Tafsir Saba’ Ayat 15-30

Ayat 15-19: Keingkaran kaum Saba’ terhadap nikmat Allah dan akibatnya.

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ (١٥) فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ (١٦) ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوا وَهَلْ نُجَازِي إِلا الْكَفُورَ (١٧) وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ الْقُرَى الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا قُرًى ظَاهِرَةً وَقَدَّرْنَا فِيهَا السَّيْرَ سِيرُوا فِيهَا لَيَالِيَ وَأَيَّامًا آمِنِينَ (١٨) فَقَالُوا رَبَّنَا بَاعِدْ بَيْنَ أَسْفَارِنَا وَظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَجَعَلْنَاهُمْ أَحَادِيثَ وَمَزَّقْنَاهُمْ كُلَّ مُمَزَّقٍ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ (١٩)

Terjemah Surat Saba’ Ayat 15-19

15. [1]Sungguh, bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Allah)[2] di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri[3], (kepada mereka dikatakan), "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya[4]. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.”

[1] Saba’ adalah sebuah kabilah yang terkenal di daerah dekat Yaman. Tempat kediaman mereka adalah sebuah negeri yang dikenal dengan nama Ma’rib. Termasuk nikmat Allah dan kelembutan-Nya kepada manusia secara umum dan kepada bangsa Arab secara khusus adalah Dia mengisahkan dalam Al Qur’an kisah orang-orang yang telah binasa yang dekat dengan bangsa Arab, sisa peninggalannya dapat disaksikan oleh mereka dan sering disebut-sebut. Yang demikian agar membuat mereka mau beriman dan mau menerima nasihat.

[2] Menurut Syaikh As Sa’diy, maksud ayat (tanda) di sini adalah apa yang Allah limpahkan kepada mereka berupa berbagai macam nikmat dan menghindarkan dari mereka berbagai macam siksa, di mana hal ini menghendaki mereka untuk beribadah kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya.

[3] Mereka mempunyai lembah yang besar, lembah itu biasa didatangi oleh aliran air yang banyak, dan mereka membuat bendungan yang kokoh yang menjadi tempat berkumpulnya air. Aliran air biasa mengalir kepadanya dan berkumpul di sana, lalu mereka alirkan dari bendungan itu ke kebun-kebun mereka yang berada di sebelah kanan dan sebelah kiri bendungan itu. Kedua kebun yang besar itu memberikan hasil yang baik, berupa buah-buahan yang cukup bagi mereka sehingga mereka bergembira dan senang, maka Allah memerintahkan mereka mensyukuri nikmat-Nya itu karena beberapa sisi, di antaranya adalah karena diberikan kedua kebun yang besar itu yang menjadi pusat makanan mereka, selain itu karena Allah telah menjadikan negeri mereka sebagai negeri yang baik karena udaranya yang baik, sedikit sesuatu yang menggangu kesehatan, dan di sana mereka memperoleh rezeki yang banyak. Di samping itu, Allah telah berjanji, bahwa jika mereka bersyukur, maka Dia akan mengampuni dan merahmati mereka. Oleh karena itu Dia berfirman, “Negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” Selain itu juga, karena Allah mengetahui kebutuhan mereka dalam perdagangan dan berbisnis di negeri yang diberkahi, yaitu beberapa daerah di Shan’a (menurut sebagian ulama salaf), namun menurut yang lain bahwa negeri yang diberkahi yang mereka tuju adalah Syam. Allah telah mempersiapkan untuk mereka berbagai sebab dan sarana agar mereka dapat dengan mudah sampai ke sana dengan aman dan tanpa ada rasa takut, dan lagi daerahnya antara yang satu dengan yang lain saling bersambung sehingga mereka tidak perlu membawa bekal dan air (karena mereka bisa membeli langsung di daerah yang mereka lewati).

[4] Karena nikmat yang dikaruniakan-Nya kepadamu di negeri Saba’.

16. Tetapi mereka berpaling[5], maka Kami kirim kepada mereka banjir yang besar[6] dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit pohon Sidr[7].

[5] Dari yang memberi nikmat (Allah) dan dari beribadah kepada-Nya, mereka tidak mau bersyukur kepada-Nya dan malah bosan dengannya sampai mereka meminta kebalikan dari itu dan berharap agar jarak perjalanan mereka dijauhkan, padahal sebelumnya mudah.

[6] Maksudnya, banjir besar yang disebabkan runtuhnya bendungan Ma'rib, lalu menenggelamkan kebun dan harta mereka.

[7] Pohon Atsl ialah sejenis pohon cemara, sedangkan pohon Sidr ialah sejenis pohon bidara.

17. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.

18. Dan Kami jadikan antara mereka (penduduk Saba’) dan negeri-negeri yang Kami berkahi (Syam), beberapa negeri yang berdekatan[8] dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan[9]. Berjalanlah kamu di negeri-negeri itu pada malam dan siang hari dengan aman[10].

[8] Yakni menyambung dari Yaman ke Syam.

[9] Sehingga mereka tidak tersesat dalam perjalanan.

[10] Yang dimaksud dengan negeri yang Allah limpahkan berkah kepadanya ialah negeri yang berada di Syam, karena kesuburannya; dan negeri- negeri yang berdekatan itu ialah negeri-negeri antara Yaman dan Syam, sehingga orang-orang dapat berjalan dengan aman siang dan malam tanpa terpaksa berhenti di padang pasir dan tanpa mendapat kesulitan. Ini termasuk sempurnanya nikmat yang Allah berikan kepada mereka, dan Dia mengamankan mereka dalam perjalanan.

19. Maka mereka berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami[11], dan (berarti) mereka menzalimi diri mereka sendiri[12]; maka Kami jadikan mereka bahan pembicaraan[13] dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya[14]. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang bersabar[15] dan bersyukur[16].

[11] Mereka meminta agar kota-kota yang berdekatan itu dihapuskan dan dijadikan padang sahara yang tandus supaya mereka dapat berbangga diri di hadapan kaum fakir dengan mengendarai unta, serta membawa perbekalan dan air, atau maksudnya agar perjalanan menjadi panjang dan mereka dapat melakukan monopoli dalam perdagangan itu, sehingga keuntungan lebih besar.

