Tafsir Al Furqan Ayat 53-62

Ayat 53-62: Di antara ayat-ayat Allah yang jelas di lautan dan sungai-sungai, penciptaan manusia dari air, dan meskipun ayat-ayat itu telah jelas namun orang-orang musyrik tetap saja menyembah selain Allah sesuatu yang tidak memberikan manfaat kepada mereka dan tidak sanggup menimpakan bahaya, dan penjelasan penciptaan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya.

وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَحْجُورًا (٥٣) وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا (٥٤) وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُهُمْ وَلا يَضُرُّهُمْ وَكَانَ الْكَافِرُ عَلَى رَبِّهِ ظَهِيرًا (٥٥) وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (٥٦) قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِلا مَنْ شَاءَ أَنْ يَتَّخِذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلا (٥٧)وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ وَكَفَى بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا (٥٨) الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ الرَّحْمَنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا (٥٩) وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًا (٦٠) تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا (٦١) وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا (٦٢

Terjemah Surat Al Furqan Ayat 53-62

53. Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain sangat asin lagi pahit[1]; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus[2].

54. [3]Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah[4] dan Tuhanmu adalah Maha Kuasa.

55. Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak memberi manfaat kepada mereka[5] dan tidak (pula) memberi mudharat kepada mereka[6]. Orang-orang kafir itu adalah penolong (setan untuk berbuat durhaka)[7] terhadap Tuhannya[8].

56. [9]Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira[10] dan pemberi peringatan[11].

57. Katakanlah, "Aku tidak meminta imbalan apa pun dari kamu dalam menyampaikan risalah itu[12], melainkan (mengharapkan agar) orang-orang mau mengambil jalan kepada Tuhannya[13].”

58. [14]Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup, yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya[15]. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa hamba-hamba-Nya[16].



59. Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari[17], kemudian Dia bersemayam di atas Arsy[18], (Dialah) Yang Maha Pengasih[19], maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui[20].

60. Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Sujudlah kepada Yang Maha Pengasih[21],” mereka menjawab[22], "Siapakah Yang Maha Pengasih itu[23]? Apakah kami harus sujud kepada Allah yang engkau (Muhammad) perintahkan kepada kami (bersujud kepada-Nya)[24]?" dan (ucapan) itu[25] menambah mereka makin jauh (dari kebenaran)[26].

61. [27]Mahaagung Allah yang menjadikan di langit gugusan bintang-bintang[28] dan Dia juga menjadikan padanya matahari[29] dan bulan yang bersinar[30].

62. Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran[31] atau yang ingin bersyukur[32].


[1] Ada yang menafsirkan, bahwa laut yang segar dan tidak asin itu adalah sungai yang mengalir ke daratan, air sumur dan mata air. sedangkan laut yang asin lagi pahit adalah laut itu sendiri dan samudera. Allah menjadikannya masing-masing bermanfaat dan bermaslahat bagi manusia. Ada pula yang menafsirkan, bahwa memang ada dua air yang berdampingan, namun tidak menyatu seperti yang disebutkan dalam ayat tersebut karena Allah adakan dinding dan batas sehingga tidak tembus. Hal ini termasuk kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Seperti yang terjadi pada sungai Sinegal yang menyatu dengan samudera atlantik di samping kota Sanlois. Syaikh Asy Syinqithi rahimahullah berkata, “Saya pernah berkunjung ke kota Sanlois pada tahun 1363 H. Pernah sekali, saya mandi di sungai Sinegal dan sesekali di lautan itu, namun saya tidak mendatangi tempat bersatunya (kedua air itu), akan tetapi sebagian teman saya yang terpercaya memberitahukan saya, bahwa dia pernah datang ke tempat bersatunya air itu. Ia duduk (di sana), ia ciduk dengan salah satu tangannya air yang rasanya tawar lagi segar dan ia ciduk air yang satunya lagi, ternyata asin lagi pahit, namun salah satunya tidak bercampur dengan yang lain. Maka Mahasuci Allah Jalla wa ‘Alaa alangkah agung dan sempurna kekuasaan-Nya.”

[2] Agar tidak menyatu sehingga manfaat yang diharapkan tidak tercapai.

[3] Allah-lah yang menciptakan manusia dari air yang hina (mani), lalu Dia menyebarkan daripadanya keturunan yang banyak, Dia menjadikan mereka berketurunan dan menjalin hubungan kekeluargaan, semua itu berasal dari satu materi, yaitu air yang hina itu. Hal ini menunjukkan sempurnanya kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan menunjukkan bahwa beribadah kepada-Nyalah yang hak, sedangkan beribadah kepada selain-Nya adalah batil.

