Tafsir Al Hajj Ayat 67-78

Ayat 67-72: Setiap umat mempunyai syariat tertentu, pengarahan umat Islam terhadap tanggungjawabnya dalam dakwah dan agar tidak menghabiskan waktu meladeni orang-orang yang ingkar agama.

لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلا يُنَازِعُنَّكَ فِي الأمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ (٦٧) وَإِنْ جَادَلُوكَ فَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَعْمَلُونَ (٦٨) اللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (٦٩) أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (٧٠) وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ (٧١) وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ تَعْرِفُ فِي وُجُوهِ الَّذِينَ كَفَرُوا الْمُنْكَرَ يَكَادُونَ يَسْطُونَ بِالَّذِينَ يَتْلُونَ عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا قُلْ أَفَأُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكُمُ النَّارُ وَعَدَهَا اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (٧٢

Terjemah Surat Al Hajj ayat 67-72

67. Bagi setiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu[1] yang (harus) mereka amalkan, maka tidak sepantasnya mereka berbantahan dengan engkau dalam urusan (syariat) ini[2], dan serulah (mereka) kepada Tuhanmu. Sungguh, engkau (Muhammad) berada di jalan yang lurus[3].

[1] Yang berbeda-beda dalam sebagian masalah, namun asasnya sama yaitu tauhid (beribadah kepada Allah saja dan menjauhi sesembahan selain-Nya), dan masing-masing syariat sama-sama menyeru kepada keadilan dan kebijaksanaan.

[2] Yakni dalam masalah syariat, misalnya dalam penyembelihan, dengan mengatakan, “Apa yang dibunuh Allah (yakni mati sendiri) lebih berhak kamu makan daripada apa yang dibunuh kamu (dengan disembelih).”Atau seperti perkataan, “Jual beli sama dengan riba,” dsb. Orang yang suka membantah seperti ini jika maksudnya adalah hendak mencari petunjuk, maka perlu dikatakan kepadanya, “Pembicaraan ini tergantung apakah anda mempercayai risalah atau tidak? Jika tidak mempercayai, maka cukup sampai di sini dan berarti tujuan anda membantah adalah untuk melemahkan dan mencari-cari kesalahan.” Oleh karena itulah Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk tetap mengajak manusia kepada agama-Nya dengan hikmah dan nasehat yang baik, dan tetap meneruskan dakwahnya baik mereka merintangi atau tidak, karena Beliau di atas jalan yang lurus yang sampai ke tempat tujuan. Sama dalam hal ini firman-Nya, “Sebab itu bertawakkallah kepada Allah, Sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata.” (Terj. An Naml: 79)

[3] Kalimat, “Sungguh, engkau (Muhammad) berada di jalan yang lurus” tedapat petunjuk agar menjawab orang-orang yang membantah Beliau tentang masalah syariat dengan akal, karena syariat sudah maklum baiknya, adil dan bijaksananya berdasarkan akal dan fitrah yang masih sehat, dan hal ini dapat diketahui dengan memikirkan perintah dan larangan yang rinci.

68. Dan jika mereka membantah engkau[4], maka katakanlah, "Allah lebih tahu tentang apa yang kamu kerjakan[5].”

[4] Dalam urusan agama.

[5] Yakni Dia mengetahui maksud dan niatmu serta amalmu dan nanti Dia akan memberikan balasan terhadapnya pada hari kiamat.

69. Allah akan mengadili di antara kamu[6] pada hari kiamat tentang apa yang dahulu kamu memperselisihkannya.

[6] Wahai orang mukmin dan orang kafir dengan ilmu-Nya, karena tidak ada satu pun yang samar bagi-Nya.

70. Tidakkah engkau tahu bahwa Allah mengetahui apa yang di langit dan di bumi? Sungguh, yang demikian itu sudah terdapat dalam sebuah kitab[7]. Sesungguhnya yang demikian itu sangat mudah bagi Allah.