[12] Dengan kufur kepada Allah dan kepada nikmat-Nya, maka Allah menghukum mereka dan membinasakan mereka dengan mengirimkan banjir besar yang keras yang merobohkan bendungan mereka, membinasakan kebun-kebun mereka, maka bergantilah kebun yang indah itu menjadi kebun yang tidak ada manfaatnya, di mana buah-buahnya terasa pahit, dan tanaman lainnya yang tumbuh adalah pohon Atsl dan pohon Sidr. Yang demikian karena mereka merubah syukur dengan kekufuran, sehingga nikmat yang mereka peroleh dirubah dengan hukuman.

[13] Bagi generasi setelah mereka.

[14] Mereka kemudian berpencar setelah sebelumnya bersatu, dan Allah jadikan mereka bahan pembicaraan dan sebagai contoh bagi yang lain. Meskipun begitu, tidak ada yang mengambil pelajaran dari peristiwa itu selain orang yang bersabar lagi bersyukur sebagaimana diterangkan dalam ayat di atas.

[15] Yakni sabar dalam menerima musibah dan kepedihan, siap memikulnya karena mencari keridhaan Allah, tidak kesal bahkan ridha kepadanya.

[16] Terhadap nikmat Allah Subhaanahu wa Ta'aala dengan mengakuinya, memuji yang memberinya nikmat dan mengalihkan nikmat itu untuk ketaatan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Orang yang sabar lagi bersyukur ketika mendengar kisah mereka dan hal yang terjadi pada mereka dapat mengetahui bahwa musibah tersebut sebagai balasan terhadap kufurnya mereka kepada nikmat Allah dan bahwa barang siapa yang berbuat seperti itu akan diberikan balasan yang serupa, ia juga mengetahui, bahwa syukur kepada Allah dapat menjaga nikmat dan menolak hukuman. Demikian pula ia mengetahui, bahwa para rasul adalah benar dalam berita yang mereka sampaikan, dan bahwa pembalasan adalah benar sebagaimana ia melihat contoh-contohnya ketika di dunia.

Ayat 20-23: Peringatan agar tidak mengikuti setan, berlepasnya patung-patung dari para penyembahnya, sembahan-sembahan selain Allah tidak mempunyai kekuasaan sedikit pun, dan peniadaan syafaat bagi orang yang menyembah selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

وَلَقَدْ صَدَّقَ عَلَيْهِمْ إِبْلِيسُ ظَنَّهُ فَاتَّبَعُوهُ إِلا فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (٢٠)وَمَا كَانَ لَهُ عَلَيْهِمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يُؤْمِنُ بِالآخِرَةِ مِمَّنْ هُوَ مِنْهَا فِي شَكٍّ وَرَبُّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَفِيظٌ (٢١) قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ لا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ (٢٢) وَلا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ (٢٣)

Terjemah Surat Saba’ Ayat 20-23

20. [17]Dan sungguh, Iblis telah dapat meyakinkan terhadap mereka kebenaran sangkaannya, lalu mereka mengikutinya, kecuali sebagian dari orang-orang mukmin[18].

[17] Selanjutnya Allah menyebutkan, bahwa kaum Saba’ telah membenarkan persangkaan Iblis, di mana dia pernah berkata, "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,-- Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.” (lihat Al Hijr: 39-40) Ini adalah sangkaan Iblis, tidak secara yakin, karena ia tidak mengetahui yang gaib, dan tidak datang kepadanya berita dari Allah bahwa ia akan menyesatkan manusia semua kecuali orang-orang yang ia kecualikan. Oleh karena itu, mereka yang kufur kepada Allah termasuk orang-orang yang membenarkan sangkaan iblis dan terbawa bujukan dan rayuannya.

[18] Maka mereka tidak mengikutinya. Bisa jadi kisah kaum Saba’ sampai pada firman Allah Ta’ala, “Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang bersabar dan bersyukur.” Sedangkan ayat setelahnya merupakan ayat yang baru, sehingga ayat tersebut umum mengena kepada semua orang yang mengikuti Iblis.

21. Dan tidak ada kekuasaan (Iblis) terhadap mereka[19], melainkan hanya agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya akhirat dan siapa yang masih ragu-ragu tentang (akhirat) itu[20]. Dan Tuhanmu Maha Memelihara segala sesuatu[21].

[19] Yakni Iblis tidak berkuasa memaksa mereka mengikuti keinginannya, ia hanya bisa membujuk dan mengajak manusia.

[20] Yakni agar tegak ujian, di mana dengannya dapat diketahui siapa yang benar dan siapa yang berdusta. Demikian pula dapat diketahui orang yang imannya benar yang kokoh ketika mendapatkan ujian dan dapat melawan syubhat-syubhat setan dengan orang yang imannya tidak teguh dan mudah goncang oleh syubhat yang datang meskipun kecil. Oleh karena itu, Allah menjadikan Iblis sebagai ujian, di mana dengannya Dia menguji hamba-hamba-Nya agar tampak siapa yang baik dan siapa yang buruk.

[21] Dia menjaga hamba, menjaga amal mereka, menjaga balasannya dan nanti Dia akan memberikan secara sempurna untuk mereka.

22. Katakanlah (Muhammad)[22], "Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah[23]! Mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka sama sekali tidak mempunyai peran serta dalam (penciptaan) langit dan bumi[24] [25]dan tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.

[22] Kepada orang-orang yang menyekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak dapat menimpakan bahaya, sambil menerangkan kelemahannya dan menjelaskan batilnya beribadah kepadanya.

[23] Untuk memberimu manfaat, karena telah berkumpul pada diri mereka sebab-sebab kelemahan dan mereka tidak sanggup mengabulkan doa dari berbagai sisi. Mereka juga tidak memiliki apa-apa meskipun kecil di langit dan di bumi.

[24] Oleh karena itu, mereka tidak memiliki apa pun dan tidak memiliki peran pada penciptaan langit dan bumi.

