Tafsir Al Anfaal Ayat 15-26


Rp 35.000/Bungkus Yuk Order => https://nasi-kebuli-instan.business.site/

Ayat 15-19: Menaati Allah dan Rasul-Nya merupakan jalan untuk memperoleh kemuliaan di dunia dan akhirat, serta larangan melarikan diri dari pertempuran

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلا تُوَلُّوهُمُ الأدْبَارَ (١٥) وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (١٦) فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلاءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (١٧) ذَلِكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ مُوهِنُ كَيْدِ الْكَافِرِينَ (١٨)إِنْ تَسْتَفْتِحُوا فَقَدْ جَاءَكُمُ الْفَتْحُ وَإِنْ تَنْتَهُوا فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَإِنْ تَعُودُوا نَعُدْ وَلَنْ تُغْنِيَ عَنْكُمْ فِئَتُكُمْ شَيْئًا وَلَوْ كَثُرَتْ وَأَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ (١٩

Terjemah Surat Al Anfaal Ayat 15-19

15. Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang akan menyerangmu, maka janganlah kamu berbalik membelakangi mereka (mundur).

16. Dan barang siapa mundur pada waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang[1] atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain[2], maka sungguh, orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah. Tempatnya ialah neraka Jahanam, dan seburuk-buruk tempat kembali[3].

17.[4] Maka (sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, melainkan Allah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik[5]. Sungguh, Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui[6].

18. Demikianlah (karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu), dan sungguh, Allah melemahkan tipu daya orang-orang kafir[7].

19. Jika kamu (orang-orang musyrik) meminta keputusan[8], maka sesungguhnya keputusan telah datang kepadamu[9]; dan jika kamu berhenti[10], maka itulah yang lebih baik bagimu; dan jika kamu kembali[11], niscaya Kami kembali (memberi pertolongan kepadanya); dan pasukanmu tidak akan dapat menolak sesuatu bahaya sedikit pun darimu, biarpun jumlahnya (pasukan) banyak. Sungguh, Allah beserta orang-orang beriman[12].



Ayat 20-26: Pengarahan kepada kaum mukmin untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mengingatkan mereka bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan memberikan kekuasaan kepada mereka

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَوَلَّوْا عَنْهُ وَأَنْتُمْ تَسْمَعُونَ (٢٠) وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ قَالُوا سَمِعْنَا وَهُمْ لا يَسْمَعُونَ (٢١) إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لا يَعْقِلُونَ (٢٢) وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لأسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ (٢٣) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (٢٤) وَاتَّقُوا فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢٥)وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الأرْضِ تَخَافُونَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَآوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (٢٦

Terjemah Surat Al Anfaal Ayat 20-26

20. Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya[13], padahal kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)[14],

21. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (munafik dan musyrik) yang berkata, "Kami mendengarkan,” padahal mereka tidak mendengarkan[15] (karena hati mereka mengingkarinya).

22. Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu[16] yaitu orang-orang yang tidak mengerti.

23. Kalau sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan pada mereka, tentu Dia menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jika Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka berpaling juga[17], sedang mereka memalingkan diri[18].

24. Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul[19], apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu[20], dan ketahuilah[21] bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya[22] dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan[23].

25. Dan peliharalah dirimu[24] dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu[25]. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya[26].

26. Dan ingatlah ketika kamu (para muhajirin) masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Dia memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya[27] dan diberi-Nya kamu rezeki yang baik[28] agar kamu bersyukur[29].


[1] Seperti memperlihatkan kepada musuh seakan-akan lari ke belakang sebagai tipu daya, padahal akan kembali menyerang atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain agar lebih mudah memerangi.

[2] Yakni meminta bantuan kepada pasukan kaum muslimin yang lain. Jika pasukan lain berada dekat dengannya (di sekitar medan peperangan), maka masalahnya sudah jelas, yakni boleh. Tetapi apabila pasukan lain di luar medan peperangan, misalnya kaum muslimin kalah dan pergi menuju ke salah satu negeri kaum muslimin atau ke pasukan lain dari pasukan kaum muslimin, maka telah ada riwayat dari para sahabat yang menunjukkan bolehnya. Namun mungkin saja, hal ini apabila mundur lebih baik akibatnya, akan tetapi apabila mereka melihat jika tetap di tempat dapat mengalahkan musuh, maka dalam hal ini tidak termasuk keadaan yang diberi rukhshah (keringanan) sehingga mereka tidak boleh mundur. Ayat ini masih mutlak, dan akan disebutkan di akhir surat batasan jumlahnya yang membolehkan mundur.

