Tafsir Ali Imran Ayat 110-120

Ayat 110-115: Keutamaan umat Islam di atas umat yang lain, akhir keadaan orang-orang kafir adalah kehinaan dan penyesalan serta menjelaskan keadaan Ahli Kitab

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (١١٠) لَنْ يَضُرُّوكُمْ إِلا أَذًى وَإِنْ يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمُ الأدْبَارَ ثُمَّ لا يُنْصَرُونَ (١١١) ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الأنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (١١٢)لَيْسُوا سَوَاءً مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ يَتْلُونَ آيَاتِ اللَّهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ (١١٣) يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ (١١٤) وَمَا يَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ يُكْفَرُوهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ (١١٥

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 110-115

110. Kamu adalah umat yang terbaik[1] yang ditampilkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman[2], tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

[1] Mereka dianggap umat terbaik, karena mereka menyempurnakan diri mereka dengan iman yang menghendaki untuk melaksanakan segala perintah Allah, dan karena mereka menyempurnakan pula orang lain dengan menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah yang munkar, atau dengan kata lain mengajak manusia kepada Allah, berjihad dan mengerahkan kemampuan untuk mengembalikan mereka dari kesesatan dan kemaksiatan. Ayat ini merupakan dalil keutamaan umat Nabi Muhammad disbanding umat-umat yang lain. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّكُمْ تُتِمُّوْنَ سَبْعِيْنَ أُمَّةً أَنْتُمْ خَيْرُهَا وَ أَكْرَمُهَا عَلَى اللهِ

"Sesungguhnya kalian yang menyempurnakan menjadi tujuh puluh umat. Kalianlah umat yang terbaik dan paling mulia di sisi Allah." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 2301).



[2] Dalam ayat ini terdapat seruan halus dari Allah kepada Ahli Kitab untuk mengajak mereka beriman (masuk Islam), namun sayang kebanyakan mereka menolak. Bahkan lebih dari itu, mereka pun memusuhi orang-orang yang beriman dengan berbagai bentuk permusuhan, tetapi semua itu tidaklah membahayakan kaum mukmin selain gangguan kecil saja.

111. Mereka[3] tidak akan membahayakan kamu, kecuali gangguan-gangguan kecil saja[4], dan jika mereka memerangi kamu, niscaya mereka mundur berbalik ke belakang (kalah). Selanjutnya mereka tidak mendapat pertolongan.

[3] Maksudnya: orang-orang Yahudi.

[4] Maksudnya: sebatas gangguan di lisan saja, seperti mecaci, mengancam dsb.

112. Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia[5]. Mereka mendapat murka dari Allah dan selalu diliputi kesengsaraan. Yang demikian itu[6] karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar[7]. Yang demikian itu[8] disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas[9].

[5] Berpegang dengan "Tali Allah" maksudnya perlindungan yang ditetapkan Allah dalam Al Quran, yaitu akad dzimmah yang menghendaki mereka membayar jizyah (pajak) kepada pemerintah Islam dan mau mengikuti hukum-hukum agama. Sedangkan "tali perjanjian dengan manusia" yakni kemananan dari mereka, misalnya dengan adanya hudnah (genjatan senjata), mengadakan perjanjian (mu'ahad), maupun sebagai tawanan yang diamankan oleh seorang kaum muslimin meskipun wanita maupun budak –budak pun boleh mengamankan menurut sebagian ulama-.

[6] Yakni: ditimpa kehinaan, kerendahan, dan kemurkaan dari Allah.

[7] Mereka membalas kebaikan para nabi dengan keburukan, bagai air susu dibalas dengan air tuba.

[8] Yakni: kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi.

[9] Dari yang halal beralih kepada yang haram.

113.[10] Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur[11], mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, sedang mereka juga bersujud (shalat)[12].

[10] Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menunda shalat Isya, lalu keluar ke masjid, ternyata para sahabat sedang menunggu shalat, maka Beliau bersabda, "Adapun, tidak ada seorang pun penganut agama ini yang mengingat Allah di waktu ini selain kamu." Maka Allah menurunkan beberapa ayat", yakni dari ayat 113 s/d 115. Hadits ini hasan sebagaimana dikatakan Imam Syaukani menukil dari As Suyuthi, karena 'Ashim terdapat sesuatu dalam hapalannya. Al Haitsami dalam Majma'uz Zawa'id berkata, "Para perawi Ahmad adalah tsiqah selain 'Ashim bin Abinnujud, ia diperselisihkan dalam hal berhujjah dengannya."

