Tafsir Al A’raaf Ayat 54-64

Ayat 54-56: Bukti-bukti terhadap kekuasaan Allah dalam menciptakan alam semesta, dan dorongan bertadharru’ serta berdoa kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan bagaimanakah bermohon kepada-Nya?

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (٥٤) ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (٥٥) وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (٥٦

Terjemah Surat Al A’raaf Ayat 54-56

54. Sungguh, Tuhanmu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari[1], lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[2]. Dia menutupkan malam kepada siang[3] yang mengikutinya dengan cepat[4]. (Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-bintang[5] tunduk kepada perintah-Nya[6]. Ingatlah! Segala ciptaan[7] dan urusan[8] menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah[9], Tuhan seluruh alam.

55.[10] Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut[11]. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[12].

56. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi[13] setelah (Allah) memperbaikinya[14]. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut[15] dan penuh harap[16]. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan[17].

Ayat 57-64: Di antara bukti adanya kebangkitan, serta disebutkan perumpamaan orang mukmin dengan tanah yang baik, sedangkan orang kafir dengan tanah yang buruk

وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنْزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (٥٧)وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لا يَخْرُجُ إِلا نَكِدًا كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ (٥٨) لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (٥٩) قَالَ الْمَلأ مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (٦٠) قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٦١) أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ (٦٢) أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَلِتَتَّقُوا وَلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (٦٣) فَكَذَّبُوهُ فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ (٦٤)

Terjemah Surat Al A’raaf Ayat 57-64

57. Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus[18], lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati[19], mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran[20].

58. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin Tuhan[21]; dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya tumbuh merana[22]. Demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.

59.[23] Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah! tidak ada Tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya aku takut[24] kamu akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat (kiamat)[25].”

60. Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata, "Sesungguhnya Kami memandang kamu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.”

61. Dia (Nuh) menjawab, "Wahai kaumku! Aku tidak sesat; tetapi aku ini seorang rasul dari Tuhan seluruh alam.

62. Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, memberi nasehat kepadamu[26], dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui."[27].

63. Dan herankah kamu bahwa ada peringatan yang datang dari Tuhanmu melalui seorang laki-laki dari kalanganmu sendiri, untuk memberi peringatan kepadamu[28] dan agar kamu bertakwa, sehingga kamu mendapat rahmat?

64. Maka mereka mendustakannya (Nuh). Lalu Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam kapal[29]. Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami[30]. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya).

KANDUNGAN AYAT

[1] Dimulai dari hari Ahad dan berakhir sampai hari Jum’at. Menurut sebagian ulama, hari di sini seperti hari-hari di dunia. Allah Subhaanahu wa Ta'aala sesungguhnya mampu menciptakan dalam sekejap mata, akan tetapi Allah Subhaanahu wa Ta'aala menghubungkan akibat dengan sebabnya sebagaimana yang dikehendaki oleh hikmah-Nya.

[2] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan keagungan-Nya. ‘Arsy adalah makhluk Allah yang paling besar, yang merupakan atap seluruh makhluk, dan makhluk yang paling tinggi, dan Allah berada di atas ‘Arsy.

[3] Sehingga bumi yang sebelumnya terang menjadi gelap dan manusia dapat beristirahat.

[4] Setiap kali malam tiba, maka siang pun pergi, dan setiap kali siang tiba, maka malam pun pergi.

[5] Besarnya makhluk tersebut menunjukkan sempurnanya kekuasaan Allah. Keteraturan dan kerapiannya menunjukkan sempurnanya kebijaksanaan Allah. Manfaat dan maslahat yang diperoleh daripadanya menunjukkan luasnya rahmat Allah dan ilmu-Nya, dan bahwa Dia adalah Tuhan yang berhak disembah satu-satunya.

[6] Dia memerintahkan mereka, lalu mereka semua taat.

[7] Mencakup pula ke dalamnya hukum-hukum kauni qadariy (ketetapan-Nya di alam semesta).

[8] Mencakup ke dalamnya, hukum-hukum syar’i (perintah dan larangan dalam agama) dan hukum-hukum jaza’i (pembalasan terhadap amalan) yang dilakukan di akhirat.

[9] Maha Agung, Maha Tinggi dan Maha banyak kebaikan dan ihsan-Nya. Setiap berkah yang ada di alam semesta merupakan atsar (pengaruh) rahmat-Nya.