[25] Jika ada perkataan, “Memang mereka tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki peran dalam hal itu, tetapi bisa saja mereka sebagai pembantu bagi Allah, sehingga berdoa kepada sekutu-sektu itu bisa bermanfaat.” Maka dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala membantahnya, bahwa Dia tidak memiliki pembantu sama sekali. Tinggallah masalah syafaat, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala nafikan juga dalam ayat selanjutnya.

23. Dan syafaat (pertolongan) di sisi-Nya hanya berguna bagi orang yang telah diizinkan-Nya (memperoleh syafaat itu)[26][27]Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu[28]?" Mereka menjawab, “(Perkataan) yang benar,” dan Dialah Yang Mahatinggi[29] lagi Mahabesar[30].

[26] Ayat ini merupakan bantahan terhadap sangkaan mereka, bahwa sesembahan-ssembahan mereka dapat memberikan syafaat bagi mereka di sisi Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Ayat ini menerangkan bahwa pemberian syafaat hanya dapat berlaku dengan izin Allah.

Dengan demikian, semua ketergantungan kaum musyrik kepada tandingan-tandingan itu baik berupa manusia, pohon, patung, batu dan lainnya telah Allah putuskan dan telah Allah terangkan kebatilannya, telah Dia putuskan usulnya (dasar-dasarnya), karena orang musyrik, di mana yang dia seru dan dia sembah adalah selain Allah, tidaklah melakukannya kecuali karena mengharap manfaat darinya. Inilah yang membuat mereka berbuat syirk (yakni untuk memperoleh manfaat). Jika yang disembah selain Allah itu tidak berkuasa memberi manfaat, tidak menjadi pembantu bagi yang berkuasa memberi manfaat serta tidak mampu memberi syafaat tanpa izin-Nya, maka berdoa dan beribadah kepadanya merupakan kesesatan dalam akal dan batil dalam syara’.

Bahkan bagi orang musyrik, yang awal harapan dan maksudnya adalah memperoleh manfaat, namun Allah terangkan kebatilannya dan ketidakadaan manfaat, dan Dia menerangkan di ayat lain bahaya yang demikian bagi penyembahnya. Dia juga menerangkan, bahwa pada hari Kiamat, mereka dengan sesembahannya saling mengingkari dan saling laknat melaknat, dan tempat mereka adalah neraka. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.” (Terj. Al Ahqaaf: 6).

Namun anehnya, orang musyrik tetap saja enggan tunduk kepada para rasul karena persangkaannya bahwa para rasul manusia, ia malah ridha tunduk menyembah dan berdoa kepada batu dan pohon, ia sombong dari berbuat ikhlas kepada Allah Yang Maha Pengasih dan malah ridha menyembah sesuatu yang bahayanya lebih dekat daripada manfaatnya serta menaati musuhnya yang sesungguhnya, yaitu setan.

[27] Firman Allah Ta’ala, “Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab, “(Perkataan) yang benar,” dan Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” Bisa jadi ayat ini berkenaan dengan kaum musyrik karena merekalah yang disebutkan dalam lafaz itu, sedangkan kaidah dalam hal dhamir (kata ganti nama) adalah kembali kepada yang lebih dekat, sehingga maknanya adalah, bahwa pada hari Kiamat, ketika rasa takut dihilangkan dari kaum musyrik lalu mereka ditanya saat akal mereka kembali sadar tentang keadaan mereka ketika di dunia serta tentang pendustaan mereka kepada kebenaran yang dibawa para rasul, lalu mereka mengakui bahwa yang mereka pegang (berupa kekafiran dan kesyirkkan) adalah batil, dan bahwa apa yang difirmankan Allah dan dikabarkan para rasul-Nya adalah hak. Ketika itu, tampak jelas bagi mereka apa yang mereka sembunyikan sebelumnya, dan mereka pun tahu bahwa yang benar adalah milik Allah dan mereka mengakui dosa-dosa mereka.

Bisa juga maksudnya, bahwa ayat ini adalah berkenaan dengan para malaikat, yaitu ketika Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, lalu para malaikat mendengarnya, maka mereka langsung pingsan dan bersungkur sujud kepada Allah, kemudian malaikat yang pertama kali mengangkat kepalanya adalah malaikat Jibril, lalu Allah menyampaikan wahyu kepadanya sesuai yang Dia inginkan. Ketika rasa takut telah dihilangkan dari hati para malaikat, maka masing-masing mereka bertanya kepada yang lain tentang firman Allah Ta’ala yang tadi mereka pingsan ketika mendengarnya, mereka berkata, “Apa yang difirmankan Tuhanmu?” Sebagian mereka berkata kepada yang lain, “(Perkataan) yang benar.” Baik secara garis besar karena mereka tahu bahwa Allah tidaklah berkata kecuali yang benar dan bisa jadi sebagian mereka itu mengatakan, “Dia berfirman begini dan begitu.” Dan ini pun termasuk kebenaran. Dengan demikian maknanya adalah bahwa kaum musyrik yang menyembah selain Allah yang telah diterangkan kelemahannya dan kekurangannya, yang tidak bermanfaat dari berbagai sisi, bagaimana mereka sampai berpaling dari mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Rabbul ‘alamin yang Mahatinggi lagi Mahabesar, di mana di antara keagungan-Nya adalah bahwa para malaikat yang mulia dan makhluk yang didekatkan sangat tunduk bahkan sampai pingsan ketika mendengar firman-Nya, dan mereka semua mengakui bahwa Dia tidaklah mengatakan kecuali yang hak (benar). Lalu mengapa kaum musyrik itu sombong dari beribadah kepada Tuhan yang seperti ini keadaanya, kerajaan dan kekuasaan-Nya begitu agung, maka Mahatinggi Allah dan Mahabesar Dia dari kesyirkkan orang-orang musyrik dan dari kedustaan mereka.

[28] Ayat ini menunjukkan bahwa Al Qur’an adalah firman Allah, bukan makhluk.