[3] Hal ini apabila kaum kafir tidak berjumlah lebih dari dua kali lipat kaum muslimin sebagaimana akan diterangkan nanti. Ayat ini menunjukkan bahwa melarikan diri dari peperangan merupakan dosa yang besar.

[4] Ketika kaum musyrik telah kalah, maka dalam ayat ini Allah menerangkan, bahwa sesungguhnya yang membunuh dan melempar mereka adalah Allah. Thabrani meriwayatkan dari Hakim bin Hizam ia berkata, “Ketika perang Badar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan (diambilkan batu kerikil), lalu Beliau mengambil segenggam batu kerikil dan menghadap kepada kami serta melempar kami dengannya. Beliau bersabda, “Muka-muka yang buruk.” Kami pun kalah, dan Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya, “Wa maa ramaita idz ramaita wa laakinnallaha ramaa (artinya: Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah yang melempar).” Haitsami dalam Majma’ juz 2 hal. 84 berkata, “Sanadnya hasan.” Menurut Syaikh Muqbil bahwa perkataannya “Sanadnya hasan” maksudnya adalah hasan lighairihi. Syaikh Muqbil juga menjelaskan, bahwa Haitsami menghasankannya karena hadits tersebut memiliki syawahid (penguat dari jalan lain) dan mutaba’ah (penguat dari jalan yang sama), karena ia menyebutkan setelahnya, dari Ibnu Abas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Ali, “Berikanlah kepadaku segenggam batu kerikil.” Maka Ali memberikannya, lalu Beliau melemparkannya ke arah wajah-wajah kaum musyrik, sehingga tidak ada salah seorang di antara mereka kecuali kedua matanya penuh kerikil. Ketika itulah turun ayat, “Wa maa ramaita idz ramaita wa laakinnallaha ramaa.” Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Thabrani. Para perawinya adalah para perawi kitab shahih.”

[5] Yaitu ghanimah. Ada pula yang menafsirkan, bahwa Allah Ta’ala sessungguhnya berkuasa untuk memenangkan kaum mukmin di atas orang-orang kafir tanpa perlu adanya peperangan, akan tetapi Allah ingin menguji orang-orang mukmin dengan jihad agar mereka mencapai derajat yang tinggi, kedudukan yang mulia dan mendapat pahala yang baik dan banyak.

[6] Allah mendengar apa yang dirahasiakan hamba dan apa yang ditampakkannya, dan mengetahui apa yang ada dalam hati manusia berupa niat yang baik dan yang buruk, sehingga Dia menetapkan untuk hamba taqdir yang sesuai ilmu-Nya, kebijaksanaan-Nya dan maslahat hamba-hamba-Nya, dan akan memberikan balasan masing-masingnya sesuai niat dan amalnya.

[7] Allah melemahkan tipu daya dan makar orang-orang kafir yang mereka lancarkan kepada Islam dan pemeluknya, dan menjadikan tipu daya mereka berbalik menimpa mereka.

[8] Yakni keputusan dari Allah dengan menimpakan azab kepada orang yang zalim dan salah.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abdullah bin Tsa’labah bin Shaghir ia berkata, “Orang yang meminta keputusan pada perang Badar adalah Abu Jahal, ketika dia berkata, “Ya Allah, siapakah di antara kami yang lebih memutuskan tali silaturrahim dan datang membawa sesuatu yang tidak kami kenali? Oleh karena itu, binasakanlah ia pada pagi hari ini.” Maka Allah menurunkan ayat, “In tastaftihuu faqad jaa’akumul fat-h.” Hadits ini asalnya ada dalam Musnad juz 5 hal. 431, namun di sana tidak diterangkan tentang turunnya ayat tersebut. Hakim meriwayatkannya dan berkata, “Hadits ini shahih sesuai syarat dua syaikh (Bukhari-Muslim), namun keduanya tidak menyebutkannya”, tetapi Muslim tidak meriwayatkan hadits Abdullah bin Ta’labah, oleh karena itu hanya sesuai syarat Bukhari saja, dan Adz Dzahabi mendiamkannya. Al Haafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyandarkannya kepada Nasa’i, dan Al Waahidiy menyebutkannya dalam Asbaabunnuzul.

