang-orang zhalim, serta kalian dapat bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla dalam kesabaran itu dengan niat mengharap wajah Allâh Azza wa Jalla dan mendekatkan diri kepada-Nya, dan kalian tidak melampaui batas kesabaran yang ditentukan oleh syariat, maksudnya tidak boleh bersabar atau menahan diri pada saat syari’at mengharuskan membalas perlakuan musuh-musuh Allâh Azza wa Jalla .  (Maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan) artinya itu termasuk perkara yang harus didahulukan dan dimeraihnya dengan berlomba-lomba. Tidak ada yang diberi taufik untuk dapat melakukan ini kecuali orang-orang yang memiliki tekad kuat dan semangat tinggi. Allah k berfirman, (artinya): ‘Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar’[2][3]

Ujian Adalah Sunnah Kauniyah  Pada Setiap Muslim
Allâh Azza wa Jalla berfirman:

          لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ

Kamu benar-benar akan diuji pada  hartamu dan dirimu [Âli ‘Imrân/3: 186]

Ujian adalah sunnah kauniyah (ketetapan Allâh Azza wa Jalla yang pasti terjadi) bagi setiap Muslim. Seorang Muslim tidak mungkin mengelak dari ujian tersebut. Oleh karena itu, Allâh memberi penekanan pada firman-Nya  لَتُبْلَوُنَّ dengan menggunakan dua huruf (yaitu huruf lam dan nun yang bertasydid, sehingga makna kalimat tersebut, kamu sungguh sungguh atau benar-benar akan diuji).”[4]

Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Firman Allâh (yang artinya), “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu” seperti firman-Nya (yang artinya) : Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Inna lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn[5]. Seorang Mukmin pasti akan diuji pada  harta, jiwa, anak dan keluarganya.”[6]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

 ذَٰلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ

Demikianlah, apabila Allâh menghendaki niscaya Allâh akan membinasakan mereka, tetapi Allâh hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain [Muhammad/47: 4]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ عَلَى الْقَبْرِ فَيَتَمَرَّغُ عَلَيْهِ وَيَقُولُ: يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَكَانَ صَاحِبِ هَذَا الْقَبْرِ وَلَيْسَ بِهِ الدِّينُ إِلَّا الْبَلَاءُ

Demi yang jiwaku berada di tangannya! Dunia ini tidak akan fana, kecuali setelah ada seseorang yang melewati sebuah kuburan dan merenung lama di dekatnya seraya berkata, ‘Seandainya aku dulu seperti penghuni kubur ini.” Bukan agama yang mendorong dia melakukan ini namun hanya ujian saja” [7]

Kekokohan Iman Dan Kadar Ujian Selalu Berbanding Lurus
Semakin kuat iman seseorang, maka ujian yang akan diberikan oleh Allâh akan semakin besar. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya oleh Sa’d bin Abî Waqqâsh Radhiyallahu anhu :

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً قَالَ الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ

“Ya Rasûlullâh! Siapakah yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, “Para Nabi kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian orang yang semisalnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar (kekuatan) agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya akan bertambah berat. Jika agamanya lemah maka akan diuji sesuai kadar kekuatan agamanya”[8]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allâh mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang membencinya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya[9]

Mengapa Allâh Azza wa Jalla Mengabarkan Bahwa Ujian Ini Pasti Akan Terjadi?
Ada beberapa faedah yang bisa dipetik dari berita tentang kepastian ujian pada kita, di antaranya:

  1. Kita akan mengetahui bahwa ujian tersebut mengandung hikmah Allâh Azza wa Jalla . Yakni, dapat dibedakan siapa Muslim yang imannya benar dengan yang tidak.
  2. Kita akan mengetahui bahwa Allâhlah yang menakdirkan semua ini.
  3. Kita bisa bersiap-siap untuk menghadapi ujian itu dan akan bisa bersabar serta akan merasa lebih ringan dalam menghadapinya.[10]