[10] Setelah Allah menyebutkan keagungan dan kebesaran-Nya yang menunjukkan kepada orang-orang yang berakal bahwa hanya Dia yang berhak diibadahi, ditujukan dalam memenuhi semua kebutuhan, maka dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan konsekwensinya.

[11] Tidak keras-keras yang dikhawatirkan timbul riya’ daripadanya.

[12] Termasuk melampaui batas adalah melampaui batas tentang sesuatu yang diminta (seperti meminta sesuatu yang tidak cocok baginya), berlebihan dalam meminta, melampaui batas dalam cara meminta, keras-keras dalam berdoa, dsb.

[13] Dengan syirk dan kemaksiatan.

[14] Dengan mengutus para rasul.

[15] Terhadap siksa-Nya dan takut jika ditolak.

[16] Terhadap rahmat-Nya, serta berharap agar diterima. Berdasarkan ayat ini, seorang yang berdoa hendaknya tidak merasa ujub dengan dirinya, menempatkan dirinya melebihi kedudukannya, dan berdoa dengan hati yang lalai lagi lengah. Ini semua termasuk ihsan dalam berdoa, karena ihsan dalam beribadah berarti ia melakukannya dengan sunguh-sungguh dan melakukannya dengan sempurna.

@ Seorang muslim wajib beribadah kepada Allȃh Azza wa Jalla dengan kecintaan kepada-Nya, takut kepada siksa-Nya, dan mengharapkan pahala-Nya.

Tidak boleh rasa takut berlebihan sehingga berputus asa dari rahmat dan ampunan Allȃh Azza wa Jalla. Demikian juga roja’ tidak boleh berlebihan sehingga bergantung kepada rahmat dan ampunan Allȃh Azza wa Jalla dengan tidak meninggalkan maksiat yang sedang dilakukan. Namun ketika dalam keadaan sehat, hendaklah rasa takut lebih dominan, sehingga mendorongnya untuk melaksanakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Sedangkan ketika dalam keadaan sakit, hendaklah rasa roja’ kepada ampunan Allȃh Azza wa Jalla lebih dominan, sehingga ketika ajal menjemputnya, dia dalam keadaan husnu zhan (berprasangka baik) kepada Allȃh Azza wa Jalla, dan bergembira dengan pertemuannya kepada Allȃh Azza wa Jalla.

[17] Yakni orang-orang yang berbuat ihsan dalam ibadahnya dan berbuat ihsan terhadap orang lain. Oleh karena itu, jika seorang hamba banyak berbuat ihsan, maka semakin dekat dengan rahmat Alah. Dalam ayat ini terdapat anjuran berbuat ihsan. Disebutkan kata-kata “qarib” (dekat) dengan bentuk mudzakkar sebagai khabar dari rahmat Allah, karena disandarkan rahmat tersebut kepada Allah, atau karena rahmat tersebut berarti pahala.

[18] Untuk dihidupkannya, di mana sebeumnya hewan-hewannya hampir binasa dan penduduknya hampir berputus asa dari rahmat Allah.

[19] Yakni sebagaimana Kami hidupkan tanah yang mati dengan ditumbuhnya pohon-pohon, seperti itulah Kami menghidupkan orang-orang yang telah mati dari kubur-kubur mereka setelah sebelumnya mereka sebagai tulang belulang. Hal ini adalah pendalilan yang jelas, karena tidak ada perbedaan antara kedua perkara tersebut. Oleh karena itu, orang yang mengingkari kebangkitan padahal ia melihat sesuatu yang semisalnya, sama saja orang yang memang keras kepala, dan sama saja mengingkari hal yang dapat dirasakan. Dalam ayat ini terdapat anjuran untuk memikirkan nikmat-nikmat Allah, melihatnya dengan mengambil pelajaran, tidak dengan hati yang lalai dan kurang peduli.

[20] Sehingga kamu beriman.

[21] Seperti inilah perumpamaan orang-orang mukmin yang mendengarkan nasehat, lalu ia mengambil manfaat daripadanya.

[22] Yakni susah untuk tumbuh, dan seperti inilah perumpamaan orang-orang kafir.