Haitsami dalam Majma'uz Zawa'id menyebutkan hadits lain tentang sebab turunnya ayat di atas, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ketika Abdullah bin Salam, Tsa'labah bin Sa'yah, Asad bin Ubaid serta beberapa orang Yahudi yang masuk Islam lainnya beriman, membenarkan dan semakin cinta dengan Islam. Para ulama yahudi yang kafir berkata, "Tidak ada yang beriman kepada Muhammad dan mengikutinya selain orang-orang buruk di antara kami. Jika mereka termasuk orang-orang yang baik, tentu mereka tidak akan meninggalkan agama nenek moyang mereka," maka Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat, "Laisuu sawaa'aa…dst. sampai "Minash shaalihiin". (HR. Thabrani, namun dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Abu Muhammad seorang yang majhul, dengan demikian hhadits ini dha'if).

Oleh karena itu, Ibnu Jarir memilih hadits pertama sebagai sebab turunnya ayat, ia berkata, "Hanya saja yang lebih tepat dalam menafsirkan ayat tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa maksudnya bacaan Al Qur'an di shalat Isya, karena ia adalah shalat yang tidak dilakukan seorang pun di antara Ahli Kitab, maka Allah menyifati umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa mereka melakukan shalat pada waktu itu, tidak Ahli Kitab yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya."

[11] Yakni: golongan ahli kitab yang telah memeluk agama Islam.

[12] Ayat ini menerangkan tentang ibadah mereka di malam hari, lamanya tahajjud mereka dan membaca kitab Allah serta perhatian mereka yang tinggi untuk tunduk, ruku' dan sujud kepada-Nya.

114. Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir[13], menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan[14]. Mereka itu[15] termasuk orang-orang yang saleh.

[13] Sebagaimana kaum mukmin beriman, mereka beriman kepada semua nabi yang diutus dan semua kitab yang diturunkan, termasuk beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan kitab yang diberikan kepada-Nya, yaitu Al Qur'an. Sering sekali disebutkan "beriman kepada hari akhir", karena beriman kepadanya dapat mendorong orang mukmin untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengharap pahala di hari itu dan menjauhkan diri dari segala yang mendatangkan siksa di hari itu.

[14] Mereka memanfaatkan kesempatan yang ada untuk menambah kebaikan dan melakukannya segera, misalnya di awal waktu. Hal ini tidak lain karena rasa cintanya mereka kepada kebaikan dan mengetahui manfaat-manfaatnya.

[15] Yakni yang memiliki sifat-sifat itu.

115. Dan kebajikan apa pun yang mereka kerjakan[16], maka sekali-kali tidak akan diingkari (pahala)nya. Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa.

[16] Banyak maupun sedikit. Hanya saja pahala terhadap amal mengikuti apa yang ada dalam hati, berupa keimanan dan ketakwaan. Oleh karena itu, lanjutan ayatnya adalah, " Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa."

Ayat 116-117: Hukuman bagi orang-orang kafir dan hasil amal mereka di dunia dan akhirat

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (١١٦) مَثَلُ مَا يُنْفِقُونَ فِي هَذِهِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رِيحٍ فِيهَا صِرٌّ أَصَابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُ وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (١١٧

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 116-117

116. Sesungguhnya orang-orang yang kafir, baik harta maupun anak-anak mereka[17], sedikit pun tidak dapat menolak azab Allah. Mereka itu penghuni neraka, (dan) mereka kekal di dalamnya.

[17] Disebutkan "harta dan anak", karena biasanya manusia menebus dirinya dengan harta dan terkadang dengan meminta bantuan kepada anak.

117. Perumpamaan harta yang mereka[18] infakkan[19] di dalam kehidupan dunia ini, ibarat angin yang mengandung hawa sangat dingin, yang menimpa tanaman milik suatu kaum yang menzalimi diri sendiri[20], lalu angin itu merusaknya[21]. Allah tidak menzalimi mereka[22], tetapi merekalah yang menzalimi diri sendiri[23].

[18] Yakni orang-orang kafir.