[7] Yakni Lauh Mahfuzh. Ketika Allah menciptakan pena, Dia berfirman kepadanya, “Catatlah!” Pena berkata, “Apa yang harus aku catat?” Allah berfirman, “Catatlah semua yang akan terjadi sampai hari Kiamat.”

71. [8]Dan mereka menyembah selain Allah, tanpa dasar yang jelas tentang itu, dan mereka tidak mempunyai pengetahuan (pula) tentang itu[9]. Bagi orang-orang yang zalim[10] tidak ada seorang penolong pun[11].

[8] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan keadaan orang-orang musyrik, dan bahwa keadaan mereka sangat buruk sekali, di mana perbuatan yang mereka lakukan sama sekali tidak memiliki sandaran. Mereka tidak memiliki ilmu sama sekali terhadapnya, mereka hanya bertaklid (ikut-ikutan) dengan nenek moyang mereka yang sesat.

[9] Maksudnya, mereka tidak mengetahui apakah sesembahan-sesembahan itu berhak disembah atau tidak?

[10] Dengan berbuat syirk.

[11] Yang menolong mereka dari azab Allah ketika datang. Kemudian apakah dalam hati mereka ada keinginan untuk mengikuti petunjuk ketika datang? Atau apakah mereka telah ridha dengan kebatilan mereka? Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan keadaan hati mereka sebagaimana dalam ayat selanjutnya.

72. Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami[12] yang terang, niscaya engkau akan melihat (tanda-tanda) keingkaran pada wajah orang-orang yang kafir itu[13]. Hampir-hampir mereka menyerang[14] orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. Katakanlah (Muhammad), "Apakah akan aku kabarkan kepadamu (mengenai sesuatu) yang lebih buruk daripada itu, (yaitu) neraka?" Allah telah mengancamkannya (neraka) kepada orang-orang kafir. Dan (neraka itu) seburuk-buruk tempat kembali.

[12] Maksudnya, Al Qur’an.

[13] Yakni engkau akan melihat wajah mereka cemberut dan masam.

[14] Dengan memukul atau membunuh. Keadaan ini adalah keadaan yang paling buruk, akan tetapi di sana ada yang lebih buruk lagi, yaitu tempat kembali mereka yang tidak lain adalah neraka, di mana keburukannya melebar, meluas dan memanjang, dan deritanya selalu bertambah.


Ayat 73-76: Perumpamaan sesembahan selain Allah dan kelemahannya, serta penjelasan sifat Allah Al Khaaliq (Maha Pencipta) Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ (٧٣) مَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (٧٤) اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلائِكَةِ رُسُلا وَمِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ (٧٥) يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الأمُورُ (٧٦

Terjemah Surat Al Hajj ayat 73-76

73. Wahai manusia[15]! Telah dibuat suatu perumpamaan[16]. Maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun[17], walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka[18], Mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu[19]. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah[20].

[15] Firman ini tertuju kepada orang mukmin dan orang kafir. Bagi orang mukmin, firman-Nya ini bertambah ilmu dan bashirah (pandangannya), sedangkan bagi orang-orang kafir sebagai penegak hujjah terhadapnya.

[16] Perumpamaan ini Allah buat untuk menerangkan buruknya menyembah berhala, menerangkan lemahnya akal orang yang menyembahnya, dan lemahnya yang disembah.

[17] Jika makhluk yang rendah dan kecil ini tidak mampu mereka ciptakan apalagi makhluk yang di atasnya.

[18] Seperti wewangian yang dioleskan kepada berhala-berhala itu.

[19] Hal ini menunjukkan sangat lemah sekali.

[20] Ada pula yang menafsirkan, “Sama lemahnya yang disembah dan lalat itu.” Masing-masing lemah, dan yang lebih lemah lagi adalah orang yang bergantung dengan yang lemah itu dan menempatkannya sejajar dengan Rabbul ‘alamin.

74. Mereka tidak mengagungkan Allah dengan sebenar-benarnya[21]. Sungguh, Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa[22].

[21] Karena menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lebih lemah dari lalat, menyamakan antara yang lemah dengan Yang Kuasa, dan menyamakan yang fakir dengan Yang Kaya.