[29] Dengan zat-Nya di atas seluruh makhluk-Nya, Dia berkuasa kepada mereka dan tinggi kedudukan-Nya karena Dia memiliki sifat-sifat yang agung.

[30] Baik zat maupun sifat-Nya.

Ayat 24-30: Yang memberikan rezeki adalah Allah Subhaanahu wa Ta'aala, tingginya kalimat yang hak dan rendahnya kalimat kebatilan, serta umumnya risalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ قُلِ اللَّهُ وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (٢٤) قُلْ لا تُسْأَلُونَ عَمَّا أَجْرَمْنَا وَلا نُسْأَلُ عَمَّا تَعْمَلُونَ (٢٥) قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ (٢٦) قُلْ أَرُونِيَ الَّذِينَ أَلْحَقْتُمْ بِهِ شُرَكَاءَ كَلا بَلْ هُوَ اللَّهُ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٢٧) وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٢٨) وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (٢٩) قُلْ لَكُمْ مِيعَادُ يَوْمٍ لا تَسْتَأْخِرُونَ عَنْهُ سَاعَةً وَلا تَسْتَقْدِمُونَ (٣٠)

Terjemah Surat Saba’ Ayat 24-30

24. [31]Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit[32] dan dari bumi[33]?" Katakanlah, "Allah, [34]” dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata[35].

[31] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Nabi-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada orang-orang yang menyekutukan Allah dan bertanya tentang alasan kemusyrikannya.

[32] Seperti hujan.

[33] Seperti tanaman dan tumbuhan.

[34] Mereka tentu akan mengatakan Allah, dan kalau pun mereka tidak mengatakannya tidak ada jawaban selain itu. Jika telah jelas, bahwa Allah saja yang memberikan rezeki kepada kita dari langit dan dari bumi maka mengapa yang disembah malah selain-Nya yang tidak memberikan rezeki dan tidak memberikan manfaat apa-apa.

[35] Ini merupakan kelembutan dalam berdakwah. Ucapan ini diucapkan dari orang yang telah jelas kebenaran baginya dan dapat memastikan kebenaran yang dipegang olehnya, sedangkan musuhnya di atas kebatilan. Maksud ayat ini adalah, bahwa kami telah menerangkan dalil-dalil yang ada pada kami dan ada pada kamu di mana dengannya dapat diketahui secara yakin siapakah yang hak dan siapa yang batil, siapa yang mendapatkan petunjuk dan siapa yang tersesat? Sehingga menentukan siapa yang benar sudah tidak ada faedahnya lagi. Hal itu, karena jika anda membandingkan antara orang yang mengajak menyembah Allah yang mencipta semua makhluk, yang mengaruniakan berbagai nikmat dan menghindarkan berbagai bencana yang segala puji bagi-Nya dan kerajaan milik-Nya, yang berkuasa memberikan manfaat dan menghindarkan bahaya, yang mampu menghidupkan dan mematikan dengan orang yang mendekatkan diri kepada patung dan berhala atau kuburan yang tidak menciptakan dan memberikan rezeki, tidak berkuasa memberikan manfaat bagi dirinya apalagi bagi yang menyembahnya, tidak mampu menghidupkan dan mematikan, yang tidak memiliki bagian kekuasaan di alam semesta dan tidak memiliki peran apa-apa, yang tidak dapat dapat menolong dan memberikan syafaat, maka siapakah yang mendapatkan petunjuk dan siapakah yang tersesat, siapakah yang berbahagia dan siapakah yang sengsara? Tidak perlu dijelaskan siapa yang mendapat petunjuk dan bahagia, karena keadaannya lebih jelas daripada sekedar diucapkan.

25. Katakanlah, "Kamu tidak akan dimintai tanggung jawab atas apa yang kami kerjakan dan kami tidak dimintai tanggung jawab atas apa yang kamu kerjakan[36].”

[36] Yakni masng-masing dari kami dan kamu untuknya amalnya, kamu tidak dimintai tanggung jawab atas apa yang kami kerjakan, dan kami tidak dimintai tanggung jawab atas apa yang kamu kerjakan. Oleh karena itu, hendaknya tujuan kami dan kamu adalah mencari kebenaran dan menempuh jalan yang adil, dan jangan sampai menghalangi kamu dari mengikuti yang hak, karena hukum-hukum dunia berjalan sesuai yang tampak, yang diikuti di sana adalah yang hak dan yang dijauhi adalah yang batil. Adapun urusan amal, maka ada tempat lagi yang lain, di mana yang memutuskannya adalah hakim yang sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, yaitu Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

26. Katakanlah[37], "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua[38], kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar[39]. Dan Dia Yang Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.”

[37] Yakni kepada mereka.

[38] Pada hari Kiamat.

[39] Yakni Dia akan memberikan keputusan di antara kami dengan putusan yang memperjelas siapa yang benar dan siapa yang dusta, siapa yang berhak mendapat pahala dan siapa yang berhak mendapatkan siksa, dan Dia akan memasukkan yang benar ke dalam surga dan memasukkan yang salah ke dalam neraka.

27. Katakanlah, "Perlihatkanlah kepadaku sembahan-sembahan yang kamu hubungkan dengan Dia sebagai sekutu-sekutu-Nya[40], tidak mungkin[41]! Sebenarnya Dialah Allah Yang Mahaperkasa[42] lagi Mahabijaksana[43].