[19] Untuk menghalangi manusia dari jalan Allah dan memadamkan cahaya Allah .

[20] Dengan kekafiran dan kemaksiatan.

[21] Sehingga tanaman itu tidak dapat diambil manfaatnya. Demikian juga harta yang mereka keluarkan tersebut akan sia-sia tidak ada manfaatnya. Mereka hanya memperoleh kelelahan, kerugian dan kekecewaan.

[22] Dengan menjadikan infak mereka sia-sia.

[23] Dengan kekafiran yang menjadikannya sia-sia.

Ayat 118-120: Peringatan untuk umat Islam agar tidak berwala’ dan mengambil teman kepercayaan kepada orang-orang kafir dan orang-orang munafik

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (١١٨) هَا أَنْتُمْ أُولاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الأنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (١١٩) إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ (١٢٠

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 118-120

118. Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu[24] sebagai teman kepercayaanmu[25], (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka[26], dan apa yang disembunyikan dalam hati[27] mereka lebih besar lagi. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami)[28], jika kamu mengerti.

[24] Seperti orang-orang Yahudi, Nasrani dan kaum munafik.

[25] Demikian juga dilarang memberikan jabatan kepada mereka dalam urusan kaum muslimin. Pernah dikatakan kepada Umar bin Khaththab, "Sesungguhnya di sini ada seorang pemuda dari penduduk Hirah yang sanggup menjaga dan mampu menulis", maka Umar berkata, "Kalau demikian, maka saya sama saja telah mengambil teman kepercayaan selain orang mukmin."

[26] Dengan membicarakan mereka dan menyampaikan rahasia mereka kepada kaum musyrikin.

[27] Berupa permusuhan.

[28] Yang di sana terdapat hal yang bermaslahat bagi kamu baik bagi agama maupun dunia kamu.

119. Beginilah kamu! kamu menyukai mereka[29], padahal mereka tidak menyukaimu[30], dan kamu beriman kepada semua kitab[31]. Apabila mereka berjumpa dengan kamu, mereka berkata, "Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari karena marah dan benci kepadamu[32]. Katakanlah, "Matilah kamu karena kemarahanmu itu!". Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati[33].

[29] Karena hubungan kerabat dan kawan.

[30] Karena mereka menyelisihi agama kamu.

[31] Sedangkan mereka tidak beriman kepada kitabmu.

[32] Karena melihat persatuan kamu.



[33] Dalam ayat ini terdapat berita gembira bagi kaum mukmin, bahwa mereka yang hendak menimpakan bahaya kepada kaum mukmin sebenarnya hanya menimpakan bahaya kepada diri mereka sendiri, kemarahan mereka tidak dapat mereka wujudklan, bahkan mereka senantiasa tertekan karena kemarahan tersebut yang dapat membawa mereka kepada kematian, sehingga mereka berpindah dari kesengsaraan dunia menuju kesengsaraan akhirat.

120. Jika kamu memperoleh kebaikan[34], niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu tertimpa bencana[35], mereka bergembira karenanya[36]. Jika kamu bersabar dan bertakwa[37], tipu daya mereka tidak akan mennyusahkan kamu sedikit pun. Sesungguhnya Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan.

[34] Seperti kemenangan dan harta rampasan perang (ghanimah).

[35] Seperti kekalahan dan musibah.

[36] Hal ini menunjukkan bahwa mereka senantiasa memusuhi kita dan tidak memberikan kesetiaan kepada kita. Oleh karena itu, janganlah kita berwala' kepada mereka.

[37] Inilah sebab kemenangan.

===============================
TAFSIR RINGKAS [Ali‘Imrân/3:116-117]

“Sesungguhnya orang-orang kafir” yaitu orang-orang yang mendustakan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, tidak beriman dan tidak bertauhid.

“harta maupun anak-anak mereka, sama sekali tidak dapat menolak adzab Allâh dari mereka sedikit pun.”