Ujian Tidak Hanya Dengan Sesuatu Yang Buruk
Allâh Azza wa Jalla tidak hanya menguji seseorang dengan sesuatu yang buruk. Akan tetapi, juga menguji seseorang dengan sesuatu yang baik. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

          كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan [al-Anbiyâ’/21 : 35]

Terkadang seorang Muslim apabila ditimpa dengan musibah dan kesusahan, ia sanggup bersabar.Namun, begitu diberi kenikmatan yang berlebih, terkadang ia tidak bisa lulus dari ujian tersebut. ‘Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu anhu pernah berkata:

          ابْتُلِينَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالضَّرَّاءِ فَصَبَرْنَا ثُمَّ ابْتُلِينَا بِالسَّرَّاءِ بَعْدَهُ فَلَمْ نَصْبِرْ

Kami diuji dengan kesusahan-kesusahan (ketika) bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami dapat bersabar. Kemudian kami diuji dengan kesenangan-kesenangan setelah beliau wafat dan kami pun tidak dapat bersabar[11]

Ujian Adalah Rahmat Dari Allâh Azza Wa Jalla 
Ujian yang diberikan oleh Allâh Azza wa Jalla adalah rahmat (kasih sayang) Allah Azza wa Jalla kepada seluruh manusia terlebih lagi untuk kaum Muslimin.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

          وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ

Dan sesungguhnya kami benar-benar akan menguji kamu agar kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan yang bersabar di antara kamu, dan agar kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu [Muhammad/47:31]

Dengan adanya ujian itu, akan tampak orang yang benar-benar beriman dengan yang tidak. Ini adalah rahmat dari Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla berfirman:

          أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami Telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? [al-‘Ankabût/29:2]

Ujian Lain Yang Lebih Berat 
Ternyata ada ujian yang lebih berat dari ujian pada harta dan jiwa. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

          وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا

Dan (juga) kamu benar-benar akan mendengar gangguan yang banyak yang menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allâh [Âli ‘Imrân/3 : 186]

Dengan penggalan ayat di atas, dapat diketahui ujian yang lebih berat daripada ujian yang telah disebutkan. Ujian yang lebih berat dari hal-hal tersebut adalah ujian yang menimpa agama (keyakinan) kita. Kalau kita memperhatikan makna ayat yang kita bahas ini, maka kita akan menemukan bahwa Allâh Azza wa Jalla telah mengurutkan ujian-ujian tersebut mulai dari yang cobaan yang lebih ringan dan dilanjutkan ke cobaan yang lebih berat. Ujian pada harta lebih ringan daripada ujian pada jiwa. Ujian pada jiwa lebih ringan daripada ujian pada agama. Seseorang bisa saja memiliki harta yang melimpah dan badan yang sehat, tetapi jika dia keluar dari agama Islam karena tidak tahan menghadapi cemoohan, gangguan serta teror orang-orang kafir. Ini merupakan satu bentuk kerusakan yang sangat besar baginya, baik di dunia maupun di akhirat.

Orang-Orang Kafir Tidak Akan Berhenti Mengganggu Kaum Muslimin
Gangguan dari orang-orang kafir, baik berupa ejekan maupun gangguan fisik, pasti akan terus ada. Allâh Azza wa Jalla  berfirman:

وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ

Sebagian besar Ahli kitab karena kedengkian mereka menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, setelah nyata bagi mereka kebenaran. [al-Baqarah/2:109][12]

Cara Menghadapi Segala Ujian
Allâh Azza wa Jalla tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya terbengkalai, tidak terurus. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla mengajarkan kepada kaum Muslimin bagaimana cara menghadapi ujian tersebut. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

          وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan [Âli ‘Imrân/3 : 186]

Menghadapi semua ujian harus dengan kesabaran dan ketakwaan. Hukum bersabar dan bertakwa dalam menghadapi ujian bukan sunat, tetapi sesuatu yang wajib dikerjakan oleh seluruh orang Muslim. Setidaknya, dalam al-Qur’ân ada enam tempat di mana Allâh Azza wa Jallak menggabungkan kata kesabaran dan ketakwaan dalam konteks yang sama. Yaitu, dalam surat Ali ‘Imrân ayat 118, 125, dan 186, dalam surat Yûsuf ayat 90, dalam surat an-Nahl ayat 125 hingga 128 dan surat Thâhâ ayat 132.[13] Ini menunjukkan bahwa kesabaran memiliki hubungan yang sangat erat dengan ketakwaan.