[40] Yakni di mana mereka? Apakah mereka di bumi atau di langit, karena Tuhan yang mengetahui yang gaib dan yang tampak telah memberitahukan kepada kita bahwa Dia tidak memiliki sekutu di alam semesta. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata, "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah.” Katakanlah, "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu).” (Terj. Yunus: 18) Bahkan para nabi dan rasul yang merupakan manusia pilihan tidak mengetahui adanya sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu, wahai kaum musyrik perlihatkanlah kepadaku sembahan-sembahan yang kamu hubungkan dengan Dia sebagai sekutu-sekutu-Nya dengan sangkaanmu yang batil. Pertanyaan ini tentu tidak bisa mereka jawab. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Tidak mungkin”, yakni tidak mungkin ada sekutu bagi Allah dan tidak ada tandingan bagi-Nya. Bahkan Dialah Allah yang tidak ada yang berhak disembah selain Dia, Dia Mahaperkasa, Dia berkuasa terhadap segala sesuatu, sedangkan selain-Nya dikuasai dan ditundukkan, dan Dia Mahabijaksana, di mana Dia merapikan ciptaan-Nya dan memperbagus syariat-Nya. Kalau pun tidak ada dalam hikmah dan syariat-Nya kecuali Dia memerintahkan tauhid dan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya, Dia mencintai hal itu dan menjadikannya sebagai jalan selamat, serta melarang syirk dan melarang mengadakan tandingan bagi-Nya serta menjadikannya sebagai jalan kesengsaraan dan kebinasaan, maka yang demikian sudah cukup sebagai bukti sempurnanya kebijaksanaan, lalu bagaimana dengan semua perintah dan larangan yang mengandung hikmah?

[41] Sebagai penolakan terhadap keyakinan mereka bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala mempunyai sekutu.

[42] Yang berkuasa terhadap urusan-Nya.

[43] Dalam mengatur makhluk-Nya.

28. [44]Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira[45] dan sebagai pemberi peringatan[46], tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[47].

[44] Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah mengutus Rasul-Nya kecuali tugasnya untuk menyampaikan berita gembira kepada semua manusia dengan pahala Allah dan memberitahukan amal yang yang dapat mendatangkan pahala itu serta memperingatkan mereka dengan azab Allah dan memberitahukan amal yang mendatangkan azab itu, dan Beliau tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Oleh karena itu, usulan (didatangkan ayat atau mukijizat) yang diusulkan orang-orang yang mendustakan bukanlah urusan Beliau, bahkan hal itu ada di Tangan Allah.

[45] Bagi orang-orang mukmin dengan surga.

[46] Bagi orang-orang kafir dengan neraka.

[47] Kebanyakan mereka tidak memiliki ilmu yang benar, keadaan mereka bisa sebagai sebagai orang yang jahil (bodoh) atau membangkang. Termasuk yang menunjukkan tidak adanya ilmu pada mereka adalah ketika usulan mereka tidak dipenuhi, akhirnya mereka menolak dakwah Beliau.

29. [48]Dan mereka berkata, "Kapankah (datangnya) janji (azab) ini, jika kamu orang yang benar[49]?"

[48] Di antara yang mereka usulkan adalah permintaan mereka untuk disegerakan azab yang diperingatkan kepada mereka.

[49] Ini termasuk kezaliman mereka. Padahal apa kaitannya antara kejujuran dengan pemberitahuan kapan terjadinya, sehingga ketika belum terjadi, maka berarti tidak benar? Jelas, bahwa maksud mereka dengan kata-kata tersebut adalah menolak yang hak di samping sebagai bentuk kebodohan pada akal. Persamaannya dalam hal ini adalah ketika seseorang datang kepada sebuah kaum yang mereka mengetahui kejujurannya dan sikap tulusnya, di mana kaum tersebut memiliki musuh yang sedang mencari-cari kesempatan untuk menyerang mereka, lalu orang itu berkata, “Aku meninggalkan musuh kalian dalam keadaan sedang berjalan untuk menyerang dan memusnahkan kalian!” Jika salah seorang di antara mereka berkata, “Jika engkau memang benar, kapan datangnya?” Tentu pertanyaan seperti ini tidak pantas diajukan. Dengan demikian, menolak suatu berita dengan alasan tidak jelas kapan terjadinya termasuk kedunguan.

30. Katakanlah[50], "Bagimu ada hari yang telah dijanjikan (hari Kiamat), kamu tidak dapat meminta penundaan atau percepatannya sesaat pun[51].”

[50] Kepada mereka memberitahukan waktu terjadinya.

[51] Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap hari itu dan bersiap-siaplah untuk menghadapinya.

=============================================

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ ﴿١٥﴾ فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ ﴿١٦﴾ذَٰلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوا ۖ وَهَلْ نُجَازِي إِلَّا الْكَفُورَ

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu: dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan), ‘Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Rabbmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya!’ (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar. Dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsl dan sedikit dari pohon sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan adzab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.”[1][Saba’/34:15-17]

Pendahuluan
Setelah Allâh Azza wa Jalla menyebutkan nikmat yang diberikan kepada keluarga (Nabi) Dawud ‘alaihimussalâm, bentuk syukur mereka kepada Allâh Azza wa Jalla dan pengabaran bahwa hanya sedikit di antara hambanya yang bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah diberikan (pada ayat-ayat yang sebelumnya-pen), Allâh Azza wa Jalla menyebutkan kisah anak-keturunan Saba’.

Ini adalah salah satu bentuk nikmat dan kasih sayang yang diberikan oleh Allâh kepada manusia. Dia Azza wa Jalla menceritakan kabar-kabar kaum yang dibinasakan dan diadzab kepada orang-orang yang tinggal berdekatan dengan bangsa Arab. Mereka menyaksikan langsung peninggalan-peninggalan serta saling menceritakan kabar kehancuran kaum tersebut. Dengan tujuan, mereka akan lebih membenarkan apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan lebih dapat menerima peringatan dari beliau.

Saba’ adalah suatu kabilah yang terkenal di negeri Yaman. Nama lengkap Saba’ adalah Saba’ bin Yasyjub bin Ya’rub bin Qahthân. Tempat tinggal mereka berada di suatu daerah yang disebut Ma’rib. Allâh telah memberikan kepada mereka nikmat yang sangat besar, tetapi mereka tidak mensyukuri nikmat tersebut, sehingga Allâh menurunkan adzab dan mencabut nikmat-Nya. Itu adalah balasan yang setimpal untuk orang yang sangat kafir.