“Dan mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” Di dalamnya terdapat penjelasan tentang hukuman dari Allâh Azza wa Jalla buat mereka. Hukuman bagi orang-orang yang sangat kafir dan sesat serta berkecimpung dalam keburukan dan pengerusakan adalah mereka dijadikan penghuni neraka dan tidak akan berpisah dengan neraka selamanya. Harta benda yang mereka bangga-banggakan dahulu, begitu pula anak-anak mereka yang hebat, pada hari kiamat, semuanya tidak bermanfaat. Harta dan anak-anak mereka tidak bermanfaat kecuali orang yang datang kepada Allâh dengan hati yang selamat, yaitu selamat dari keraguan, kesyirikan, kesombongan, keujuban (kagum terhadap diri sendiri) dan kemunafikan.

“Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya.”

Allâh Azza wa Jalla membuat permisalan dalam ayat ini yang menunjukkan bahwa sedekah orang-orang kafir dan musyrik itu batal atau sia-sia, begitu pula amalan-amalan lainnya, yang mereka sangka akan bermanfaat untuk mereka di dunia dan di akhirat. Allâh Subhanahu wa Ta’ala membuat permisalan dengan angin yang dingin yang bisa menghancurkan (tanaman mereka) tanpa tersisa dan tidak bisa mengambil manfaat sedikitpun darinya.

Allâh Azza wa Jalla berfirman dalam permisalan ini, (yang artinya), “Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini,” yaitu orang-orang kafir yang menyangka bahwa berbagai macam kebaikan mereka itu akan bermanfaat untuk mereka, “seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum” angin dingin itu menghancurkan tanaman mereka sehingga mereka tidak mendapatkan hasil tanaman yang mereka angan-angankan. Allâh Azza wa Jalla tidak berbuat aniaya kepada mereka ketika mengirimkan kepada mereka angin dan menghancurkan tanaman mereka. Allâh Azza wa Jalla tidak melakukan hal tersebut kepada mereka kecuali karena mereka telah berbuat aniaya dengan berbuat kekafiran, kesyirikan. Allâh Azza wa Jalla membalas mereka dengan tidak menghalangi mereka dari hasil tanaman mereka. Dengan demikian, mereka sendirilah yang sebenarnya menganiaya diri mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman: “Allâh tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”[1]

PENJABARAN AYAT

Firman Allâh Azza wa Jalla :

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا

Sesungguhnya orang-orang kafir itu, harta maupun anak-anak mereka, sekali-kali tidak dapat menolak adzab Allâh dari mereka sedikit pun. [Ali ‘Imrân/3:116]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla menyebutkan harta dan anak, karena sebagian besar yang digunakan seseorang untuk menolong dirinya dari ancaman bahaya adalah kedua hal tersebut, meskipun kita tidak bisa menafikan bahwa ada juga selain harta dan anak yang bisa digunakan untuk menolong diri seseorang. Namun, di akhirat segala sesuatu itu tidak bisa menolong orang-orang kafir agar bisa terlepas dari adzab Allâh. Al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Harta-harta mereka tidak bisa dijadikan tebusan dan anak-anak mereka tidak bisa menolong sedikit pun dari adzab Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla menyebutkannya secara khusus (yaitu menyebutkan harta dan anak-anak), karena manusia terkadang melindungi dirinya dengan harta dan terkadang dengan meminta tolong kepada anak-anaknya.”[2]

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Harta-harta yang mereka kumpulkan di dunia , begitu pula anak-anak yang mereka didik di dunia, sedikitpun tidak bisa melindungi mereka dari hukuman Allâh Azza wa Jalla di hari kiamat nanti, jika Allâh Azza wa Jalla tunda hukuman tersebut di hari kiamat, demikian pula hukuman di dunia jika Allâh Azza wa Jalla menyegerakannya di dunia.

Dikhususkan penyebutan anak-anak dan hartanya karena anak-anak seseorang merupakan keluarga terdekat seseorang dan dia sangat mampu menggunakan hartanya daripada menggunakan harta orang lain …”[3]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Dan mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. [Ali ‘Imrân/3:116]

Ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Kemudian Allâh Azza wa Jalla mengabarkan bahwa mereka adalah penghuni neraka yang sebenarnya,

‘Dan mereka adalah penghuni neraka,’ Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla menjadikan mereka termasuk penghuni neraka, karena mereka adalah penghuninya yang tidak akan keluar dan tidak akan berpisah dari neraka … keberadaan mereka di dalam neraka tidak pernah terputus (oleh sesuatu)…”[4]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

مَثَلُ مَا يُنْفِقُونَ فِي هَٰذِهِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رِيحٍ فِيهَا صِرٌّ أَصَابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُ

Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. [Ali ‘Imrân/3:117]

Allâh Azza wa Jalla berfirman, “Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini.”