[9] Dengan membinasakan yang layak dibinasakan, yaitu Abu Jahal dan orang-orang yang terbunuh bersamanya.

[10] Dari kekufuran dan dari memerangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

[11] Maksudnya kembali memusuhi dan memerangi Rasul.

[12] Barang siapa Alah bersamanya, maka dialah yang akan tertolong meskipun ia lemah dan jumlahnya sedikit. Kebersamaan Allah ini dengan memberikan bantuan dan pertolongan sesuai amalan iman yang mereka kerjakan. Oleh karena itu, apabila terjadi kekalahan pada kaum muslimin di sebagian waktu, maka hal itu tidak lain karena sikap remeh mereka dan tidak mengerjakan kewajiban iman dan konsekwensinya. Karena jika mereka melakukan apa yang diperintahkan Allah, tentu mereka tidak akan kalah dan musuh tidak akan menang.

[13] Dengan menyelisihi perintah-Nya.

[14] Oleh karena itu, berpalingnya kamu dari-Nya padahal kamu mendengarkan apa yang dibacakan kepadamu dari kitab Allah, perintah-perintah-Nya, wasiat dan nasehat-Nya, termasuk keadaan yang sangat buruk.

[15] Yakni tidak mendengar sambil mentadaburi dan mengambil pelajaran daripadanya. Maksud ayat ini adalah janganlah kita hanya menyampaikan di lisan dakwaan yang tidak ada hakikatnya, karena yang demikian tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya, dan lagi iman bukan sekedar angan-angan dan hiasan, akan tetapi iman sesungguhnya yang menancap di hati dan dibenarkan oleh amalan.

[16] Maksudnya manusia yang paling buruk di sisi Allah ialah yang tidak mau mendengar, menuturkan dan memahami kebenaran. Ayat-ayat dan peringatan sama sekali tidak bermanfaat bagi mereka. Mereka ini disebut Allah sebagai orang-orang yang tidak mengerti, yakni tidak mengerti hal yang bermanfaat bagi mereka, dan tidak mengutamakannya di atas madharrat. Mereka ini di sisi Allah lebih buruk dari semua makhluk bergerak, karena Alah Ta’ala telah memberikan mereka pendengaran, penglihatan dan hati agar mereka menggunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan menaati-Nya, namun mereka menggunakannya untuk maksiat sehingga terhalang dari banyak kebaikan. Mereka sesungguhnya dapat mendengar, akan tetapi tidak masuk ke dalam hati, mereka hanya mendengar sesuatu yang menjadi hujjah atas mereka, dan mereka tidak mendengar sesuatu yang bermanfaat bagi mereka karena Alah mengetahui bahwa dalam hati mereka tidak ada kebaikan sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.

[17] Karena sudah diketahui tidak ada kebaikan dalam hati mereka.

[18] Tidak mau menerima ditambah dengan sikap keras dan mengingkari atau mereka tidak akan menoleh kepada kebenaran satu pun juga. Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa Allah tidak menghalangi iman dan kebaikan kecuali kepada orang yang tidak ada kebaikan padanya, karena keimanan tidak akan berkembang dan berbuah dalam dirinya, maka segala puji bagi Allah yang Mahabijaksana.

[19] Dengan menaati Allah dan Rasul-Nya.

[20] Maksudnya menyeru kamu berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang dapat membinasakan musuh serta menghidupkan Islam dan muslimin. Demikian juga berarti menyeru kamu kepada iman, petunjuk, dan perkara-perkara agama lainnya, di mana hal itu merupakan sebab kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta sebab hidupnya hati dan ruh.

[21] Allah memperingatkan agar seseorang tidak menolak seruan Allah dan Rasul-Nya dengan firman-Nya, “Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya.” Oleh karena itu, berhati-hatilah jangan sampai menolak perintah Allah ketika datang, sehingga diadakan penghalang antara seseorang dengan hatinya apabila seseorang menginginkan sesuatu setelah itu, hatinya pun bercerai berai karena Allah membatasi seseorang dengan hatinya; Dia membolak-balikkan hati sesuai yang Dia kehendaki. Oleh karena itu, hendaknya seoarang hamba banyak berdoa, “Yaa muqallibal quluub tsabit qalbii ‘alaa diinik” (“Wahai Allah yang membola-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”)

[22] Maksudnya Allah-lah yang menguasai hati manusia, sehingga seseorang tidak mampu beriman atau berbuat kufur melainkan dengan iradah (kehendak)-Nya.