[23] Setelah Allah menyebutkan dalil-dalil tentang keesaan-Nya secara garis besar, Allah memperkuat dengan kisah para nabi bersama kaumnya. Nabi tersebut mengajak kaumnya kepada tauhid, namun kaumnya malah mengingkari. Di sana Allah menyebutkan, bagaimana Dia menguatkan orang-orang yang membela tauhid dan membinasakan orang-orang yang menentangnya, dan menerangkan bahwa seruan para rasul sama dan di atas agama serta keyakinan yang sama.

[24] Jika kamu menyembah selain-Nya.

[25] Hal ini menunjukkan bahwa para nabi sangat sayang kepada kaumnya dan menginginkan kebaikan didapatkan mereka.

[26] Yakni menginginkan kebaikan untukmu.

[27] Maksudnya, bahwa aku diberitakan hal-hal yang ghaib, yang tidak dapat diketahui kecuali dengan jalan wahyu dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

[28] Berupa azab jika kamu tidak beriman.

[29] Yakni kapal yang diperintahkan Allah untuk dibuat oleh Nuh ‘alaihis salam, dan Allah mewahyukan kepadanya, "Muatkanlah ke dalam kapal itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman." (lihat Huud: 40)

[30] Dengan banjir besar.

====================

Tafsir  [al-A’râf/7:56]
 