Siapakah Saba’ itu?
Dalam hadits Farwah bin Musaik, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya oleh seorang laki-laki, “Ya Rasûlullâh! Kabarkanlah kepadaku tentang Saba’! Apakah Saba’ itu? Apakah dia itu (nama) suatu tempat ataukah (nama) wanita?” Beliau pun menjawab:

لَيْسَ بِأَرْضٍ وَلاَ امْرَأَةٍ وَلَكِنَّهُ رَجُلٌ وَلَدَ عَشَرَةً مِنَ الْعَرَبِ, فَتَيَامَنَ سِتَّةٌ وَتَشَاءَمَ أَرْبَعَةٌ

Dia bukanlah (nama) suatu tempat dan bukan pula (nama) wanita, tetapi dia adalah seorang laki-laki yang memiliki sepuluh anak dari bangsa Arab. Enam orang dari anak-anaknya menempati wilayah Yaman dan empat orang menempati wilayah Syam[2]

Dalam riwayat Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma terdapat tambahan, “Adapun yang menempati Yaman, mereka adalah: Madzhij, Kindah, Al-Azd, Al-Asy’ariyûn, Anmâr dan Himyar. Adapun yang menempati Syam, mereka adalah: Lakhm, Judzâm, ‘Âmilah dan Ghassân.”[3]

Berdasarkan literatur-literatur sejarah[4], Saba’ juga dikenal dengan nama ‘Abdusy-Syams (Hamba Matahari). Kesepuluh orang anak Saba’ tersebut sekarang dikenal sebagai nama-nama kabilah.

Kerajaan Saba’
Kerajaan Saba’ adalah kerajaan yang berdiri sejak abad ke-10 SM atau sebelumnya. Kerajaan ini mencapai masa kejayaan di abad ke-8 SM. Pada abad itulah Ratu Bilqis, istri Nabi Sulaiman ‘alaihissalâm, hidup. Perlu diketahui bahwa Bilqis termasuk keturunan Saba’ dan pernah memimpin kerajaan Saba’. Pada abad itu pulalah dibangun bendungan raksasa yang menghebohkan dunia.

Kerajaan ini memiliki wilayah kekuasan yang sangat luas sekali, meliputi: seluruh Jazirah Arab bagian selatan, Laut Merah, Iretria dan Ethiopia Timur di benua Afrika.

Kerajaan ini berpusat di Ma’rib, suatu daerah di Yaman yang berjarak 170 km dari Shan’â’, Ibu kota Yaman saat ini. Mengalami kehancuran pada tahun 550 M.

Kehebatan Kaum Saba’
Kerajaan Saba’ juga terkenal dengan kekuatan bala-tentaranya, sehingga dapat mengalahkan banyak kerajaan lain di sekitarnya. Allâh Azza wa Jalla mengabadikan kisah Ratu Bilqis ketika dia menanyakan bagaimana pendapat pejabat-pejabat di sekitarnya tentang ancaman yang datang dari Nabi Sulaiman Alaihissallam :

قَالُوا نَحْنُ أُولُو قُوَّةٍ وَأُولُو بَأْسٍ شَدِيدٍ وَالْأَمْرُ إِلَيْكِ فَانْظُرِي مَاذَا تَأْمُرِينَ

Mereka menjawab, “Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada ditanganmu, maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan.” [an-Naml/27:33]

Pada tahun 24 SM tentara kerajaan Saba’ berhasil menaklukkan tentara Markus Ilyus Galus dari kerajaan Romawi, yang pada saat itu dunia mengenalnya dengan kekuatan bala-tentara yang tidak ada tandingannya.

Kemakmuran Kaum Saba’
Kerajaan ini terkenal dengan hasil alamnya sehingga banyak orang yang berhijrah dan berdagang ke sana. Dengan demikian, kerajaan ini bisa menjadi kerajaan yang sangat kaya dan makmur pada saat itu. Allâh Azza wa Jalla mengabadikan keadaan mereka di dalam al-Qur’ân:

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allâh) di tempat kediaman mereka, yaitu: dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri [Saba’/34:15]

Seperti Apa Dua Kebun itu?
Dua kebun itu sangat luas dan terletak di hamparan lembah antara dua gunung di Ma’rib. Tanahnya sangat subur dan menghasilkan berbagai macam tanaman dan buah-buahan.

Qatâdah rahimahullah dan ‘Abdurrahmân bin Zaid rahimahullah, dua orang tâbi’i, menceritakan bahwa apabila ada seseorang masuk ke dalam kebun itu dengan membawa keranjang di atas kepalanya, ketika keluar maka keranjang tersebut akan dipenuhi dengan buah-buahan tanpa harus memetik buah tersebut.

Abdurrahmân bin Zaid rahimahullah menambahkan bahwa di sana tidak ditemukan nyamuk, lalat, serangga, kelajengking dan ular.[5]

Penyebutan dua kebun di ayat ini tidak berarti bahwa kebun itu jumlahnya hanya dua, tetapi yang dimaksud dengan dua kebun adalah kebun-kebun yang berada di sebelah kiri dan kanan lembah tersebut. Kebun-kebunnya sangat banyak dan beragam, sebagaimana dikatakan oleh al-Qusyairi rahimahullah[6].

Mengapa Lembah itu Bisa Menjadi Sangat Subur?
Lembah itu menjadi sangat subur karena adanya bendungan yang bisa menampung air yang sangat banyak. Bendungan itu terkenal dengan nama bendungan Ma’rib atau bendungan ‘Arim. Bendungan itu berukuran panjang 620 m, lebar 60 m dan tinggi 16 m.

Bendungan yang sangat menakjubkan ini didirikan pada abad ke-7 atau ke-8 SM. Disebutkan di beberapa catatan sejarah bahwa yang membangunnya adalah Raja Saba’ bin Yasyjub. Adapun di beberapa buku tafsir[7] disebutkan bahwa yang membangunnya adalah Ratu Bilqis. Karena terjadi pertikaian di kaumnya dalam pemanfaatan air wâdi[8], sehingga mereka saling membunuh untuk merebutnya, maka Ratu Bilqis berinisiatif untuk mendirikan bendungan itu.

Dengan adanya bendungan itu, kaum Saba’ tidak perlu merasa takut akan persediaan air dan mereka dapat memanfaatkannya untuk pengairan (irigasi) kebun-kebun mereka. Ini adalah nikmat yang sangat besar yang diberikan oleh Allâh kepada mereka.