[22] Dia sempurna kekuataan-Nya dan sempurna keperkasaan-Nya. Di antara sempurna kekuatan dan keperkasaan-Nya adalah bahwa semua makhluk di bawah kekuasaan-Nya, dan tidak ada satu pun yang bergerak dan diam kecuali dengan kehendak-Nya, apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi.

75. [23]Allah memilih para utusan(-Nya) dari malaikat dan dari manusia[24]. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar[25] lagi Maha Melihat[26].

[23] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan kesempurnaan-Nya dan kelemahan patung-patung dan bahwa Dia yang berhak disembah saja, Dia menerangkan keadaan para rasul dan kelebihan mereka di atas manusia pada umumnya. Ayat ini menunjukkan bahwa para rasul merupakan makhluk pilihan Allah. Mereka diplih oleh Tuhan Yang Maha Mendengar segala suara dan Maha Melihat segala sesuatu, pilihan-Nya terhadap mereka (para rasul) didasari ilmu-Nya, bahwa mereka cocok menerima risalah-Nya.

[24] Ayat ini sebagai bantahan terhadap orang-orang musyrik yang tidak menerima adanya rasul (utusan) Allah dari kalangan manusia.

[25] Terhadap ucapan mereka.

[26] Siapa yang berhak diangkat menjadi rasul. Dari kalangan malaikat, misalnya JIbril dan Mikail, dan dari kalangan manusia, misalnya Ibrahim dan Muhammad shallallahu 'alaihim wa sallam.

76. Dia (Allah) mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka[27]. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan[28].

[27] Yakni yang telah mereka kerjakan, yang sedang mereka kerjakan dan yang akan mereka kerjakan.

[28] Allah yang mengutus para rasul, di mana mereka yang mengajak manusia kepada Allah. Di antara mereka ada yang memenuhi panggilan-Nya, dan di antara mereka ada yang menolaknya. Ini adalah tugas para rasul, adapun memberikan balasan terhadap amal, maka kembalinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Ayat 77-78: Penjelasan bahwa kewajiban-kewajiban yang Allah Subhaanahu wa Ta'aala wajibkan kepada hamba-hamba-Nya tidak ada kesulitan, meskipun demikian ia perlu diseriusi, dan pemuliaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, serta pertolongan Allah untuk mereka.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٧٧) وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ (٧٨

Terjemah Surat Al Hajj ayat 77-78

77. [29]Wahai orang-orang yang beriman! Rukulah, sujudlah kamu, dan sembahlah Tuhanmu[30]; dan berbuatlah kebaikan[31], agar kamu beruntung[32].

[29] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan hamba-hamba-Nya mendirikan shalat. Disebutkan ruku’ dan sujud karena keutamaan keduanya dan karena ia merupakan rukun shalat. Demikian pula Dia memerintahkan beribadah kepada-Nya, di mana beribadah kepada-Nya merupakan penyejuk mata dan penyenang hati yang sedih. Rububiyyah dan ihsan-Nya kepada para hamba menghendaki mereka untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya.

[30] Yakni esakanlah Dia.

[31] Seperti silaturrahmi dan berakhlak mulia.

[32] Keberuntungan terkait dengan beberapa perkara ini; shalat, ibadah dengan ikhlas dan berbuat baik kepada orang lain, seperti berusaha memberikan manfaat kepada orang lain. Arti falaah (keberuntungan) adalah tercapainya apa yang diharapkan dan selamat dari marabahaya, termasuk di antaranya adalah masuk ke dalam surga.

78. Dan berjihadlah kamu di jalan Allah[33] dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu[34], dan [35]Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama[36]. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim[37]. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu[38], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini[39], agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu[40] dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia[41]. Maka laksanakanlah shalat (selalu), tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah[42]. Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung[43] dan sebaik-baik penolong[44].