Hasil Yang Didapatkan Dengan Bersabar
Orang yang dapat bersabar menghadapi semua ujian akan memperoleh hal-hal yang terpuji, di antaranya[14]:

  1. Dia akan mendapatkan pahala seperti para nabi yang memiliki keteguhan hati (ulul-‘azm).[15]
  2. Dia akan mendapatkan keberkatan yang sempurna, rahmat dan petunjuk dari Allah.Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya: “Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”[al-Baqarah/2:157]
  3. Dia akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya: “Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar” [Fushshilat/41 : 35]
  4. Dia akan mendapatkan pahala tanpa batas. Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa bata” [az-Zumar/39 : 10]
  5. Dosa-dosanya akan diampuni oleh Allâh Azza wa Jalla. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

          فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ

Ujian itu akan selalu menimpa seorang hamba sampai Allâh membiarkannya berjalan di atas bumi dengan tidak memiliki dosa.[16]

Kesimpulan Dan Faidah Dari Ayat

  1. Ujian pada harta, diri dan agama adalah sunnah kauniyahpada setiap Muslim.
  2. Orang-orang kafir akan selalu mengganggu kaum Muslimin, baik dengan perkataan ataupun perbuatan.
  3. Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kaum Muslimin agar mereka bersabar dan bertakwa untuk menghadapi seluruh ujian tersebut.
  4. Ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) berbeda dengan kaum musyrikin. Meski demikian, mereka memiliki kesamaan, yaitu kekufuran dan tempat kembali mereka di akhirat nanti adalah neraka. Na’ûdzu billâh min dzâlik.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIV/1431H/2010M. Oleh Ustadz Sa’id Yai Ardiansyah Lc MA]
_______
Footnote
[1] Penulis meringkas dengan bahasa bebas dari Shahîh al-Bukhâri no. 4577 (Kitabut Tafsîr, surat Âli ‘Imrân)
[2] Fushshilat/ : 35
[3] Taisîrul Karîmir Rahmân fî Tafsîr Kalâmil Mannân hlm. 160
[4] Syaikh Ibnu ‘Âsyûr rahimahullah berkata, “Allah k memberi penekanan pada kata kerja ini dengan lâm al-qasam dan nûn at-taukîd asy-syadîdah untuk menunjukkan bahwa ujian itu akan benar-benar terjadi. Karena nûn at-taukîd asy-syadîdah (bertasydid) lebih kuat dari segi pendalilan daripada (nûn) at-taukîd alkhafîfah (yang sukun).” (at-Tahrîr wat Tanwîr IV/189)
[5] al-Baqarah/2:155-156
[6] Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm II/179
[7] HR. Muslim no. 7302
[8] HR. at-Tirmidzi no. 2398, an-Nasâi no. 7482, Ibnu Mâjah no. 4523 (ash-Shahîhah no. 143)
[9] HR. at-Tirmidzi no. 2396 dan Ibnu Mâjah no. 4031 (Ash-Shahîhah no. 146).
[10] Lihat Taisîr Al-Karîm Ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâm Al-Mannân hal. 160.
[11] HR. at-Tirmidzi no. 2464 (Hadits hasan. Shahih wa Dha’îf Sunan at-Tirmidzi V/464)
[12]  Lihat juga surat al-Baqarah/2:120
[13] Lihat Daqâiqut Tafsîr al-Jâmi’ li Tafsîr Ibni Taimiyah II/299-300.
[14] Poin ke-2 sampai ke-4 dari Adhwâ’ul Bayân I/187
[15] Lihat at-Tahrîr wat Tanwîr IV/190
[16] HR. at-Tirmidzi no.2398 , an-Nasâ’i di as-Sunan al-Kubrâ no. 7482 dan Ibnu Mâjah no. 4523 (Hadits shahîh. Ash-Shahîhah no. 143)