Kewajiban Mereka Terhadap karunia yang Mereka Terima
Allâh Azza wa Jalla berfirman:

كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

(Kepada mereka dikatakan), ‘Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Rabbmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya!’ (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun [Saba’/34:15]

Allâh Azza wa Jalla memerintahkan mereka untuk menikmati nikmat yang Allâh Azza wa Jalla berikan itu dan bersyukur kepada-Nya.

Firman Allah Ta’ala:

بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun [Saba’/34:15]

Maksud dari negeri yang baik adalah negeri yang baik hawa dan suhunya, sebagaimana disebutkan olehaAl-Baghawi[9]. Adapun pengertian Rabb yang Maha Pengampun adalah Yang Maha mengampuni dosa-dosa kalian, jika kalian senantiasa berada di atas tauhid, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Katsîr[10].

Qatâdah berkata, “Rabb kalian Maha mengampuni dosa-dosa kalian atau kaum yang telah diberi kenikmatan. Dan Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kepada mereka untuk menaati-Nya dan melarang mereka untuk melakukan perbuatan maksiat kepada-Nya.”[11]

Kehancuran Kaum Saba’
Sebelum Ratu Bilqis masuk Islam, kaum Saba’ menyembah matahari dan bintang-bintang. Setelah beliau memeluk Islam, maka kaumnya pun mengikutinya.

Sampai kurun waktu tertentu, kaum Saba’ dalam keadaan bertauhid kepada Allâh Azza wa Jalla , hingga akhirnya kembalilah mereka ke agama nenek moyang mereka.

Allâh Azza wa Jalla telah mengutus tiga belas rasul kepada mereka[12]. Akan tetapi, mereka tetap saja tidak mau kembali ke dalam Islam. Allâh Azza wa Jalla pun murka dan menghancurkan bendungan yang telah mereka buat. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ

Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir Al-‘Arim [Saba’/34:16]

Para ulama berbeda pendapat tentang makna a-‘aim di ayat tersebut. Makna a-‘aim yang mereka sebutkan adalah sebagai berikut: bendungan, air yang ditampung bendungan, air yang sangat besar, nama wâdi (lembah), tikus yang menghancurkan bendungan dan nama banjir[13].

Penyebab Hancurnya Bendungan Ma’rib.
Allâh-lah yang menghancurkan bendungan itu. Di hampir seluruh buku-buku tafsir disebutkan bahwa sebab kehancuran bendungan adalah adanya seekor tikus besar (lebih besar daripada kucing) yang diutus oleh Allâh Azza wa Jalla untuk melubangi bendungan itu.

Ada sebab lain yang disebutkan oleh Ibnu ‘Âsyûr rahimahullah yaitu; pertama dikarenakan terjadinya perang saudara di antara mereka sehingga tidak sempat memperbaiki kerusakan yang terjadi di bendungan itu, dan yang kedua dikarenakan ulah musuh-musuh kaum Saba’ pada saat itu yang dengan sengaja menghancurkan bendungan itu[14]Allâhu a’lam (Allâh-lah yang Maha Mengetahui) mana yang benar dari sebab-sebab yang disebutkan. Tetapi yang jelas, Allâh-lah yang menghancurkannya sebagaimana disebutkan di dalam ayat ini.

Kehancuran bendungan Ma’rib terjadi sekitar tahun 542 M. Kehancuran bendungan itu mengakibatkan banyak kerusakan pada kaum Saba’ dan kehancuran kerajaan mereka.

Keadaan Kaum Saba’ Setelah Hancurnya Bendungan Ma’rib
Allâh Azza wa Jalla menceritakan keadaan mereka setelah hancurnya bendungan Ma’rib dengan firman-Nya:

وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ

Dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsl dan sedikit dari pohon sidr [Saba’/34:16]

Kedua kebun mereka yang menjadi sumber penghidupan, kekayaan dan kekuatan mereka digantikan oleh Allâh Azza wa Jalla dengan kebun yang jelek, yang tidak bermanfaat untuk kehidupan mereka.

Firman Allâh ta’âla: “(pohon-pohon) yang berbuah pahit” yaitu pohon siwak (أرَاك/Toothbrush tree /Salvadora persica) dan buahnya yang pahit (dalam bahasa arab disebut barîr). Ini adalah pendapat jumhur mufassirîn, seperti Ibnu ‘Abbâs, Mujâhid, ‘Ikrimah, Athâ’, Qatâdah, Al-Hasan, As-Suddi dll.

Sedangkan pohon atsl adalah pohon tamarisk (طَرْفَاء/Tamarix aphylla). Ia sejenis pohon cemara.

Sedangkan pohon sidr adalah pohon bidara (Indian pulm/Ziziphus Mauritiana)[15].

Dengan keadaan seperti itu, kaum Saba’ tidak bisa bertahan, sehingga hancurlah kerajaan mereka. Kehancuran ini diperkirakan terjadi pada tahun 550 M.

Mereka terpaksa harus mencari tempat tinggal yang baru. Mereka pun berhijrah ke berbagai tempat. Enam kabilah dari kaum Saba’ berpencar di Yaman dan empat kabilah lainnya berpencar di Syam sebagaimana telah disebutkan di awal pembahasan. Ini semua adalah akibat ulah mereka sendiri. Mereka tidak bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla dan menyembah selain-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

ذَٰلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوا ۖ وَهَلْ نُجَازِي إِلَّا الْكَفُورَ

Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir [Saba’/34:17]

Ini juga sesuai dengan firman Allah Ta’ala:

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ ﴿١١٢﴾وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ

Dan Allâh telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allâh. Karena itu, Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. Dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya. Karena itu, mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zhalim.” [an-Nahl/16:112-113]

Sungguh mengerikan bukan kisah kehancuran kaum Saba’! Mereka kufur terhadap nikmat Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla mengabadikan kisah mereka di dalam al-Qur’ân dan memberi nama surat yang memuat kisah mereka dengan nama surat Saba’. Ini agar orang-orang terus mengingat, membicarakan dan mengenang kisah ini.