[23] Maka Dia akan memberikan balasan terhadap amalmu.

[24] Caranya adalah dengan mengingkari kemungkaran yang terjadi sesuai kemampuan.

[25] Hal ini apabila kezaliman nampak dan tidak dirubah, maka jika datang musibah sebagai hukumannya akan mengena kepada pelaku dan selainnya.

[26] Bagi orang yang melanggar perintah-Nya.

[27] Sebagaimana pada perang Badar.

[28] Seperti ghanimah.

[29] Dengan hanya beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya.

====================

PENJELASAN AYAT 25

Adzab Allah Azza wa Jalla itu sangat pedih. Jika adzab itu diturunkan pada suatu tempat, maka ia akan menimpa semua orang yang ada di tempat tersebut, baik orang shaleh maupun thâlih (keji). Dalam ayat ini, Allah Azza wa Jalla memperingatkan kaum Mukminin agar mereka senantiasa membentengi diri mereka dari siksa tersebut dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya serta menyeru manusia kepada kebaikan dan melarang mereka dari kemungkaran.

Syaikh Abu Bakr Jâbir al-Jazâiri hafizhahullâh mengatakan, “Ayat ini sebagai peringatan lain yang amat besar bagi kaum Mukminin, agar mereka tidak meninggalkan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, serta tidak meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar (menyeru manusia kepada kebaikan dan mengajak mereka untuk menjauhi kemungkaran). Sebab, jika mereka meninggalkannya, maka kemungkaran akan menyebar dan kerusakan akan meluas. Bila kondisi sudah demikian, maka adzab pun akan diturunkan kepada seluruh komponen masyarakat, baik yang shaleh maupun yang thâlih, yang berbuat kebajikan maupun yang berbuat kejelekan, baik yang adil maupun yang zhalim. Dan jika Allah Azza wa Jalla menurunkan siksa, maka siksa-Nya sangat pedih, tidak seorang pun yang kuat menahan siksa tersebut. Untuk itu, hendaknya kaum Mukminin menjauhinya dengan cara melaksanakan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya.[1]

Imam Ibnu Jarîr rahimahullah berkata: “Dalam ayat di atas Allah Azza wa Jalla berfirman kepada orang-orang yang beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya (yang maknanya); “Wahai orang-orang yang beriman peliharalah diri kalian dari siksa Allah Azza wa Jalla , jangan sampai siksa itu menimpa kalian, karena ulah orang-orang zhalim yang telah melakukan perbuatan yang seharusnya tidak mereka lakukan, baik berupa kezhaliman maupun perbuatan dosa (lainnya) atau karena kalian mendatangi tempat-tempat maksiat, tempat yang pantas untuk diturunkan adzab.[2]

HIKMAH MENEGAKKAN AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
Sesungguhnya termasuk pengertian dari nama Allah al-Hakiim (Dzat Yang Maha Bijaksana) adalah tersimpannya banyak kebaikan bagi para hamba dalam amalan-amalan yang dititahkan-Nya, dan adanya berbagai kerusakan serta bahaya dibalik perkara-perkara dilarang-Nya. Maka takala perintah untuk melaksanakan ibadah yang agung ini Allah sampaikan kepada umat Islam, pastilah tersimpan banyak rahasia kebaikan di dalamnya. Berikut ini di antara hikmahnya yang luhur:

1. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar merupakan salah satu bentuk iqâmatul hujjah (penyampaian hujjah, keterangan yang jelas akan kebenaran dari Allah Azza wa Jalla ) bagi seluruh umat manusia secara umum, dan para pelaku maksiat secara khusus. Sehingga ketika turun musibah dan bencana mereka tidak bisa berdalih dengan tidak adanya orang yang memberikan peringatan dan nasehat kepada mereka. Mereka juga tidak bisa beralasan dengan hal yanga sama di hadapan Allah Azza wa Jalla kelak. Allah Azza wa Jalla berfirman :

رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasu-rasul itu diutus. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana [an-Nisâ/4:165]

2. Dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar akan terlepas tanggungan kewajiban untuk melaksanakannya (lazim disebut barâtu dzimmah) dari pundak orang-orang yang telah menjalankannya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

فَتَوَلَّ عَنْهُمْ فَمَا أَنْتَ بِمَلُومٍ

maka berpalinglah engkau dari mereka, dan engkau sekali-kali tidaklah tercela [adz-Dzâriyât/51:54]

3. Membantu saudara seiman untuk melaksanakan kebajikan, sebagai realisasi firman Allah Azza wa Jalla :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Dan tolong-menolonglah kalian dalam melaksanakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan [al-Mâidah/5:2]

Seorang Muslim yang sejati, adalah orang yang menyukai kebaikan ada pada saudaranya seiman, seperti dia menyukai hal itu ada pada dirinya. Karenanya, dia bersungguh-sungguh untuk mengajak saudaranya seiman untuk menggapai pahala dan menjauhi dosa.