[33] Untuk menegakkan agama-Nya. Jihad artinya mengerahkan kemampuan untuk mencapai sesuatu. Berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya maksudnya adalah melaksanakan perintah Allah dan mengajak manusia kepada jalan-Nya dengan segala cara yang dapat mengantarkan kepadanya, seperti dengan nasehat, pengajian, memerangi, memberi adab, melarang, menasehati, dsb.

[34] Wahai kaum muslimin, di antara sekian manusia, Dia memilih agama Islam untukmu dan meridhainya bagimu. Demikian pula memilihkan untukmu kitab yang paling utama dan rasul yang paling utama, maka terimalah nikmat yang besar itu dengan berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya.

[35] Oleh karena berjihad di jalan Allah terkadang timbul kesan, bahwa hal tersebut menyulitkan, maka Allah menerangkan, bahwa dalam agama tidak ada satu pun yang menyulitkan.

[36] Oleh karena itu, Dia memberikan kemudahan ketika darurat, seperti adanya qasar (mengurangi jumlah rakaat shalat), tayammum, memakan bangkai, berbuka ketika sakit dan kerika safar (bepergian jauh). Dari ayat ini dapat diambil kaidah, “Al Masyaqqah tajlibut taisir.” (Kesulitan mendatangkan kemudahan) dan “Adh Dharuuraatu tubiihul mahzhuuraat” (Darurat itu membolehkan hal yang terlarang).

@ Syariat Islam adalah syariat yang mudah.

[37] Agama Beliau adalah Islam.

[38] Maksudnya, dalam kitab-kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

[39] Nama ini “Muslim” senantiasa dipakai untukmu dahulu maupun sekarang.

[40] Yakni terhadap amalmu, baik dan buruk.

[41] Yakni bahwa para rasul telah menyampaikan risalah mereka.

[42] Maksudnya, percayalah kepada-Nya dan bertawakkallah kepada-Nya.

[43] Karena orang yang meminta perlindungan-Nya akan dilindungi.

[44] Bagi orang yang meminta pertolongan kepada-Nya, sehingga Dia akan menghindarkan sesuatu yang tidak diinginkannya.

===================

TAFSIR RINGKAS 71-72

“Dan mereka menyembah selain Allâh, sesuatu yang Allâh tidak menurunkan keterangan tentang itu,” Orang-orang musyrik yang menyelisihi sebagian cara berhaji, menyembah patung-patung yang Allâh Azza wa Jalla tidak pernah menurunkan dalil dan petunjuk akan kebolehan hal tersebut. Mereka tidak memiliki dalil kecuali kabar-kabar yang mereka buat-buat. Mereka tidak memiliki ilmu akan hal itu, begitu pula nenek moyang mereka.

Mereka akan dihisab atas kedustaan ini dan mereka akan dibalas, dan saat itu mereka tidak akan menemukan seorang penolong dan penyelamat pun, karena mereka telah berbuat kezhaliman dengan berbuat syirik kepada Allâh Azza wa Jalla dengan cara menyembah tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.

“Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang,”

Allâh Azza wa Jalla mengabarkan tentang orang-orang musyrik yang mendebat dengan cara yang batil bahwa apabila seorang Mukmin membacakan ayat-ayat Allâh kepada mereka dan ayat-ayat tersebut adalah ayat-ayat yang sangat jelas maknanya dan membimbing kearah kebenaran dan kepada jalan yang lurus, “niscaya kamu mengetahui atau melihat” wahai Rasul Kami, “tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu,” yaitu wajah mereka berubah dan tampak padanya indikasi-indikasi pengingkaran terhadap ayat-ayat Allâh.

“Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka,” padahal mereka menyampaikan ayat-ayat tersebut agar orang-orang yang dibacakan itu mendapatkan hidayah.