Di akhir kisah kaum Saba’, Allâh mengakhiri firman-Nya dengan :

إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur [Saba’/34:19]

Mudah-mudahan kita semua termasuk hamba Allâh yang bisa bersabar menghadapi segala ujian di dunia ini dan bisa selalu bersyukur.

Allâhummaj’alnâ minashshâbirîn asy-syâkirîn. Mudah-mudahan bermanfaat. Amin.

Kesimpulan

  1. Saba’ adalah nama seorang laki-laki yang kaum Saba’ menisbatkan dirinya kepadanya.
  2. Karena memiliki bendungan yang sangat besar dan kebun-kebun yang sangat luas, kerajaan Saba’ menjadi sangat makmur dan memiliki bala tentara yang sangat kuat.
  3. Kaum Saba’ selama beberapa lama sempat bertauhid kepada Allâh Azza wa Jalla .
  4. Mereka tidak bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla dan kembali menyembah matahari dan bintang-bintang, sehingga Allâh Azza wa Jalla menurunkan azabnya dengan menghancurkan bendungan Ma’rib yang mereka buat.
  5. Dengan adzab yang Allâh Azza wa Jalla turunkan itu, hancurlah semua kebun yang mereka banggakan selama beratus-ratus tahun dan Allâh Azza wa Jalla gantikan dengan kebun-kebun yang tidak berarti.
  6. Kaum Saba’ tidak bisa bertahan dengan keadaan seperti itu, sehingga mengakibatkan hancurnya kerajaan mereka dan berpencarnya sepuluh kabilah kaum Saba’ di daerah Yaman dan Syam.
  7. Ini semua adalah balasan bagi orang yang sangat kafir kepada Allâh Azza wa Jalla dan tidak mensyukuri nikmat-Nya.

Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Madinah: Kompleks Percetakan Mushhaf Raja Fahd.
  2. Al-Jâmi’ li ahkâmil-Qur’ân. Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi. 1423 H/2003 M. Riyadh: Dar ‘Âlam Al-Kutub.
  3. Al-Mausû’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah. Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Kuwait. Mesir: Mathâbi’ Dar Ash-Shafwah.
  4. At-Tahrîr wa At-Tanwîr. Muhammad Ath-Thâhir bin ‘Âsyûr. 1997. Tinusia: Dar Sahnûn.
  5. Fathul-Qadîr. Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukâni. 1429 H/2008 M. Mesir: Dârul-Wafâ’.
  6. Jâmi’ul-bayân fî ta’wîlil-Qur’ân. Muuammad bin Jarîr Ath-Thabari. Beirut: Muassasah Ar-Risâlah.
  7. Ma’âlimut-tanzîl. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ûd Al-Baghawi. Riyadh:Dâr Ath-Thaibah.
  8. Musnad Ahmad. Ahmad bin Hanbal. Tahqiq: Syu’aib Al-Arnaûth. Beirut: Muassasah Ar-Risâlah.
  9. Shahîh Sunan Abi Dâwud. Muhammad bin Nâshiruddin Al-Albâni. 1421 H/2000 M. Riyadh: Maktabah Al-Ma’arif.
  10. Shahîh At-Targhîb wa At-Tarhîb. Muhammad bin Nâshiruddin Al-Albâni. Riyadh: Maktabah Al-Ma’arif.
  11. Sunan Abî Dâwud. Abu Dâwud Sulaimân bin Al-Asy’ats As-Sajistâni. Riyadh: Maktabah Al-Ma’ârif.
  12. Sunan At-Tirmidzi. Abu ‘Îsa At-Tirmidzi. Riyadh: Maktabah Al-Ma’ârif.
  13. Tafsîr Al-Qur’ân Al-‘Adzhîm. Ismâ’îl bin ‘Umar bin Katsir. 1999. Riyadh: Dâr Ath-Thaibah.
  14. Taisîr Al-Karîm Ar-Rahmân. Abdurrahmân bin Nâshir As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risâlah.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIV/1431H/2010M. Oleh Ustadz  Said Yai Ardiansyah Lc MA]
_______
Footnote
[1] Lihat terjemahan ayat ini dan ayat-ayat yang lainnya di dalam artikel ini di ‘Al-Qur’an dan Terjemahannya’
[2] HR Abû Dâwud no. 3988 dan at-Tirmidzi no. 3222. Hadîts ini di-shahîh-kan oleh Syaikh al-Albâni di Shahîh Sunan Abî Dâwud 2/492
[3] HR Ahmad no. 2898. Hadîts ini dihasankan oleh Ibnu Katsîr di dalam tafsirnya 4/506 dan Syaikh Syu’aib al-Arnauth di catatan kaki Musnad Ahmad
[4] Penulis banyak mengambil sisi historis pada artikel ini dari http://ar.wikipedia.org/wiki/ dan http://marebpress.net.
[5] Lihat perkataan mereka berdua di Tafsîr ath-Thabari 20/ 376-377
[6] Fathul-Qadîr 4/ 422
[7] Lihat Tafsîr ath-Thabari 20/ 378 dan Tafsîr al-Baghawi j6/394
[8] Wâdi adalah sungai yang terisi air pada saat hujan saja. Adapun saat tidak ada hujan maka tanahnya akan menjadi kering.
[9] Lihat Tafsîr al-Baghawi 6/ 393.
[10] Lihat Tafsîr Ibni Katsîr j6/507.
[11] Tafsîr ath-Thabari j20/ 377.
[12] Lihat Tafsîr al-Baghawi 6/393 dan Tafsîr Ibni Katsîr 6/507.
[13] Lihat Tafsîr Ath-Thabari 20/ 378, Tafsîr al-Baghawi 6/394, Tafsîr Ibni Katsîr 6/ 506 dan Tafsîr al-Qurthubi 14/ 285-286.
[14] Lihat at-Tahrîr wa at-Tanwir 22/169
[15] Lihat Tafsîr al-Baghawi 6/395 dan Tafsîr Ibni Katsîr 6/508.


Related Posts:

0 Response to "Tafsir Saba’ Ayat 15-30"

Post a Comment