[4] Mushaharah artinya hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan, seperti menantu, ipar, mertua dan sebagainya.

[5] Jika menyembahnya.

[6] Jika meninggalkannya. Itulah patung dan berhala.

[7] Yaitu dengan menaatinya.

[8] Berhala, patung dan setan sudah jelas batil, namun orang-orang kafir malah membantunya dengan menyembahnya dan menaati setan sehingga sama saja membantunya berbuat durhaka kepada Tuhannya dan menjadikan musuh-Nya, padahal Allah yang telah menciptakan mereka dan memberinya rezeki serta mengaruniakan berbagai nikmat, kebaikan dan ihsan-Nya tidak berhenti diberikan kepada mereka, namun mereka dengan kebodohannya membalasnya dengan sikap kufur dan menentang Tuhan mereka; tidak bersyukur dan tunduk kepada-Nya.

[9] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa Dia tidaklah mengutus Rasul-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berkuasa terhadap manusia, dan tidak menjadikannya malaikat serta tidak menjadikannya memiliki harta kekayaan yang banyak, akan tetapi Dia mengutus sebagai pemberi kabar gembir bagi orang yang taat dengan pahala Allah di dunia dan akhirat, serta pemberi peringatan kepada orang yang durhaka kepada Allah dengan hukuman segera atau lambat, dan hal ini menghendaki Beliau untuk menerangkan perbuatan yang dapat mendatangkan kabar gembira berupa perintah-perintah agama, dan menerangkan perbuatan yang mendatangkan ancaman berupa larangan.

[10] Dengan surga.

[11] Terhadap neraka.

[12] Sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak mengikutinya, karena Beliau tidak meminta upah.

[13] Seperti dengan menginfakkan hartanya untuk mencari keridhaan-Nya jika mereka mau, dan Beliau tidak akan mencegahnya. Beliau tidak memaksa mereka untuknya dan tidak pula menanggung mereka mengupah Beliau, bahkan semua itu maslahatnya kembali kepada mereka dan dapat menyampaikan mereka kepada Tuhan mereka.

[14] Kemudian Allah memerintahkan Beliau untuk bertawakkal dan meminta pertolongan-Nya dalam semua urusan.

[15] Yakni dengan mengucapkan Subhaanallahi wal hamdulillah atau dengan melaksanakan ibadah seperti shalat sebagai rasa syukur terhadap nikmat-Nya.

[16] Dan Dia akan membalasnya. Adapun Beliau, maka bukan kewajibannya menjadikan mereka mengikuti petunjuk dan bukan kewajibannya menjaga amal mereka. Semua itu hanyalah di Tangan Allah.

[17] Jika Dia menghendaki, Dia mampu menciptakannya dalam sekejap, akan tetapi untuk mengajarkan sikap pelan-pelan (tidak tergsa-gesa) kepada makhluk, demikian pula untuk menghubungkan akibat dengan sebabnya sebagaimana yang dikehendaki oleh hikmah (kebijaksanaan)-Nya.

[18] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan keagungan-Nya. Hal ini menandakan sempurnanya kerajaan Allah dan kekuasaan-Nya. Arsy artinya singgasana, ia adalah atap semua makhluk. Makhluk Allah yang paling tinggi, paling besar dan luas serta paling indah.

[19] Yang rahmat-Nya mengena kepada segala sesuatu. Ayat ini menetapkan penciptaan-Nya terhadap semua makhluk, pengetahuan-Nya terhadap zahir dan batin mereka, tingginya Dia di atas ‘Arsy dan terpisahnya Dia dari mereka.

[20] Yang lebih mengetahui tentang Allah adalah Allah Subhaanahu wa Ta'aala sendiri, Dialah yang mengetahui sifat-sifat-Nya, keagungan-Nya dan kebesaran-Nya, dan Dia telah memberitahukannya kepada kamu serta menerangkannya, sehingga membantu kamu untuk dapat mengenal-Nya dan tunduk kepada keagungan-Nya. Ada pula yang menafsirkannya dengan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, karena Beliau mengenal tentang Allah.

[21] Yang mengaruniakan kepadamu semua nikmat dan menghindarkan bahaya.

[22] Dengan sikap ingkar.

[23] Dengan persangkaan mereka yang rusak, bahwa mereka tidak mengenal Ar Rahman dan menjadikannya di antara sekian cara mengkritik Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka berkata, “Bagaimana dia melarang kita mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah, sedangkan dia sendiri menyembah tuhan selain-Nya, dia berdoa, “Ya Rahmaan”, dsb. Padahal Ar Rahman adalah salah satu di antara nama-nama Allah, di mana seseorang boleh menyeru-Nya dengan menyebut Allah maupun Ar Rahman atau nama-nama-Nya yang lain. Nama-nama-Nya banyak karena banyak sifat-Nya dan banyak kesempurnaan-Nya, di mana masing-masingnya menunjukkan sifat sempurna.