“Katakanlah: ‘Apakah akan aku kabarkan kepada kalian yang lebih buruk daripada itu?’ Yaitu neraka yang Allâh telah mengancamkan orang-orang kafir dengannya. “Dan (neraka itu) adalah seburuk-buruknya tempat kembali,” jika kalian tidak bertaubat dari kesyirikan dan kekafiran kalian.[1]

PENJABARAN AYAT

Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا

Dan mereka menyembah selain Allâh, sesuatu yang Allâh tidak menurunkan keterangan tentang itu [Al-Hajj/22:71-72]

Dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla mengabarkan tentang keadaan kaum musyrikin dalam beribadah. Yaitu mereka beribadah tanpa tuntunan dari Allâh Azza wa Jalla . Mereka hanya mendapatkan dari nenek moyang mereka.

Imam ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Mereka menyembah selain Allâh yang mana mereka tidak memiliki hujjah (dalil) dari langit dalam salah satu Kitab dari Kitab-kitab yang Allâh turunkan kepada para Rasul-Nya. Tidak ada yang menyatakan bahwa mereka adalah tuhan-tuhan yang pantas untuk diibadahi, kemudian mereka menyembahnya lantaran Allâh telah mengizinkan untuk menyembah mereka. Mereka tidak memiliki ilmu yang menyatakan bahwa mereka adalah tuhan-tuhan yang disembah.”[2]

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa kata “sulthân” dalam ayat ini bermakna hujjah (dalil) sedangkan kata “burhaan” bermakna (petunjuk).[3]

Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ

Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allâh, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. [Al-Mukminun/23:117]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ 

Dan apa yang mereka sendiri tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. [Al-Hajj/22:71]

Mereka tidak memiliki ilmu dalam beribadah, bahkan apa yang mereka lakukan sebenarnya adalah hasil tipu daya setan yang terkutuk.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Mereka tidak memiliki ilmu tentang apa yang mereka buat-buat dan yang mereka ubah dari kebaikan menuju keburukan. Sesungguhnya mereka hanya mengambilnya dari bapak-bapak mereka dan pendahulu-pendahulu mereka, tanpa ada dalil dan hujjah. Dan perbuatan tersebut berasal dari apa yang dibujukkan dan dihiasi oleh syaithan untuk mereka.”[4]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ

Dan orang-orang yang zhalim itu sekali-kali tidak memiliki seorang penolong pun. (QS. Al-Hajj/22:71)

Imam ath-Thabari t mengatakan, “Orang-orang kafir yang menyembah patung-patung ini sama sekali tidak memiliki penolong yang akan menolong mereka di hari kiamat dan menyelamatkan mereka dari adzab (siksa) Allâh dan menolak hukuman-Nya, jika Allâh Azza wa Jalla ingin menghukum mereka.” [5]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَإِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ تَعْرِفُ فِي وُجُوهِ الَّذِينَ كَفَرُوا الْمُنْكَرَ 

Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu. [Al-Hajj/22:72]

Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat al-Qur’an, maka Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengetahui tanda-tanda kebencian dan pengingkaran di wajah orang-orang yang kafir tersebut.

Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “ ‘Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang,’ yaitu al-Qur’an, ‘niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu,’ yaitu tampak pengingkaran di wajah-wajah mereka, berupa kebencian dan (wajah yang) merengut.”[6]

Ini dikarenakan mereka sangat benci dengan apa-apa yang diturunkan oleh Allâh Azza wa Jalla yang mengingkari apa yang mereka lakukan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allâh (al-Quran) lalu Allâh menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka. [Muhammad/47:9]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

يَكَادُونَ يَسْطُونَ بِالَّذِينَ يَتْلُونَ عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا

Hampir-hampir mereka yasthuuna (menyerang) orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. [Al-Hajj/22:72]

Karena kebencian mereka yang sangat besar kepada kaum Muslimin, maka mereka sangat marah jika dibacakan al-Qur’an kepada mereka dan mereka hampir saja menyerang orang yang membaca al-Qur’an dengan kemarahan, pukulan atau bahkan ingin membunuhnya.