Related Posts:

Tafsir Ali Imran Ayat 176-184

Ayat 176-180: Hiburan bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, ancaman bagi orang-orang kafir dan seruan untuk berinfak di jalan Allah, serta menerangkan tentang kikir dan balasannya

وَلا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لَنْ يَضُرُّوا اللَّهَ شَيْئًا يُرِيدُ اللَّهُ أَلا يَجْعَلَ لَهُمْ حَظًّا فِي الآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (١٧٦) إِنَّ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْكُفْرَ بِالإيمَانِ لَنْ يَضُرُّوا اللَّهَ شَيْئًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (١٧٧) وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لأنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ (١٧٨) مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّى يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَإِنْ تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ (١٧٩) وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (١٨٠

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 176-180

176.[1] Janganlah kamu (Muhammad) dirisaukan oleh orang-orang yang dengan mudah kembali menjadi kafir[2], sesungguhnya sedikit pun mereka tidak merugikan Allah[3]. Allah tidak akan memberi bagian kepada mereka di akhirat[4], dan mereka akan mendapat azab yang besar.

177. Sesungguhnya orang-orang yang menukar iman dengan kekafiran, sedikit pun tidak merugikan Allah; dan mereka akan mendapat azab yang pedih.

178. Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami kepada mereka[5] adalah lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; mereka akan mendapat azab yang menghinakan[6].



179. Allah tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman sebagaimana dalam keadaan kamu sekarang ini[7], sehingga Dia membedakan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin)[8]. Allah tidak akan memperlihatkan kepadamu hal-hal yang ghaib[9], tetapi Allah memilih siapa yang Dia kehendaki di antara rasul-rasul-Nya[10]. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Jika kamu beriman dan bertakwa[11], maka kamu akan mendapat pahala yang besar.

180. Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya[12], mengira bahwa kikir itu baik bagi mereka, padahal kikir itu buruk bagi mereka[13]. Harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat[14]. Milik Allah-lah warisan (yang ada) di langit dan di bumi[15]. Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan[16].

Ayat 181-184: Membicarakan tentang tipu daya orang-orang Yahudi, langkah mereka yang buruk dalam memerangi dakwah Islam, kedustaan orang-orang Yahudi dan buruknya adab mereka terhadap Allah Subhaanahu wa Ta'aala

لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ سَنَكْتُبُ مَا قَالُوا وَقَتْلَهُمُ الأنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَنَقُولُ ذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ (١٨١)ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلامٍ لِلْعَبِيدِ (١٨٢) الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ عَهِدَ إِلَيْنَا أَلا نُؤْمِنَ لِرَسُولٍ حَتَّى يَأْتِيَنَا بِقُرْبَانٍ تَأْكُلُهُ النَّارُ قُلْ قَدْ جَاءَكُمْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِي بِالْبَيِّنَاتِ وَبِالَّذِي قُلْتُمْ فَلِمَ قَتَلْتُمُوهُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (١٨٣) فَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقَدْ كُذِّبَ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ جَاءُوا بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَالْكِتَابِ الْمُنِيرِ (١٨٤

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 181-184

181. Sungguh, Allah telah mendengar perkatan orang-orang (Yahudi) yang mengatakan, "Sesunguhnya Allah itu miskin dan kami kaya."[17] Kami akan mencatat perkataan mereka[18] dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka), "Rasakanlah olehmu azab yang membakar[19]."

182.[20] Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri[21], dan sesungguhnya Allah tidak menzalimi hamba-hamba-Nya[22].

