Tafsir Al Isra Ayat 12-25

Ayat 12-17: Di antara nikmat Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada hamba-hamba-Nya, setiap manusia akan ditanya tentang amalnya, setiap manusia memikul dosanya sendiri, dan pembinasaan Allah kepada negeri-negeri yang zalim.

وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آيَتَيْنِ فَمَحَوْنَا آيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلا (١٢) وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا (١٣) اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا (١٤) مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا (١٥) وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا (١٦)وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ بَعْدِ نُوحٍ وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا (١٧

Terjemah Surat Al Isra Ayat 12-17

12. Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kekuasaan Kami[1]), kemudian Kami hapuskan tanda malam[2] dan Kami jadikan tanda siang itu terang benderang, agar kamu (dapat) mencari karunia dari Tuhanmu, dan agar kamu mengetahui[3] bilangan tahun dan perhitungan (waktu)[4]. Dan segala sesuatu[5] telah Kami terangkan dengan jelas[6].

13. Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya[7]. Dan pada hari kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab[8] dalam keadaan terbuka.

14. "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghisab atas dirimu[9].”

15. Barang siapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul[10].

16. Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Kami akan perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu[11] (agar menaati Allah), tetapi apabila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.

17. Dan berapa banyak kaum setelah Nuh yang telah Kami binasakan[12]. Dan cukuplah Tuhanmu Yang Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya[13].

Ayat 18-21: Perbedaan antara orang yang mengejar dunia dan bagian yang diperolehnya dengan orang yang mengejar akhirat dan memperoleh kebahagiaan yang besar.

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا (١٨) وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا (١٩)كُلا نُمِدُّ هَؤُلاءِ وَهَؤُلاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا (٢٠)انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَلَلآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلا (٢١

Terjemah Surat Al Isra Ayat 18-21

18. Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki[14] kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir[15].

19. Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat[16] dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh[17] sedangkan dia beriman[18], maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik[19].

20. Kepada masing-masing golongan baik golongan ini (yang menginginkan dunia) maupun golongan itu (yang menginginkan akhirat) Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi[20].

21. Perhatikanlah bagaimana Kami melebihkan sebagian mereka atas sebagian (yang lain)[21]. Dan kehidupan akhirat lebih tinggi derajatnya dan lebih besar keutamaannya[22].

Ayat 22-25: Peringatan terhadap perbuatan syirk dan pentingnya berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua.

لا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَخْذُولا (٢٢) وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا (٢٣) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (٢٤) رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا فِي نُفُوسِكُمْ إِنْ تَكُونُوا صَالِحِينَ فَإِنَّهُ كَانَ لِلأوَّابِينَ غَفُورًا (٢٥

Terjemah Surat Al Isra Ayat 22-25

22. Janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau menjadi tercela dan terhina[23].

23. [24]Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia[25] dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak[26]. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"[27] dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik[28].

24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang[29] dan ucapkanlah[30], "Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil[31].”

25. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu[32]; jika kamu orang yang baik[33], maka sungguh, Dia Maha Pengampun kepada orang yang bertobat[34].

KANDUNGAN AYAT

[1] Dan luasnya rahmat-Nya. Demikian pula terdapat tanda, bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Dia.

[2] Yakni Kami hapuskan cahayanya dengan kegelapan agar kalian dapat beristirahat.

[3] Dengan bergantinya malam dan siang, serta berubahnya keadaan bulan.

[4] Lalu dari sana kamu membuat perncanaan terhadap hal yang bermaslahat bagimu.

[5] Yang dibutuhkan.

[6] Agar semuanya dapat dibedakan, dan agar yang hak menjadi jelas dari yang batil.

[7] Mujahid berkata, “Tidak ada anak yang lahir, kecuali di lehernya ada selembar catatan, tertulis di sana (apakah) ia orang yang bahagia atau celaka?” Syaikh As Sa’diy berkata, “Apa yang dikerjakannya baik atau buruk, Allah jadikan melekat pada dirinya tidak berpindah kepada yang lain. Oleh karena itu, ia tidaklah dihisab dengan amal orang lain, dan orang lain tidaklah dihisab dengan amalnya.”

[8] Yang di sana tercatat amal-amalnya; baik dan buruk, kecil dan besar.

[9] Hal ini termasuk keadilan yang paling besar.

[10] Yang menerangkan kepadanya kewajibannya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala Maha Adil, Dia tidaklah mengazab sampai hujjah tegak. Adapun orang yang tunduk mengikuti hujjah itu atau yang tidak sampai kepadanya hujjah-Nya, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak akan mengazabnya.