4. Amar ma’ruf nahi munkar adalah salah satu sebab terbesar untuk mendapatkan kepemimpinan (penguasaan) di muka bumi. Allah yang telah menciptakan bumi, maka Dia Azza wa Jalla lah yang berhak mengangkat penguasa di muka bumi tersebut. Allah Azza wa Jalla berfirman menyebutkan ciri-ciri para penguasa pilihan-Nya:

وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong (agama)-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di muka bumi, mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah dari yang munkar, dan kepada Allah lah kembali segala urusan.” [al-Hajj/22: 40-41]

GANJARAN BAGI ORANG-ORANG YANG MENEGAKKAN PILAR AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR SEALAMAT DARI LAKNAT.

Allah Azza wa Jalla berfirman untuk mengabarkan akan pertolongan-Nya bagi para penegak panji nan agung ini dari laknat yang telah menimpa Ashâb Sabt:

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ

Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka kami menyelamatkan orang-orang yang mencegah perbuatan jahat dan kami timpakan kepada orang yang berbuat dzalim siksaan yang keras disebabkan mereka selalu berbuat fasik” [al-A’raf :165]

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Ini adalah sunnatullah (hukum Allah Azza wa Jalla ) bagi para hamba-Nya, bahwa orang-orang yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang kemungkaran akan selamat ketika musibah menimpa. ” (Taisîrul Karîm ar-Rahmân hlm. 307)

KERUSAKAN YANG TIMBUL AKIBAT MENINGGALKAN AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR.
Sebagaimana melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar mengandung banyak kemaslahatan bagi umat manusia di dunia maupun di akhirat, maka begitu pula sebaliknya, meninggalkan amalan yang agung ini akan menimbulkan berbagai kerusakan yang dapat menghilangkan ketentraman dan kedamaian dalam kehidupan. Dan ini merupakan salah satu tanda akan besarnya kasih-sayang Allah Azza wa Jalla kepada para hamba-Nya, lantaran Dia Azza wa Jalla senantiasa memperingatkan mereka dari hal-hal yang membahayakan agama, dunia dan terlebih akherat mereka. Di antara kerusakan tersebut adalah:

•Ketika amar ma’ruf nahi munkar ini ditinggalkan maka para pelaku maksiat dan dosa akan semakin bernyali untuk terus melakukan perbuatan nistanya, sehingga sedikit demi sedikit akan sirnalah cahaya kebenaran dari tengah-tengah umat manusia. Sebagai gantinya, maksiat akan merajalela, keburukan dan kekejian akan terus bertambah dan pada akhirnya tidak mungkin lagi untuk dihilangkan.

• Sikap diam orang-orang yang mampu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar akan membuat perbuatan tersebut menjadi baik dan indah di mata khalayak ramai, kemudian mereka pun akan menjadi pengikut para pelaku maksiat, dan hal ini adalah termasuk musibah dan bencana yang paling besar.

• Sikap tidak mau mencegah hal yang mungkar merupakan salah satu sebab hilangnya ilmu dan tersebarnya kebodohan. Karena tersebarluasnya kemungkaran tanpa adanya seorang pun dari ahli agama yang mengingkarinya akan membentuk anggapan bahwa hal tersebut bukanlah sebuah kemungkaran (kebatilan). Bahkan bisa jadi mereka melihatnya sebagai perbuatan yang baik untuk dikerjakan. Pada gilirannya, akan kian merajalela sikap menghalalkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla , dan mengharamkan hal-hal yamg dihalalkan oleh-Nya. Wal’iyâdzubillâh.