Saat menjelaskan maksud ayat ini, Abu Bakar bin ‘Ayyâsy rahimahullah (wafat th. 194 H) berkata, “Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada penduduk bumi ketika mereka sedang dalam kerusakan, lalu Allâh Azza wa Jalla memperbaiki mereka dengan mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka barangsiapa mengajak kepada sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia benar-benar termasuk orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi.[1]
Abu Ja’far ath-Thabari rahimahullah (wafat th. 310 H) mengatakan, “Maksud dari firman Allâh Azza wa Jalla :
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
“Adalah janganlah engkau menyekutukan Allâh Azza wa Jalla dan janganlah engkau berbuat maksiat di muka bumi, karena perbuatan seperti itu adalah pengerusakan yang sebenarnya di muka bumi”.
بَعْدَ إِصْلَاحِهَا, yakni setelah Allâh memperbaiki bumi itu untuk orang-orang yang menaati Allâh Azza wa Jalla, dengan mengutus para rasul kepada mereka yang menyeru kepada kebenaran, dan menjelaskan hujjah-hujjah kepada mereka.”
وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا  yakni ikhlaskanlah semua doa dan amal hanya untuk Allâh Azza wa Jalla dan janganlah engkau menyekutukan-Nya dengan apapun juga seperti ilah-ilah, berhala dan lainnya. Serta hendaklah semua yang engkau lakukan itu didasari dengan rasa takut kepada siksa-Nya dan mengharapkan pahala-Nya.”[2]
Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat th. 751  H) mengatakan, “Mayoritas ahli tafsir mengatakan, janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi dengan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan mengajak ketaatan kepada selain Allâh Azza wa Jalla setelah Allâh Azza wa Jalla  memperbaikinya dengan mengutus para rasul dan menerangkan syariat serta mengajak supaya taat kepada Allâh Azza wa Jalla . Karena sesungguhnya menyembah selain Allâh, berdoa kepada selain-Nya dan melakukan  perbuatan syirik kepada-Nya adalah kerusakan yang paling besar di muka bumi. Bahkan kerusakan bumi pada hakekatnya hanyalah disebabkan oleh syirik kepada Allâh dan menyalahi perintah-Nya“.
Dengan demikian perbuatan syirik, berdoa kepada selain Allâh Azza wa Jalla , mengagungkan sesembahan selain-Nya dan mentaati selain Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kerusakan terbesar di muka bumi. Semua ini tidak mendatangkan kebaikan sama sekali untuk bumi dan juga untuk penduduknya kecuali kalau Allâh menjadi satu-satunya Dzat yang mereka ibadahi dan taati, memohon kepada-Nya dan tidak taat kepada selain Allâh Azza wa Jalla , kemudian selalu menaati rasul-Nya dan mengikuti (petunjuk)nya, bukan yang lain. Makhluk selain Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya wajib ditaati jika menyerukan ketaatan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun jika menganjurkan perbuatan  maksiat dan menyuarakan hal-hal yang menyalahi syariat-Nya, maka ia tidak boleh didengar dan ditaati.
Barangsiapa memperhatikan kondisi alam, maka ia akan dapati bahwa setiap kebaikan di muka bumi ini bersumber pada tauhidullâh (mentauhidkan Allâh Azza wa Jalla ), beribadah kepada-Nya dan menaati Rasul-Nya. Sebaliknya, setiap kejahatan, fitnah, malapetaka, kekeringan, berkuasanya musuh atas umat Islam dan bencana lainnya, penyebabnya adalah menyalahi Rasul-Nya dan menyeru kepada selain Allâh dan Rasul-Nya.”[3]
Al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah (wafat th. 774 H) menjelaskan tentang ayat ini, “Allâh Azza wa Jalla melarang perilaku merusak dan hal-hal yang membahayakannya, setelah Allâh Azza wa Jalla melakukan perbaikan di muka bumi. Karena jika berbagai macam urusan sudah berjalan dengan baik dan setelah itu terjadi kerusakan, maka kondisi demikian ini lebih berbahaya bagi umat manusia. Maka, Allâh Subhanahu wa Ta’ala melarang hal itu, dan memerintahkan hamba-hamba-Nya agar beribadah, berdoa, merendahkan diri kepada-Nya dan  merendahkan diri di hadapan-Nya. Oleh karena itu, Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya-red), “…Berdoalah kepada-Nya dengan penuh rasa takut dan penuh harap…” Maksudnya, takut terkena siksa Allâh Azza wa Jalla  dan berharap bisa meraih pahala melimpah di sisi-Nya.
Kemudian Allâh berfirman.
إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
…Sesungguhnya rahmat Allâh sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.”
Allâh menggunakan kata قَرِيبٌ dan bukan قَرِيْبَةٌ (padahal kata رحمة  itu untuk muannats, mestinya menurut bahasa harus menggunakan قَرِيْبَةٌ –red), karena yang dijelaskan adalah kandungan dari kalimat rahmat yaitu tsawâb (pahala), atau karena kata rahmat itu disandarkan kepada Allâh Azza wa Jalla . Oleh karena itu, Allâh mengatakan :
إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Sesungguhnya rahmat Allâh sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik[4]
FAWA’ID AYAT INI
Dari uraian di atas, kita bisa mengambil beberapa faidah[5] :
1. Janganlah berbuat kerusakan di muka bumi dengan melakukan perbuatan syirik, maksiat dan kerusakan lainnya
2. Sesungguhnya perbuatan maksiat itu merusak akhlak, amal dan rezeki
3. Para rasul diutus untuk memperbaiki kehidupan di muka bumi
4. Wajib berdoa kepada Allâh Azza wa Jalla dengan penuh keikhlasan, karena doa adalah ibadah
5. Beramal dan berdoa kepada Allâh Azza wa Jalla harus dilandasi dengan rasa takut dan penuh harap
6. Dianjurkan untuk berbuat ihsan (berbuat kebaikan)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIV/1431H/2010M. ]
_______
Footnote
[1] Tafsîr Ibnu Abi Hâtim ar-Râzi  4/124 cet. Dârul Kutub al-‘Ilmiyyah
[2] Tafsîr ath-Thabari 5/515 cet. Dârul Kutub al-‘Ilmiyyah.
[3] Badâi’ul Fawâid, hlm. 385, tahqîq Basyîr ‘Uyûn dan lihat juga Badâi’ut Tafsîr hlm 1/404 oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, dikumpulkan oleh Yusra as-Sayyid Muhammad.
[4] Tafsîr al-Qurânil ‘Azhîm 3/429, tahqîq Sâmi bin Muhammad Salâmah, cet. Ke-IV Dârut Thayyibah th. 1428 H].
[5] Taisîr Karîmir Rahmân fî Tafsîri Kalâmil Mannân  oleh Syekh Abdurrahmân as-Sa’di rahimahullah dan  Aisarut tafâsîr oleh Syekh Abu Bakar Jâbir al-Jazâiri  dan kitab-kitab lainnya).




================
USTADZ AGUS SUAIDI

DOWNLOAD AUDIO : Kajian Tafsir al Qur'an Surat Al A'raf 54
DOWNLOAD AUDIO : Kajian Tafsir al Qur'an Surat Al A'raf 55-56
DOWNLOAD AUDIO : Kajian Tafsir al Qur'an Surat Al A'raf 57-58
DOWNLOAD AUDIO : Kajian Tafsir al Qur'an Surat Al A'raf 59-64

Related Posts:

0 Response to "Tafsir Al A’raaf Ayat 54-64"

Post a Comment