[24] Maksudnya, “Apakah kami akan sujud hanya karena perintahmu semata?” Hal ini didasari atas pendustaan mereka terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan sombong dari menaatinya.

[25] Yakni ajakan kepada mereka untuk sujud kepada Ar Rahman.

[26] Yakni lari dari kebenaran kepada kebatilan, serta bertambah kafir dan celaka.

[27] Dalam surah ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengulangi kata-kata, “Tabaaraka” yang maknanya menunjukkan keagungan Allah, banyak sifat-Nya, banyak kebaikan-Nya dan ihsan-Nya. Surah ini, di dalamnya terdapat dalil terhadap keagungan-Nya, luasnya kekuasaan-Nya, berlakunya kehendak-Nya, ilmu dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh, kerajaan dan kekuasaan-Nya yang meliputi baik dalam hukum syar’i maupun dalam hukum jaza’i serta sempurnanya hikmah (kebijaksanan)-Nya. Di dalamnya juga terdapat dalil yang menunjukkan luasnya rahmat-Nya, luasnya kemurahan-Nya, banyak kebaikan-Nya baik yang terkait dengan agama maupun dunia, di mana itu semua menghendaki diulang-ulangnya sifat yang mulia ini “Tabaaraka.”

[28] Ada yang menafsirkan dengan bintang secara umum atau garis tempat perjalanan matahari dan bulan, di mana ia menduduki posisi benteng bagi kota, demikian pula bintang-bintang ibarat benteng yang dijadikan sebagai pertahanan, karena ia alat pelemper setan.

[29] Matahari disebut siraj, karena cahaya dan panas yang ada di dalamnya.

[30] Bulan disebut munir, karena hanya cahaya saja tanpa ada panas. Ini semua termasuk di antara dalil keagungan-Nya dan banyak kebaikan-Nya, karena ciptaan yang begitu menarik, pengaturan yang begitu tertib dan pemandangan yang indah menunjukkan keagungan Penciptanya dalam semua sifat-Nya, dan berbagai maslahat serta manfaat yang diperoleh makhluk yang ada di dalamnya menunjukkan banyak kebaikan-Nya.

[31] Yakni bagi orang yang ingin mengambil pelajaran dan menjadikannya dalil terhadap tuntutan-tuntutan ilahi.

[32] Syaikh As Sa’diy rahimahullah berkata, “Sesungguhnya hati berubah-ubah dan berpindah-pindah di waktu-waktu malam dan siang hari, terkadang muncul semangat dan muncul pula malas, muncul ingat dan muncul lalai, muncul sempit dan muncul lapang, muncul mendatangi dan muncul berpaling, maka Allah jadikan malam dan siang melewati para hamba dan dan datang berulang-ulang agar muncul ingat dan semangat serta bersyukur kepada Allah di waktu yang lain, di samping itu wirid ibadah berulang dengan berulangnya malam dan siang. Setiap kali waktu berulang, maka muncul bagi hamba keinginan yang bukan keinginan yang melemah di waktu yang lalu, sehingga bertambahlah ingat dan syukurnya. Tugas-tugas ketaatan ibarat siraman iman yang membantunya, jika tidak ada tugas itu tentu tanaman iman itu akan layu dan kering, maka pujian yang paling sempurna dan lengkap atas hal itu adalah milik Allah.”

Oleh karena itu, sudah sepatutnya seorang mukmin mengambil pelajaran dari pergantian malam dan siang, karena malam dan siang membuat sesuatu yang baru menjadi bekas, mendekatkan hal yang sebelumnya jauh, memendekkan umur, membuat muda anak-anak, membuat binasa orang-orang yang tua, dan tidaklah hari berlalu kecuali membuat seseorang jauh dari dunia dan dekat dengan akhirat. Orang yang berbahagia adalah orang yang menghisab dirinya, memikirkan umurnya yang telah dia habiskan, ia pun memanfaatkan waktunya untuk hal yang memberinya manfaat baik di dunia maupun akhiratnya. Jika dirinya kurang memenuhi kewajiban, ia pun bertobat dan berusaha menutupinya dengan amalan sunat. Jika dirinya berbuat zhalim dengan mengerjakan larangan, ia pun berhenti sebelum ajal menjemput, dan barang siapa yang dianugerahi istiqamah oleh Allah Ta'ala, maka hendaknya ia memuji Allah serta meminta keteguhan kepada-Nya hingga akhir hayat

Related Posts:

0 Response to "Tafsir Al Furqan Ayat 53-62"

Post a Comment