[11] Yaitu para pemimpinnya.

[12] Seperti kaum ‘Aad, Tsamud, kaum Luth, dan lain-lain. Allah mengazab mereka ketika mereka banyak melakukan kemaksiatan dan kekafiran mereka semakin besar.

[13] Oleh karena itu, janganlah mereka takut dizalimi-Nya, karena Dia memberikan hukuman sesuai amal mereka.

[14] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyegerakan untuknya perhiasan dunia yang Dia kehendaki sesuai yang dicatat-Nya di Al Lauhul Mahfuzh untuk orang itu. Akan tetapi, hal itu hanyalah kesenangan yang sementara dan tidak kekal baginya.

[15] Dari rahmat. Ia memperoleh kehinaan dan azab.

[16] Dia ridha kepada akhirat dan lebih mengutamakan akhirat daripada dunia.

[17] Sesuai kemampuannya.

[18] Kepada rukun iman yang enam.

[19] Yakni diterima dan diberi pahala. Meskipun demikian, mereka tidak kehilangan bagian di dunia, karena masing-masingnya mendapat kemurahan dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Oleh karena itu, barang sapa yang mencari akhirat, maka dia akan memperoleh pula dunia, ibarat orang yang menanam padi akan tumbuh rumput. Sebaliknya orang yang mencari dunia, maka dia tidak memperoleh akhirat, ibarat orang yang menanam rumput tidak tumbuh padi.

[20] Bahkan semua makhluk mendapatkan karunia dan ihsan-Nya.

[21] Di dunia, dengan luas dan sedikitnya rezeki, mudah dan susahnya, berpengetahuan dan yang tidak berpengetahuan, yang berakal cerdas dan yang kurang, dan lain sebagainya di antara perkara yang Allah bedakan antara yang satu dengan yang lain.

[22] Daripada dunia. Oleh karena itu, kenikmatan dunia dibandingkan akhirat, tidak ada apa-apanya dari berbagai sisi. Oleh karenanya kehidupan akhirat harus lebih diutamakan dan diberi perhatian lebih.

[23] Maksudnya, janganlah kamu meyakini bahwa ada seorang di antara makhluk yang berhak disembah, dan janganlah menyekutukan Allah dengan sesuatu pun di antara makhluk-Nya, karena yang demikian dapat mengakibatkan kamu menjadi orang yang tercela lagi terlantar (tidak ada yang menolongnya baik dalam urusan agama maupun dunia). Ayat ini juga menunjukkan, bahwa barang siapa yang bergantung kepada selain Allah, maka dia akan menjadi orang terlantar, karena tidak ada satu pun makhluk yang dapat memberi manfaat kepada orang lain kecuali dengan izin Allah. Sebaliknya, barang siapa yang mengesakan-Nya, mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya dan bergantung kepada-Nya saja, maka dia terpuji lagi mendapat pertolongan dalam semua keadaannya.

[24] Setelah Allah melarang perbuatan syirk dalam ayat sebelumnya, maka di ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan kita untuk mentauhidkan-Nya.

[25] Karena Dia Mahaesa, Dia memiliki semua sifat sempurna, sifat yang dimiliki-Nya adalah sifat yang paling agung; yang tidak mirip dengan seorang pun dari makhluk-Nya, Dia yang memberikan segala nikmat dan menghindarkan segala bencana, Dia yang mencipta, Dia yang memberi rezeki, dan Dia yang mengatur segala urusan, Dia sendiri saja dalam semua itu. Oleh karena itu, hanya Dia yang berhak disembah.

[26] Dengan berbagai bentuk perbuatan ihsan, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan.

Dari Abu Hurairah dari “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang anak tidak dapat membalas budi kedua orang tuanya kecuali jika dia menemukannya dalam keadaan diperbudak, lalu dia membelinya kemudian membebaskannya.” (HR. Muslim). 

Lihatlah, betapa agungnya hak orang tua, karena sulitnya untuk dapat membalas kebaikan mereka, bahkan untuk membalas satu tarikan nafas seorang ibu ketika melahirkan, sungguh kita tidak dapat membalasnya.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.” (HR. Muslim no. 2551). 

Hadits yang mulia ini merupakan cambuk bagi kita, seorang anak jangan sampai mentelantarkan kedua orangtuanya. Karena orangtua adalah pintu surga kita. Kunci kita untuk memasuki surga, yaitu dengan cara berbakti kepada mereka, memperhatikan hak-hak mereka dan membahagiakan mereka.

Perbanyak Istighfar dan Jaga Silaturrahmi dengan kerabat Ayah dan Ibu kita.

Anas bin Malik As Sa’idi, ia berkata: “Saat aku duduk bersama Rasulullah, tiba-tiba ada seorang lelaki dari kaum Anshar yang datang dan bertanya: “Wahai, Rasulullah! Apakah masih ada (perkara) yang tersisa yang menjadi tanggung jawabku berkaitan dengan bakti kepada orang tuaku setelah mereka berdua meninggal yang masih bisa aku lakukan?” Nabi menjawab: “Betul. (yaitu) ada empat hal: engkau do’akan dan mintakan ampunan bagi mereka, melaksanakan janji mereka, serta memuliakan sahabat-sahabat mereka, juga menyambung tali silaturahmi dengan orang yang ada hubungannya dengan ayah ibu. Inilah (kewajiban) yang masih tersisa dalam berbakti kepada orang tuamu setelah mereka meninggal”. [HR Abu Dawud dan Ahmad, hasan]. 

Dalam hadits ini terdapat empat point penting yang disampaikan oleh Rasulullah, bagaimana cara seorang anak berbakti kepada orangtua yang telah tiada: (1) Do’akan kedua orang tua kita dan mintakan ampunan bagi mereka, (2) melaksanakan janji mereka jika tidak melanggar syari’at, (3) memuliakan sahabat-sahabat orangtua kita, dan (4) menyambung silaturahmi dengan karib kerabat orang tua kita (kakek, nenek, paman, bibi) dan keluarga ayah dan ibu kita.

Allah meninggikan kedudukan orang tua lantaran istighfar anak mereka. 

Dari Abu Hurairah, RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada seorang lelaki yang kedudukannya terangkat di syurga kelak.” Ia pun bertanya, ”Dari manakah balasan ini?” Maka dijawab: “Lantaran istighfar anakmu”. (HR. Ibnu Majah dan Ahmad, shahih). 

Maka, perbanyaklah beristighfar untuk kedua orangtua kita, karena istighfar kita bermanfaat untuk mereka. Hadits ini diperkuat oleh hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dalam Shahîh Muslim: Ketika seorang manusia meninggal, maka putuslah amalannya darinya kecuali dari tiga hal, (yaitu) sedekah (amal) jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shalih yang mendoakannya.

[27] Kata-kata “Ah” adalah perbuatan menyakiti orang tua yang paling ringan. Jika mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak diperbolehkan, apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan yang lebih kasar dari itu.

[28] Yakni perkataan yang dicintai keduanya serta menenteramkan hati keduanya, dan hal ini disesuaikan dengan keadaan, kebiasaan dan zaman.

[29] Karena hendak mencari pahala, bukan karena takut atau berharap sesuatu dari keduanya, dan maksud-maksud lain yang tidak berpahala.

[30] Di waktu mereka hidup atau sudah meninggal.

[31] Dari ayat ini dapat dipahami, bahwa jika pendidikan yang diberikan banyak, maka semakin bertambah pula haknya. Oleh karena itu, orang yang mendidik seseorang dalam urusan agama dan dunianya dengan pendidikan yang baik selain kedua orang tuanya, maka dia memiliki hak terhadap orang yang dididik. Orang yang dididik perlu mendoakan kebaikan kepadanya, karena melalui pendidikan darinya, ia memperoleh banyak pengetahuan dan pengalaman.

[32] Berupa menyembunyikan rasa berbakti atau tidak, dan perkara yang baik atau yang buruk. Dia tidak memperhatikan rupamu, akan tetapi memperhatikan hati dan amalmu.

[33] Yakni taat kepada Allah, atau harapanmu adalah keridhaan Allah serta perhatianmu tertuju kepada hal yang dapat mendekatkan dirimu kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan memasukkanmu ke dalam surga-Nya.

[34] Yakni orang yang banyak kembali kepada Allah di setiap waktu. Dia mengampuni sikap kurang mereka dalam memenuhi hak kedua orang tua, seperti sikap kurang sabar, dsb. yang timbul dari tabi’at kemanusiaan. Demikian pula mengampuni perkara-perkara kurang baik yang terkadang timbul selama tidak terus menerus.

=====================
Faedah Ayat 32
  1. Bahwasanya tauhid itu adalah kewajiban yang pertama kali Allah perintahkan, juga merupakan kewajiban yang pertama atas hamba.
  2. Kandungan kalimat Lâ Ilâha Illallâh berupa peniadaan dan penetapan, yang padanya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa tauhid tidak akan tegak, kecuali dibangun di atas nafi dan itsbat (meniadakan peribadahan kepada selain Allah dan menetapkan ibadah hanya untuk Allah saja) sebagaimana (penjelasan) yang telah berlalu.
  3. Besarnya hak kedua orang tua. Allah mengikutkan hak kedua (orang tua) tersebut kepada hak-Nya, dan hak tersebut ada pada tingkatan kedua.
  4. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua dengan segala jenis kebaikan, sebab Allah tidak mengkhususkan satu jenis kebaikan tanpa yang lainnya.
  5. Keharaman durhaka terhadap kedua orang tua.

===============

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا

Barangsiapa yang mengikuti petunjuk (Allâh), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (kebaikan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul. [ al-Isrâ`/17:15].


KEDUDUKAN AYAT 

Sesungguhnya ayat ini menjelaskan keadilan Allâh Azza wa Jalla dan hikmah-Nya yang sempurna. Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah menjelaskan hal ini dengan perkataannya: 


Allâh Yang Maha Suci menetapkan empat hukum bagi musuh-musuh-Nya, yang merupakan puncak keadilan dan hikmah, (yaitu): (1) bahwa hidayah yang didapat seorang hamba yang berupa iman dan amal shalih, (kebaikannya) adalah untuk dirinya, bukan untuk orang lain, (2) bahwa kesesatannya, dengan ketiadaan hidayah, (kerugiannya) adalah atas dirinya sendiri, bukan atas orang lain, (3) bahwa seseorang tidak akan disiksa dengan sebab dosa orang lain, (4) bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak akan menyiksa kecuali setelah tegaknya hujjah seseorang dengan (diutus) para rasul-Nya. 



Maka perhatikanlah kandungan empat hukum ini, yang berupa hikmah Allâh Azza wa Jalla , keadilan-Nya dan keutamaan-Nya, dan bantahan terhadap orang-orang yang terpedaya dan memiliki harapan-harapan yang dusta; juga bantahan terhadap orang-orang yang bodoh terhadap Allâh, nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya.[1] 



TAFSIR AYAT 

Ayat ini memuat empat kalimat yang agung:


Firman Allâh Azza wa Jalla :



مَنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ 



[Barangsiapa yang mengikuti petunjuk (Allâh), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (kebaikan) dirinya sendiri].



Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ''Allâh memberitakan bahwa barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allâh), mengikuti al-haq dan meniti jejak kenabian, maka sesungguhnya ia akan mendapatkan akibat yang terpuji bagi dirinya sendiri''. 


Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا

[Dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri]. 


Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ''Barangsiapa sesat, yaitu sesat dari al-haq dan menyimpang dari jalan lurus, maka sesungguhnya dia berbuat kejahatan bagi dirinya sendiri, dan keburukan kembali kepadanya'.'



Firman Allâh Azza wa Jalla :


وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ 

[Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain] 


Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan orang yang berbuat kejahatan tidak berbuat kejahatan kecuali bagi dirinya sendiri, sebagaimana firman Allâh:
وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَىٰ حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ

Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun. [Fâthir/35:18]. 

Dan hal ini tidak bertentangan dengan firman Allâh:

وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالًا مَعَ أَثْقَالِهِمْ

Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban- beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri. [al-'Ankabût/29:13].

Dan firman-Nya:

وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ

dan mereka memikul dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun. [an-Nahl/16:25].


Karena orang-orang yang mengajak menuju kesesatan akan menanggung dosa kesesatan mereka pada diri mereka sendiri dan dosa lain dengan sebab mereka menyesatkan orang-orang lain, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun, dan tanpa menanggung dosa mereka sedikitpun. Ini termasuk keadilan dan rahmat Allâh Azza wa Jallaepada hamba-hamba-Nya.''

Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا

[Dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul].

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

Ini pemberitaan tentang keadilan Allâh Azza wa Jalla, dan Dia sungguh tidak akan mengadzab seorangpun kecuali setelah tegaknya hujjah kepada orang itu dengan diutusnya Rasul kepadanya. Seperti firman Allâh:
كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ ﴿٨﴾ قَالُوا بَلَىٰ قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ 

Setiap kali sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalam neraka, penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?" Mereka menjawab: "Benar ada. Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, tetapi kami mendustakan (nya) dan kami katakan: "Allâh tidak menurunkan sesuatupun,; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar". [al-Mulk/67:8-9].

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ ۚ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ

Dan mereka (orang-orang kafir) berteriak di dalam neraka itu: "Ya Rabb kami, keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal yang shalih, berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami (Allâh) tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zhalim. [Fâthir/35:37].


Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak akan memasukkan seorang pun ke dalam neraka kecuali setelah diutusnya Rasul kepadanya.[2] 



Oleh karena itu, pada hari kiamat ada beberapa orang yang mengadu kepada Allâh bahwa mereka tidak berhak disiksa karena hujjah tidak sampai kepada mereka, dan Allâh menerima alasan mereka itu. Hal ini disebutkan di dalam hadits sebagai berikut:
عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ سَرِيعٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ أَرْبَعَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَصَمُّ لَا يَسْمَعُ شَيْئًا وَرَجُلٌ أَحْمَقُ وَرَجُلٌ هَرَمٌ وَرَجُلٌ مَاتَ فِي فَتْرَةٍ فَأَمَّا الْأَصَمُّ فَيَقُولُ رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَسْمَعُ شَيْئًا وَأَمَّا الْأَحْمَقُ فَيَقُولُ رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَالصِّبْيَانُ يَحْذِفُونِي بِالْبَعْرِ وَأَمَّا الْهَرَمُ فَيَقُولُ رَبِّي لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَعْقِلُ شَيْئًا وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ فَيَقُولُ رَبِّ مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ لَيُطِيعُنَّهُ فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ أَنْ ادْخُلُوا النَّارَ قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ دَخَلُوهَا لَكَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلَامًا قَالَ حَدَّثَنَا عَلِيٌّ حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنِ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مِثْلَ هَذَا غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ فِي آخِرِهِ فَمَنْ دَخَلَهَا كَانَتْ عَلَيْهِ بَرْدًا وَسَلَامًا وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْهَا يُسْحَبُ إِلَيْهَا

Dari Aswad bin Sari', bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Pada hari Kiamat ada empat orang yang akan mengadu kepada Allâh: yaitu seorang yang tuli, tidak mendengar sesuatupun; seorang yang pandir; seorang yang pikun; dan seorang yang mati pada zaman fatroh; (1) Adapun orang yang tuli akan berkata: "Wahai Rabb, agama Islam telah datang, namun aku tidak mendengar sesuatupun''. (2) Orang yang pandir akan berkata: "Wahai Rabb, agama Islam telah datang, sedangkan anak-anak kecil melempariku dengan kotoran binatang''. (3) Orang yang pikun akan berkata: "Wahai Rabb, agama Islam telah datang, sedangkan aku tidak berakal sedikitpun''. (4) Dan orang yang mati pada zaman fatrah akan berkata: "Wahai Rabb, tidak datang kepadaku seorang Rasulpun," maka Allâh mengambil perjanjian mereka bahwa mereka benar-benar akan mentaati-Nya. Kemudian Allâh mengutus utusan kepada mereka yang memerintahkan: "Masuklah kamu ke dalam neraka!" Nabi n bersabda: "Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seandainya mereka memasukinya, sesungguhnya neraka itu menjadi sejuk dan selamat bagi mereka''. (Di dalam riwayat lain dari Abu Hurairah disebutkan: "Barangsiapa memasukinya, sesungguhnya neraka itu menjadi sejuk dan selamat baginya. Dan barangsiapa tidak memasukinya, dia akan diseret ke dalamnya'').[3] 

FAWÂ-ID AYAT 

Ayat yang mulia ini memuat banyak fawâ-id (pelajaran) yang agung, antara lain:

1. Hidayah yang didapat seorang hamba, baik yang berupa iman maupun amal shalih, maka kebaikannya ialah untuk dirinya, bukan untuk orang lain.



2. Kebaikan seorang hamba di akhirat itu tergantung iman dan amal shalihnya saat di dunia. Sehingga seseorang tidak bisa bergantung kepada malaikat, nabi, wali, syaikh, mursyid (guru pembimbing), imam, amir, ustadz, dan lainnya.



3. Kesesatan seorang hamba dengan ketiadaan hidayah, maka kerugiannya menimpa dirinya sendiri, bukan kepada orang lain.



4. Seseorang tidak akan disiksa dengan sebab dosa orang lain.



5. Allâh Azza wa Jalla tidak akan menyiksa kecuali setelah tegaknya hujjah seseorang dengan diutus para rasul-Nya.



6. Keadilan Allâh yang sempurna.



7. Orang yang mengajak menuju kesesatan menanggung dosanya sendiri dan dosa orang lain yang disesatkannya, karena ia menjadi sebab kesesatan mereka.


Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XVII/1435H/2014M.]
_______
Footnote
[1]. Bada’iut-Tafsir, 4/307.
[2]. Tafsir al-Qur`ânul-'Azhim.
[3]. HR Ahmad, no. 15.866. Di-shahîh-kan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jami'ush-Shaghir, no. 894.

Related Posts:

0 Response to "Tafsir Al Isra Ayat 12-25"

Post a Comment