183. (Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan, "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami, agar kami tidak beriman kepada seorang rasul, sebelum Dia mendatangkan kepada Kami kurban yang dimakan api[23]." Katakanlah (Muhammad), "Sungguh, beberapa orang rasul sebelumku telah datang kepadamu, (dengan) membawa bukti-bukti yang nyata[24] dan membawa apa yang kamu sebutkan[25], tetapi mengapa kamu membunuhnya[26] jika kamu orang-orang yang benar[27]".

184. Jika mereka mendustakan kamu (Muhammad), maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamu pun telah didustakan (pula)[28], mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zubur[29] dan Kitab yang memberi penjelasan yang sempurna[30].

[1] Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sangat perhatian kepada manusia, Beliau bersungguh-sungguh agar mereka mendapatkan hidayah dan bersedih jika mereka tidak memperolehnya.

[2] Orang-orang kafir Mekah atau orang-orang munafik yang selalu merongrong agama Islam.

[3] Allah akan tetap memenangkan agama-Nya, membela rasul-Nya dan mewujudkan ketetapan-Nya tanpa membutuhkan mereka. Bahkan mereka hanyalah merugikan diri mereka sendiri.

[4] Yakni surga. Oleh karena itu, Allah membiarkan mereka; tidak memberi mereka taufiq sebagaimana wali-wali-Nya yang diberi taufiq sebagai keadilan dan hikmah-Nya, karena Dia mengetahui bahwa mereka tidak mau menerima petunjuk disebabkan akhlak dan niat mereka yang buruk.

[5] Dengan memperpanjang umur mereka dan membiarkan mereka berbuat dosa sesuka hatinya.

[6] Oleh karena itu, hendaknya orang yang zalim waspada dengan diberikan tenggang waktu dan janganlah ia mengira bahwa dirinya lolos dari pantauan Allah Yang Maha Besar lagi Maha Tinggi.

[7] Keadaan di mana kaum muslimin bercampur baur dengan kaum munafik.

[8] Yakni dengan adanya beban-beban berat atau ujian yang dapat memperlihatkan keadaan hatinya. Seperti yang terjadi pada Perang Uhud, di mana hampir sepertiga pasukan memisahkan diri pulang ke Madinah. Mereka adalah orang-orang munafik.

[9] Sehingga kamu dapat menentukan siapa orang munafik dan siapa orang mukmin. Akan tetapi, setelah dibedakan oleh Allah, kamu pun dapat mengetahuinya.

[10] Di antara rasul-rasul, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dipilih oleh Allah dengan memberi keistimewaan kepada beliau berupa pengetahuan untuk menanggapi isi hati manusia, sehingga beliau dapat menentukan siapa di antara mereka yang betul-betul beriman dan siapa pula yang munafik atau kafir.

[11] Ada yang mengartikan dengan "takut terhadap nifak".

[12] Baik berupa harta, kedudukan, ilmu maupun lainnya.

[13] Baik bagi agama maupun dunia mereka. Mereka mengira bahwa kekikiran mereka memberi manfaat dan kemuliaan bagi mereka, namun ternyata tidak, bahkan menjadi penyebab ruginya mereka dan mendapatkan siksa.

[14] Untuk menyiksa mereka. Di dalam hadits disebutkan:

إِنَّ الَّذِيْ لاَ يُؤَدِّيْ زَكَاةَ مَالِهِ يُمَثَّلُ إِلَيْهِ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعُ لَهُ زَبِيْبَتَانِ فَيَلْزِمُهُ أَوْ يُطَوَّقُهُ يَقُوْلُ : أَنَا كَنْزُكَ َنَا كَنْزُكَ

"Sesungguhnya orang yang tidak menunaikan zakat, maka hartanya pada hari kiamat akan dibuat seperti ular yang kuat yang memiliki dua titik hitam, lalu melilitnya atau akan dilkalungkan kepadanya sambil berkata, "Saya adalah harta simpananmu, saya adalah harta simpananmu." (HR. Ahmad dan Nasa'i, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 1690)

[15] Semuanya dikembalikan kepada Allah, dan manusia dikembalikan tanpa membawa sepeser harta pun. Allah Ta'ala berfirman:

"Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kamilah mereka dikembalikan." (Terj. Maryam: 40)

Perhatikanlah ayat di atas, bagaimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan beberapa sebab, di mana sebab-sebab itu menghendaki agar manusia tidak kikir terhadap pemberian Allah.