PERKARA YANG MENYEBABKAN ADZAB TURUN
Di antara sebab turunnya siksa Allah Azza wa Jalla adalah

1. Adanya kemungkaran yang merajalela, baik berupa kesyirikan, kemaksiatan, maupun kezhaliman.
Sebagaimana telah disebutkan oleh Ummul Mukminîn Zainab binti Jahsy Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatanginya dalam keadaan terkejut, seraya berkata: “Lâ ilâha illallâh! Celakalah bangsa Arab, karena kejelekan yang telah mendekat, hari ini telah dibuka tembok Ya’jûj dan Makjûj seperti ini – beliau melingkarkan ibu jari dengan jari telunjuknya – kemudian Zainab Radhiyallahu anhuma berkata: “Apakah kita akan binasa wahai Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , padahal di sekitar kita ada orang-orang shalih? Beliau menjawab: “Ya, jika kemungkaran itu sudah merajalela”[3]

Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu berkata:

مَا نَزَلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍِ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ

Tidaklah musibah itu menimpa, kecuali disebabkan dosa, dan musibah itu tidak akan diangkat kecuali dengan taubat.[4]

2. Meninggalkan Amar ma’ruf nahi mungkar.
Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits an-Nu’mân bin Basyîr Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Perumpamaan orang yang menjaga larangan-larangan Allah dan orang yang terjatuh di dalamnya adalah seperti suatu kaum yang sedang mengundi untuk mendapatkan tempat mereka masing-masing di dalam kapal. Sebagian mendapat tempat di bagian atas kapal dan sebagian lainnya mendapat di bagian bawah. Orang-orang yang berada di bawah jika ingin mendapatkan air minum mereka melewati orang-orang yang ada di atas. Mereka (yang ada di bawah) berkata: “Andaikata kita melubangi perahu ini untuk mendapatkan air minum, maka kita tidak akan mengganggu mereka yang ada di atas”. Jika orang-orang yang ada di atas membiarkan perbuatan dan keinginan orang-orang yang ada di bawah (yaitu melubangi kapal), maka mereka semua akan tenggelam. [HR al-Bukhâri dan at-Tirmidzi][5]

Dalam mengomentari hadits di atas, Syaikh Muhammad bin `Abdurrahmân al-Mubârakfûri rahimahullah berkata: “Dan memang seperti itu maknanya, jika manusia melarang orang yang berbuat maksiat, maka mereka semua akan selamat dari adzab Allah Azza wa Jalla , dan sebaliknya, jika mereka membiarkan kemaksiatan, maka mereka semua akan ditimpa adzab dan akan binasa, dan ini adalah makna ayat (di atas).[6]

Imam al-Qurtubi rahimahullah juga berkata: “Dalam hadits ini terdapat pelajaran yang bisa dipetik, (di antaranya), datangnya adzab tersebut dikarenakan dosa yang dilakukan oleh kebanyakan orang, dan juga disebabkan oleh tidak adanya amar ma’ruf nahi mungkar (di tengah mereka).[7]

Seperti itu pula yang telah disebutkan dalam hadits Abu Bakr Radhiyallahu anhu . Beliau berkata: “Sungguh, kami pernah mendengar Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya jika manusia melihat seseorang melakukan kezhaliman, kemudian mereka tidak mencegah orang itu, maka Allah akan meratakan adzab kepada mereka semua. [HR Abu Dâwud, at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh al-Albâni).[8]

Ayat dan beberapa hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya peran amar ma’ruf nahi mungkar dalam kehidupan manusia di alam semesta ini, karena dengan ditegakkannya hal itu, kesyirikan, kezhaliman dan kemaksiatan akan berkurang, kebaikan akan menyebar serta dengan izin Allah Azza wa Jalla akan terhindar dari adzab Allah Azza wa Jalla di dunia ini.

BAHAYA MENINGGALKAN AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
Selain diturunkan adzab sebagaimana yang tertera di atas, masih ada lagi akibat-akibat lain yang ditimbulkan sikap meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar, di antaranya adalah;

A. Tidak dikabulkan doa (permintaan) seorang hamba.
Hal ini berdasarkan sabda Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْ عِنْدِهِ ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ

Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, hendaknya kalian betul-betul melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar atau (jika kalian tidak melaksanakan hal itu) maka sungguh Allah akan mengirim kepada kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya (agar supaya dihindarkan dari siksa tersebut) akan tetapi Allah Azza wa Jalla tidak mengabulkan do’a kalian. [HR Ahmad dan at-Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’] [9]

Hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar permintaannya tidak dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla .

B. Mendapatkan laknat dari Allah Azza wa Jalla .
Hal tersebut telah terjadi pada umat sebelum umat ini yaitu Bani Isra’il, sebagaimana telah disebutkan dalam firman Allah Azza wa Jalla :

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat dengan lisan Dâwud dan Isa putera Maryam. Hal itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampauhi batas. Mereka satu sama lain senantiasa tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat, sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. [al-Mâidah/5:78-79]

Dalam ayat pertama Allah Azza wa Jalla menyebutkan jauhnya orang-orang kafir bani Israil dari rahmat Allah Azza wa Jalla . Hal itu sebagai bentuk hukuman bagi mereka dikarenakan kedurhakaan dan pelanggaran mereka atas batasan-batasan Allah Azza wa Jalla dan hak-hak orang lain. Karena sesungguhnya setiap amal perbuatan pastilah akan ada ganjarannya.

Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah Azza wa Jalla mengabarkan kepada hamba-hamba Nya yang beriman perihal kemaksiatan yang menyebabkan mereka (orang-orang kafir itu) tertimpa dengan hukuman tersebut. Yaitu mereka melakukan kemungkaran dan tiadalah seorang pun dari mereka yang mencegah saudaranya dari kemaksiatan yang dilakukan. Maka, para pelaku kemungkaran dan orang yang membiarkannya mendapatkan hukuman yang sama.

Imam Abu Ja’far ath-Thabari rahimahullah dalam tafsirnya berkata: “Dahulu Orang-orang Yahudi dilaknat Allah Azza wa Jalla karena mereka tidak berhenti dari kemungkaran yang mereka perbuat dan sebagian mereka juga tidak melarang sebagian lainnya (dari kemungkaran tersebut)”[10]

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Ayat di atas (juga) menunjukkan larangan duduk dengan orang-orang yang berbuat kemungkaran dan mengandung perintah untuk meninggalkan dan menjauhi mereka”.[11]

Sehingga jelaslah dari kedua ayat di atas bahwa meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar merupakan hal yang akan mengundang kemurkaan dan kemarahan Allah Azza wa Jalla . Syaikh Salîm al-Hilâli hafizhahullâh mengomentari ayat tersebut dengan ucapan beliau, “Ayat ini menerangkan bahwa meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar adalah perkara yang mendatangkan kemarahan dan laknat Allah. Nasalullâh al’âfiyah.” [12]

Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla senantiasa memberikan hidayah, inâyah serta taufik dan maghfirahnya kepada kita semua agar kita semua selamat dari adzab dan murka-Nya di dunia dan di akhirat. Amîn

PELAJARAN DARI AYAT
1. Kemungkaran, baik kesyirikan, kedzaliman maupun kemaksiatan dapat menyebabkan hilangnya kenikmatan dan mendatangkan kehancuran.
2. Pentingnya Amar ma’ruf nahi mungkar.
3. Di antara hikmah amar ma’ruf nahi mungkar adalah terhindar dari siksa Allah Azza wa Jalla .
4. Di antara hikmah amar ma’ruf nahi mungkar adalah menyebarnya kebaikan dan berkurangnya kemungkaran.
5. Menjauhi tempat-tempat kemungkaran dan pelakunya, agar selamat dari adzab Allah Azza wa Jalla .
6. Siksa Allah Azza wa Jalla amat pedih, tak seorang mampu menolaknya dan kuat menahannya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIII/1431/2010M.]
_______
Footnote
[1]. Aisarut Tafâsir 2/ 298
[2]. Tafsir at-Thabari 13/ 473
[3]. Shahîhul-al-Bukhâri No.7059 Shahîh Muslim No. 2880
[4]. Addâ’ Wad Dawâ’ Hlm. 118
[5]. Shahîhul Bukhâri No. 2493 Sunan Tirmidzi No. 2173
[6]. Tuhfatul Ahwadzi 6/395
[7]. Tafsîrul-Qurthubi 7/ 392
[8]. Sunan Abu Dâwud No. 4338 , Sunan at-Tirmidzi No. 2168 , Silsilah Shahîhah No. 156. Ini lafazh at-Tirmidzi, -red
[9]. Al-Musnad no. 23301, Sunan at-Tirmidzi No.2169, Shahîh Jâmi’ Shaghîr No. 7070
[10]. Tafsir ath-Thabari 10/ 496
[11]. Tafsir al-Qurthubi 6/ 254
[12]. Bahjatun Nâzhirîn 1/274

Related Posts:

0 Response to "Tafsir Al Anfaal Ayat 15-26"

Post a Comment