Imam ath-Thabari t mengatakan, “Hampir saja mereka melakukan penyerangan (dengan keras) terhadap orang-orang yang membaca ayat-ayat dari Kitab Allâh yang dibacakan oleh para Sahabat Nabi n . Hal ini dikarenakan kebencian mereka yang sangat keras apabila mereka mendengar al-Qur’an dan dibacakan kepada mereka.”[7]

Di dalam buku-buku tafsir, kalimat “sathâ bi” itu memiliki makna yang tidak jauh dari apa yang telah disebutkan, yaitu: (1) menyerang, (2) mengambil tangannya, (3) ingin memukul atau membunuh dan (4) marah dan ingin mengambil tindakan kepada orang yang dibenci.

Kebencian mereka terhadap orang-orang yang beriman digambarkan di dalam al-Qur’an, di antaranya firman Allâh Azza wa Jalla :

وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian kepada kekafiran setelah kalian beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allâh mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allâh Maha Kuasa atas segala sesuatu. [Al-Baqarah/2:109]

Begitu juga firman-Nya:

مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Rabbmu. Dan Allâh menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allâh mempunyai karunia yang besar.” [Al-Baqarah/2:105]

SEBAGIAN ALIRAN SESAT BENCI JIKA DIBACAKAN AL-QUR’AN KEPADA MEREKA

Banyak aliran sesat yang telah keluar dari agama Islam ataupun yang belum keluar dari agama Islam sangat benci jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan kebatilan yang mereka yakini dan yang mereka kerjakan. Banyak sekali catatan sejarah yang menunjukkan hal tersebut dan sebagian terjadi di zaman kita sekarang ini. Bahkan sebagian dari mereka membunuh para Ulama dan menyiksa mereka.

Ketika menafsirkan ayat ini, al-Alûsi rahimahullah mengatakan, “Di dalamnya terdapat isyarat tentang celaan terhadap kaum tasawuf yang jika mereka mendengar al-Qur’an yang membantah (keyakinan) mereka, maka tampaklah perlawanan dan kebencian. Dan mereka di zaman kita ini sangat banyak. Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’uûn.”[8]

Beliau menyebutkan salah satu aliran sesat di zaman beliau yang sangat benci dengan para Ulama. Begitu juga asy-Syaukani rahimahullah, beliau mengatakan, “Seperti inilah engkau melihat ahli bid’ah yang sesat. Jika seorang dari mereka mendengar seorang Ulama membacakan kepada mereka ayat-ayat dari al-Kitâb al-‘Azîz (al-Qur’an) atau dari As-Sunnah (hadits) shahiihah yang menyelisihi apa yang dia yakini berupa kebatilan dan kesesatan, maka engkau akan melihat pengingkaran di wajahnya. Seandainya dia bisa menyerang Ulama tersebut, maka dia akan menyerangnya dengan serangan yang tidak dia lakukan kepada orang-orang musyrik. Dan kami telah melihat dan mendengar dari ahli bid’ah sesuatu yang tidak bisa dijelaskan.”[9]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

قُلْ أَفَأُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَٰلِكُمُ

Katakanlah: ‘Apakah akan aku kabarkan kepada kalian yang lebih buruk daripada itu? [Al-Hajj/22:72]

Jika mereka marah dengan bacaan ayat-ayat al-Qur’an, maka tambahlah kemarahan tersebut dengan menyebutkan ancaman Allâh Azza wa Jalla untuk orang-orang kafir. Ancaman tersebut adalah mereka dijamin masuk neraka yang sangat pedih siksanya.

Imam ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Firman Allâh Azza wa Jalla (yang artinya-red) ‘Katakanlah: ‘Apakah akan aku kabarkan kepada kalian yang lebih buruk daripada itu?’ yaitu apakah akan aku kabarkan kepada kalian wahai orang-orang musyrik sesuatu yang lebih kalian benci daripada kebencian kalian terhadap orang-orang yang membacakan al-Qur’an kepada kalian. Dia adalah (ancaman) neraka yang Allâh janjikan kepada orang-orang yang kafir.”[10]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

النَّارُ وَعَدَهَا اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

Yaitu neraka yang Allâh telah mengancamkan dengannya kepada orang-orang yang kafir. Dan (neraka itu) adalah seburuk-buruknya tempat kembali [Al-Hajj/22:72]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Yaitu, neraka adalah seburuk-buruk rumah, tempat istirahat, tempat kembali, tempat menetap dan tempat kediaman.”[11]

Sebagaimana difirmankan oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur’an:

إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

Sesungguhnya neraka Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (QS. Al-Furqân/25:66)

KESIMPULAN
Orang-orang kafir menyembah selain Allâh tanpa ada petunjuk dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Mereka hanya mengikuti apa-apa yang mereka dapatkan dari nenek moyang mereka.
Allâh Azza wa Jalla akan mengadzab orang-orang kafir di akhirat dan mereka tidak akan memiliki satu pun penolong yang bisa menyelamatkan mereka dari siksa Allâh Azza wa Jalla
Orang-orang kafir yang memiliki kebencian kepada orang-orang Islam, apabila dibacakan ayat-ayat Allâh, maka mereka akan marah dan tampak kemarahan di wajah mereka. Jika mereka memiliki kesempatan untuk menyerang orang yang membacakan ayat-ayat tersebut kepada mereka maka mereka pasti telah melakukannya.
Sebagian kaum Muslimin atau sebagian aliran sesat memiliki sifat seperti sifat orang-orang kafir ketika diperdengarkan kepada mereka ayat-ayat al-Qur’an. Mereka sangat benci para da’i yang mengajak mereka kepada kebenaran.
Neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali.

Demikian tulisan ini. Mudahan Allâh Subhanahu wa Ta’ala memberikan kesabaran kepada kita untuk menghadapi seluruh gangguan yang dilakukan oleh orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman. Dan mudahan tulisan ini bermanfaat. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Aisarut-Tafaasiir li kalaam ‘Aliyil-Kabiir wa bihaamisyihi Nahril-Khair ‘Ala Aisarit-Tafaasiir. Jaabir bin Musa Al-Jazaairi. 1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulûm wal-hikam
Al-Jaami’ Li Ahkaamil-Qur’aan. Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi. Kairo: Daar Al-Kutub Al-Mishriyah.Al-Muwafaqaat. Ibrahim bin Musa bin Muhammad bin Al-Lakhmi Asy-Syathibi. Kairo: Dar Ibni ‘Affan.
Fathul-Qadiir Al-Jaami’ Baina Fannai Ar-Riwaayah Wa Ad-Diraayah Min ‘Ilmit-Tafsiir. Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Asy-Syaukaani. Beirut: Darul-Ma’rifah.
Jaami’ul-bayaan fii ta’wiilil-Qur’aan. Muhammad bin Jariir Ath-Thabari. 1420 H/2000 M. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
Ma’aalimut-tanziil. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’uud Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyaadh:Daar Ath-Thaibah.
Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adzhiim. Isma’iil bin ‘Umar bin Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
Ruuhul-Ma’aani Fii Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adzhiim Wa As-Sab’i Al-Matsaani. Syihaabuddin Mahmuud bin ‘Abdillaah Al-Husaini Al-Aaluusi. Beirut: Darul-Kutub Al-‘Ilmiyah.
Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adzhiim. Isma’iil bin ‘Umar bin Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
Dan lain-lain. Sebagian besar telah tercantum di footnotes.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIX/1437H/2016M.]
_______
Footnote
[1] Lihat Aisar at-Tafâsîr, hlm. 963

[2]Tafsîr ath-Thabari, XVIII/682.

[3] Lihat Tafsîr Ibni Katsîr V/453.

[4] Lihat Tafsîr Ibni Katsîr V/453

[5] Tafsîr ath-Thabari XVIII/683.

[6] Tafsîr al-Baghawi V/399.

[7] Tafsîr ath-Thabari, XVIII/683.

[8] Tafsîr Al-آlûsi IX/202.

[9] Fathul-Qadiir hal. 974.

[10] Tafsiir Ath-Thabari XVIII/684.

[11] Tafsiir Ibni Katsiir V/453.

Related Posts:

0 Response to "Tafsir Al Hajj Ayat 67-78"

Post a Comment