Sebab pertama, adalah bahwa apa yang ada di tangan manusia merupakan karunia dan nikmat Allah, kalau sekiranya Allah tidak melimpahkan karunia dan ihsan-Nya tentu tidak akan sampai kepadanya nikmat itu. Hal ini menghendaki agar dia berbuat ihsan kepada hamba-hamba Allah lainnya, sebagaimana firman Allah:

"Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu." (Terj. Al Qashas: 77)

Barang siapa yang yakin bahwa apa yang ada di tangannya sekarang adalah karunia Allah, tentu dia tidak akan menahan kelebihan hartanya itu yang sebenarnya tidak merugikannya, bahkan memberinya manfaat baik bagi hatinya, hartanya, menambah keimanannya dan menjaganya dari musibah.

Sebab kedua, bahwa apa yang ada di tangan hamba sekarang ini semuanya akan kembali kepada Allah dan Dia yang mewarisinya. Oleh karena itu, tidak ada gunanya berbuat kikir terhadap sesuatu yang akan hilang berpindah kepada yang lain.

Sebab ketiga, yakni sebab jaza'i (adanya balasan), yaitu firman-Nya, "Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan"

Jika Dia mengetahui amal yang kamu kerjakan, di mana hal ini menghendaki adanya balasan yang baik terhadap kebaikan dan balasan berupa siksa terhadap keburukan, maka tidak ada seorang pun yang memiliki iman -meskipun sseberat dzarrah (debu halus)- enggan berinfak padahal akan diberikan pahala, serta tidak akan ridha dengan sikap kikir yang mendatangkan siksa.

[16] Sehingga Dia akan memberikan balasan.

[17] Mereka mengatakan kata-kata keji itu saat turun ayat,

"Barang siapa yang meminjami Allah pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak …dst." (Terj. Al Baqarah: 245)

Mereka mengatakan, "Jika sekiranya Allah kaya, tentu Dia tidak akan meminta pinjaman kepada kita."

[18] Dalam catatan amal untuk diberikan balasan beserta perbuatan mereka membunuh para nabi.

[19] Yang membakar badan dan menembus sampai ke hati.

[20] Perkataan ini diucapkan kepada mereka ketika mereka telah dimasukkan ke dalam neraka.

[21] Dipakai kata "tangan", karena kebanyakan tindakan manusia menggunakan tangannya.

[22] Tidak akan menyiksa mereka tanpa dosa.

[23] Yakni kenikmatan atau lainnya yang dikurbankan. Jika kurban itu diterima, maka akan datang api putih dari langit yang membakarnya, namun jika tidak diterima, maka kurban itu tetap seperti sedia kala, dan hal ini telah disampaikan kepada Bani Israil selain pada Nabi Isa 'alaihis salam dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tidak disyaratkan seperti itu.

[24] Yang menunjukkan kebenaran mereka, yaitu berupa mukjizat.

[25] Seperti Nabi Zakariyya dan Nabi Yahya 'alaihimas salam lalu kalian malah membunuhnya.

[26] Khithab (pembicaraan) ini ditujukan kepada mereka (orang-orang Yahudi di zaman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam), meskipun yang melakukan adalah nenek moyang mereka, namun mereka meridhainya.

[27] Yakni betul-betul mengikuti yang hak dan taat kepada para rasul.

[28] Oleh karena itu, janganlah kamu bersedih atau dibuat risau oleh mereka.

[29] Zubur ialah lembaran-lembaran yang berisi wahyu yang diberikan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang isinya mengandung hikmah-hikmah.

[30] Yakni: Kitab-Kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi yang berisi hukum syari'at seperti Taurat, Injil dan Zabur.

Related Posts: