Tafsir An Nisa Ayat 47-55

Ayat 47-48: Ancaman untuk orang-orang Yahudi jika mereka tidak beriman, dan penjelasan tentang batasan diampuni dosa

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ آمِنُوا بِمَا نَزَّلْنَا مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَطْمِسَ وُجُوهًا فَنَرُدَّهَا عَلَى أَدْبَارِهَا أَوْ نَلْعَنَهُمْ كَمَا لَعَنَّا أَصْحَابَ السَّبْتِ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولا (٤٧) إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا (٤٨

Terjemah Surat An Nisa Ayat 47-48

47. Wahai orang-orang yang telah diberi Kitab! Berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al Quran) yang membenarkan kitab yang ada pada kamu[1], sebelum Kami mengubah wajah-wajah(mu), lalu Kami putar ke belakang[2] atau Kami laknat mereka[3] sebagaimana Kami telah melaknat orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabat (Sabtu)[4]. Dan ketetapan Allah pasti berlaku[5].

[1] Karena kitab-kitab Allah antara yang satu dengan yang lainnya saling membenarkan, maka jika mereka menolak (tidak beriman) kepada salah satunya, seperti tidak beriman kepada Al Qur'an, sesungguhnya mereka sama saja tidak beriman kepada semua kitab Allah. Pada ayat ini juga terdapat dorongan bagi mereka, yakni sepatutnya mereka lebih dulu beriman kepada Al Qur'an sebelum yang lainnya karena ilmu yang telah diberikan Allah kepada mereka. Oleh karena itu, Allah mengancam dengan menghapus wajah mereka, jika tetap tidak beriman.

[2] Maksudnya ialah mengubah muka menjadi polos (tidak ada mata dan hidung) seperti bagian belakang kepala mereka. Hal ini merupakan balasan terhadap amal yang mereka kerjakan. Karena mereka telah meninggalkan kebenaran dan mengutamakan kebatilan serta memutarbalikkan fakta, yang batil menjadi hak dan yang hak menjadi batil, maka mereka diberi balasan dengan dihapuskan wajah mereka sebagaimana mereka telah menghapus kebenaran.

[3] Menjadi kera.

[4] Lihat surat Al Baqarah ayat 65 dan surat Al A'raaf ayat 163.

[5] Sebagaimana firman Allah Ta'ala, "Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka terjadilah ia." (Terj. Yaasiin: 82)

48. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain (syirik) itu, bagi siapa yang Dia kehendaki[6]. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh, ia telah berbuat dosa yang besar[7].

[6] Yakni dengan memasukkannya ke surga tanpa azab, atau jika Dia menghendaki, maka Dia mengazab pelaku maksiat di bawah syirk (yakni orang mukmin yang berbuat maksiat) karena dosa-dosanya kemudian Dia masukkan ke dalam surga. Dosa-dosa yang berada di bawah syirk telah Allah adakan sebab-sebab yang menghapusnya, contoh: tobatnya, istighfarnya, amal salehnya, musibah yang menimpanya di dunia, azab di alam barzakh atau di hari kiamat, peristiwa dahsyat di hari kiamat, dan dengan doa kaum mukmin antara yang satu dengan lainnya, syafaat dari orang-orang yang diberi izin memberi syafaat dan dengan rahmat (kasih sayang) Allah Ta'ala yang diberikan-Nya kepada orang yang beriman dan bertauhid. Berbeda dengan syirk, di mana pelakunya telah menutup pintu ampunan dan rahmat bagi dirinya, oleh karenanya amal baiknya tidaklah bermanfaat, demikian juga musibah yang menimpanya, dan pada hari kiamat mereka tidak memperoleh syafaat.

[7] Hal itu, karena di dalam syirk, pelakunya menyamakan antara makhluk yang lemah dari berbagai sisi dan memiliki kekurangan dengan Al Khaaliq yang Maha Sempurna dari berbagai sisi, Yang Maha Kaya tidak memerlukan makhluk-Nya, di mana tidak ada satu pun kenikmatan yang diterima makhluk kecuali berasal dari-Nya. Namun demikian, ayat ini tertuju kepada pelaku syirk yang tidak bertobat, adapun jika ia bertobat, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengampuni syirk dan dosa-dosa di bawahnya sebagaimana firman Allah:

Katakanlah: "Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Terj. Az Zumar: 53)

Ayat 49-50: Bentuk takjub atau keanehan terhadap sikap orang-orang Yahudi yang menganggap suci diri mereka, serta menerangkan kedustaan mereka

َلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلا (٤٩) انْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَكَفَى بِهِ إِثْمًا مُبِينًا (٥٠

Terjemah Surat An Nisa Ayat 49-50

49. Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya suci (orang Yahudi dan Nasrani)?[8] Sebenarnya Allah menyucikan siapa yang Dia kehendaki[9] dan mereka tidak dizalimi sedikit pun.

[8] Yang dimaksud di sini ialah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menganggap diri mereka bersih. Lihat surat Al Baqarah ayat 80 dan ayat 111 dan surat Al Maa-idah ayat 18.

[9] Yakni dengan iman dan amal saleh. Seperti pernyataan-Nya terhadap orang-orang yang beriman (memeluk Islam) dan beramal saleh, "(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedangkan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Terj. Al Baqarah: 112)

50. Perhatikanlah, betapa mereka mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?[10] Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka)[11].

[10] Dengan anggapan bahwa diri mereka suci, hanya mereka yang berhak masuk surga dan apa yang ditempuh oleh orang mukmin adalah batil.

[11] Yang mengharuskan mereka mendapat siksa yang pedih.

Ayat 51-55: Menerangkan tentang sifat dan perbuatan orang-orang Yahudi yang tercela

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَؤُلاءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلا (٥١) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ وَمَنْ يَلْعَنِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ نَصِيرًا (٥٢) أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنَ الْمُلْكِ فَإِذًا لا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا (٥٣) أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ فَقَدْ آتَيْنَا آلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآتَيْنَاهُمْ مُلْكًا عَظِيمًا (٥٤) فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ بِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ صَدَّ عَنْهُ وَكَفَى بِجَهَنَّمَ سَعِيرًا (٥٥

Terjemah Surat An Nisa Ayat 51-55

51.[12] Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al kitab (Taurat)? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut[13], dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah)[14], bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman[15].

[12] Ayat ini turun berkenaan Ka'ab bin Al Asyraf dan ulama Yahudi semisalnya, yakni ketika mereka datang ke Mekah dan menyaksikan orang-orang musyrik yang terbunuh dalam perang Badar, mereka pun membangkitkan semangat kaum musyrik untuk melakukan tindakan pembalasan dan memerangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata, "Ketika Ka'ab bin Al Asyraf tiba di Mekah, orang-orang Quraisy berkata kepadanya, "Kamu adalah penduduk Madinah terbaik dan tokoh mereka." Ka'ab berkata, "Ya." Mereka berkata, "Tidakkah kamu melihat kepada laki-laki yang lemah ini yang terputus keturunannya dari kaumnya, yang menyangka bahwa dirinya lebih baik daripada kita, padahal kami orang-orang yang melakukan haji, para pelayan (ka’bah) dan para pemberi minum (jamaah haji)." Ka'ab berkata, "Kalian lebih baik daripadanya." Maka turunlah ayat, "Inna syaani'aka huwal abtar."(Al Kautsar: 3) dan turun pula ayat, "Alam tara ilalladziina…sampai, "Falan tajida lahuu nashiiraa." (lihat ayat 51-52 di atas). Hadits ini disebutkan pula oleh Ibnu Katsir, ia berkata: Imam Ahmad berkata, "Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abi 'Addi hadits itu." Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya sebagaimana dalam Mawaarid hal. 428, dan para perawinya adalah para perawi kitab shahih, hanya saja yang rajih adalah mursal sebagaimana disebutkan dalam Takhrij Tafsir Ibnu Katsir.

[13] Jibt dan Thaghut ialah setan dan apa saja yang disembah selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Hal ini termasuk perilaku buruk orang-orang Yahudi dan kedengkian mereka kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukmin. Akhlak mereka yang buruk dan tabi'at mereka yang jelek membuat mereka tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya, bakan menggantinya dengan beriman kepada jibt dan thagut, yakni malah percaya dengan peribadatan kepada selain Allah atau menetapkan sesuatu dengan selain syari'at Allah. Termasuk ke dalam jibt dan thagut pula sihir, perdukunan, beribadah kepada selain Allah dan menaati setan. Demikian juga kekafiran dan sifat dengki mereka membuat mereka mengutamakan jalan orang-orang kafir para penyembah berhala.

[14] Yakni ketika Abu Sufyan dan kawan-kawannya berkata kepada mereka (ulama Yahudi), "Apakah kami lebih benar jalannya, di mana kami memberi minum jama'ah haji, menjamu tamu, membebaskan tawanan dan melakukan lainnya ataukah Muhammad, di mana ia menyelisihi agama nenek moyangnya, memutuskan tali silaturrahim dan berpisah dari tanah haram?", maka ulama Yahudi menjawab, "Kalian (musyrik Mekah) lebih lurus jalannya daripada orang-orang yang beriman." Ucapan ini disampaikan sebagai tindakan pendekatan mereka dengan orang-orang kafir Mekah dan karena benci kepada keimanan.

[15] Bagaimana mungkin agama yang tegak di atas peribadatan kepada patung dan berhala, mengharamkan hal yang baik-baik, menghalalkan yang kotor, menghalalkan banyak hal yang haram, berlaku zalim kepada manusia, menyamakan antara Pencipta dengan makhluk, ingkar kepada Allah, rasul-rasul dan kitab-kitab-Nya sama atau lebih baik daripada agama yang tegak di atas peribadatan kepada Allah, berbuat ikhlas baik secara sembunyi maupun terang-terangan, mengingkari segala sesuatu yang disembah selain Allah, memerintahkan menyambung tali silaturrahim, berbuat baik kepada semua manusia, bahkan kepada hewan pula, menegakkan keadilan di antara manusia, mengharamkan kezaliman dan perkara kotor serta memerintahkan kejujuran? Tentu tidak sama, dan agama yang tegak di atas peribadatan kepada Allah dan memerintahkan berbuat ihsan tentu lebih baik, lebih benar dan lebih lurus jalannya.

52. Mereka itulah orang-orang yang dilaknat Allah. Barang siapa yang dilaknat Allah, niscaya kamu tidak akan mendapatkan penolong baginya[16].

[16] Yang membantunya kepada hal yang bermaslahat, menjaganya dari sesuatu yang membahayakan serta menyelamatkannya dari siksa Allah.

53. Ataukah mereka mempunyai bagian dari kerajaan (kekuasaan)[17], meskipun mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia[18].

[17] Sehingga mereka melebihkan siapa saja yang mereka inginkan sesuai hawa nafsu mereka.

[18] Maksudnya orang-orang yang tidak dapat memberikan kebaikan kepada manusia atau masyarakatnya karena kebakhilannya, tidak patut memegang kekuasaan.

54. Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) karena karunia[19] yang telah diberikan Allah kepadanya? Sungguh, Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah (kenabian) kepada keluarga Ibrahim[20], dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.

[19] Yaitu kenabian, Al Quran, dan kemenangan.

[20] Seperti Musa, Dawud dan Sulaiman, padahal karunia-Nya sudah biasa diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin, lalu bagaimana mereka dengki kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, seorang yang paling mulia, paling takwa dan paling takut kepada-Nya?

55. Maka di antara mereka (orang-orang yang dengki itu), ada yang beriman kepadanya[21], dan di antara mereka dan ada pula yang menghalangi (manusia beriman) kepadanya[22]. Cukuplah (bagi mereka yang tidak beriman) neraka Jahanam yang menyala-nyala apinya.

[21] Oleh karenanya mereka mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat.

[22] Mereka akan mendapatkan kesengsaraan di dunia dan berbagai musibah sebagai hukuman terhadap kekafiran dan kemaksiatan mereka, dan di akhirat ada neraka jahannam yang sudah disiapkan untuk mereka, nas'alullahas salaamah wal 'aafiyah.

==============================

Penjelasan An Nisa Ayat 51 :
Firman Allah ta’ala,   أَلَمْ تَرَ , Apakah kamu tidak memperhatikan (melihat) ? pertanyaan dalam ayat ini untuk menetapkan dan menunjukkan keta’juban. Dan “melihat” di sini adalah dengan pandangan mata, hal ini ditunjukkan oleh huruf  إِلَى  yang disebutkan sesudahnya, jika ungkapan “melihat” ditambah dengan إِلَى (yang bermakna,”kepada”)  berarti makananya adalah melihat dengan indra mata.
Adapun khitab dalam ayat ini ditujukkan, kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– atau kepada semua orang yang layak untuk diarahkan hal ini kepadanya, sehingga maknanya, “ tidaklah engkau melihat wahai orang yang diajak bicara?
FirmanNya, إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا , kepada orang-orang yang diberi, mereka tidaklah diberi semua kitab, karena mereka diharamkan (dari mendapatkannya secara sempurna) disebabkan kerena penentangan yang mereka lakukan. Oleh karena itu pula, mareka tidak memiliki ilmu secara sempurna tentang yang ada di dalam al-Kitab.
FirmanNya, نَصِيباً مِنَ الْكِتَابِ , bagian dari Al kitab, yang diturunkan. Dan, yang dimaksdud dengan ‘al-Kitab di sini adalah Taurat dan Injil. Mereka menyebutkan contohnya untuk hal tersebut, misalnya adalah Ka’ab bin al-Asyraf ketika ia datang ke Makkah, maka orang-orang Musyrik berkumpul di sisinya, dan mereka berkata: ‘apa yang engkau katakan tentang laki-laki ini (yakni, Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– yang membodoh-bodohi mimpi-mimpi kami dan ia mengaku bahwa dirinya adalah lebih baik daripada kami? maka Ka’ab pun berkata kepada mereka, ‘kalian lebih baik daripada Muhammad, dan oleh karena ini disebutkan dalam akhir ayat,
وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَؤُلاءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلاً
Dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman .
firmanNya,
يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ
Mereka percaya kepada jibt dan thaghut.
Yakni, membenarkan kedua hal itu, mereka menetapkan keduanya dan tidak mengingkarinya, maka bila seorang mengakui dan menetapkan dua berhala ini, maka ia telah mengimani keduanya.
Adapun yang dimaksud dengan, “jibt, ada yang mengatakan: “ Sihir”, dan ada yang mengatakan: “Shanam” (patung). Yang paling benar adalah bahwa maknanya umum meliputi patung atau sihir, atau perdukunan atau yang serupa dengan hal itu.
Adapun الطاغوت thaghu, yaitu Segala hal yang seorang hamba melampaui batasnya baik berupa sesuatu yang disembah, atau sesuatu yang diikuti, atau sesuatu yang ditaati. Sesuatu yang disembah seperti patung. Sesuatu yang diikuti seperti para ulama yang sesat. Sesuatu yang ditaati seperti para pemimpin. Maka, mentaati mereka dalam hal mengharamkan (tidak membolehkan) sesatu yang dihalalkan (dibolehkan oleh) Allah, atau menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah termasuk kategori beribadah kepada mereka hukumnya adalah Haram. Dan yang dimaksud adalah siapa yang ridha untuk beribadah kepada mereka. Atau, dikatakan ia adalah thaghut dari sisi orang-orang yang menjadikannya sebagai sesembahan; karena tindakan mereka tersebut telah melampaui batasannya, di mana mereka mendudukkannya di atas kedudukan yang telah ditetapkan oleh Allah baginya, sehingga peribadatan mereka terhadap sesuatu yang disembah tersebut merupakan bentuk yang melampaui batas karena tindakan mereka tersebut yang melampaui batas.
Kata, الطاغوت thaghut , diambil dari kata  الطغيان , maka setiap perkara yang mana seseorang melampaui batasannya dikategorikan sebagai tindakan melampaui batas.
Sisi korelasi ayat ini dengan bab yang disebutkan tidak begitu nampak kecuali dengan haditsyang disebutkan dalam bab ini, yaitu sabda beliau:
لَتَرْكَبُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
“Niscaya kalian akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian”.
Maka, bila mana orang-orang yang diberikan kepada mereka bagian dari al-Kitab mengimani, mempercayai, membenarkan terhadap “jibt” dan “thaghut” dan bahwa umat ini –yakni-, umat Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam– akan ada yang mengikuti tradisi orang-orang terdahulu, hal ini berkonsekwensi bahwa akan ada dari umat ini yang mempercayai, mengimani dan membenarkan “jibti” dan “thaghut”, sehingga ayat yang disebutkan oleh pengarang selaras sekali dengan judul bab ini.
Faedah :
Di antara faedah dalam ayat ini adalah,
  • Bahwa termasuk hal yang mengherankan adalah seseorang yang diberi sebagian dari kitab kemudian ia justru mengimani dan membenarkan “jibt” dan “thaghut”.
  • Bahwa ilmu terkadang atau boleh jadi tidak membentengi pemiliknya dari melakukan kemaksiatan dan penentangan. Hal itu, karena -sebagaimana dalam ayat ini- bahwa orang-orang yang diberikan kepadanya pengetahuan tentang sebagian dari kandungan al-Kitab mereka justru menyakini “jibt” dan “thaghut” dan orang yang beriman dengan kekufuran, ia pun akan mengimani sesuatu yang dibawahnya berupa tindakan kemaksiatan.
  • Wajibnya mengingkari “jibt” dan “thaghut”, karena Allah menyebutkan iman kepada kedua hal tersebut merupakan hal yang mengherankan dan kehinaan. Oleh karena itu, tidak boleh membenarkan “jibt” dan “thaghut “
  • Maksud penulis menyebutkan perkara ini adalah menerangkan bahwasanya ada orang di kalangan umat ini (umat Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– yang mempercayai, mengimani dan membenarkan “jibt” dan “thaghut”, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam-:
                                                     لَتَرْكَبُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
“Niscaya ada yang akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian”.
Maka, bila mana ada di kalangan bani Israil yang membenarkan “jibt” dan “thaghut”, niscaya akan ada juga di kalangan umat ini yang membenarkan “jibt” dan “thaghut”. Wallahu a’lam
Sumber :
Diadaptasi dari “al-Qaulu al-Mufiid ‘Ala Kitabi at-Tauhid” 1/456, 460, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin 

Related Posts:

0 Response to "Tafsir An Nisa Ayat 47-55"

Post a Comment