Nafkah atau sedekah seperti apa yang dimaksud di dalam ayat ini?

Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Menurut suatu pendapat, (yang dimaksud dengan nafkah) adalah nafkah-nafkah Abu Sufyan dan para sahabatnya ketika perang Badr dan Uhud untuk memusuhi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Muqatil berkata, ‘Yaitu nafkah orang-orang Yahudi kepada ulama-ulama mereka.’

Mujahid berkata, ‘Yaitu seluruh yang dinafkahkan dan disedekahkan oleh orang kafir di dunia.’ Dan menurut suatu pendapat, (yang dimaksud dengan nafkah) adalah nafkah orang yang berlaku riyâ’ yang tidak mengharapkan wajah Allâh Azza wa Jalla .”[5]

Allâhu a’lam bishshawaab, tidak ada pertentangan dari semua pendapat di atas. Nafkah-nafkah atau sedekah-sedekah orang-orang kafir di dunia mencakup seluruh yang disebutkan di atas, karena orang-orang kafir menyedekahkan harta mereka untuk menolong agama mereka dan ditujukan untuk menghancurkan agama Islam. Adapun sedekah-sedekah yang mereka lakukan, kebanyakan didasarkan atas riyâ’ atau ingin dilihat dan dipuji oleh orang lain. Meskipun ada di antara mereka yang bersedekah dengan ikhlash, maka hal tersebut tidak bermanfaat sedikit pun untuk mereka.

Allâh Azza wa Jalla berfirman, “seperti perumpamaan angin yang mengandung shirrun hawa yang sangat dingin.”

Apa yang dimaksud dengan shirrun pada ayat di atas?

Al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma mengatakan, ‘Dia adalah angin yang panas yang bisa membunuh. Di dalamnya ada shirr maksudnya adalah suara.’ Sedangkan sebagian besar mufassirun (Ulama ahli tafsir) mengatakan, ‘Di dalamnya ada angin yang sangat dingin.’”

“yang menimpa tanaman kaum” yaitu pertanian mereka. “yang menganiaya diri sendiri,” dengan kekafiran dan kemaksiatan mereka dan mereka tidak memberikan hak Allâh Azza wa Jalla . “Lalu angin itu merusaknya.”[6]

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Maksudnya adalah angin yang sangat dingin, yang berkata seperti itu adalah Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma, ‘Ikrimah, Said bin Jubair, Qatâdah, al-Hasan, adh-Dhahhak, ar-Rabi’ bin Anas. Sedangkan ‘Athâ’ rahimahullah mengatakan, “(Maksudnya) angin dingin dan mengandung air es.”

Dan diriwayatkan juga dari Ibnu ‘Abbâs dan Mujahid, “(Maksudnya adalah) angin yang mengandung api.”

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya angin yang dingin, terutama yang mengandung es, bisa menghancurkan pertanian dan buah-buahan, seperti jika pertanian dan buah-buahan tersebut terkena api.” Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Demikianlah orang-orang kafir, Allâh Azza wa Jalla menghilangkan pahala-pahala amalan mereka di dunia ini dan menghilangkan buah-buahnya sebagaimana dihilangkan buah dari tanaman tersebut karena dosa-dosa yang dilakukannya.”[7]

Dengan demikian arti dari shirrun pada ayat di atas adalah angin yang sangat dingin yang bisa merusak, bisa jadi angina yang mengandung butiran es dan memiliki suara yang keras. Angin seperti itu bisa merusak tanaman sebagaimana angin yang membawa api.

Firman Allâh Azza wa Jalla :

ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَٰكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

Allâh Azza wa Jalla tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. [Ali ‘Imrân/3:117]

Apakah Allâh Azza wa Jalla berbuat zhalim terhadap mereka dengan tidak menerima apa yang mereka sedekahkan?

Tentu tidak, seseorang yang melanggar aturan dan tidak memenuhi persyaratan, dia berhak mendapatkan hukuman atas pelanggaran tersebut. Demikianlah halnya dengan orang-orang kafir, mereka telah melanggar aturan Allâh Azza wa Jalla dengan tidak beriman kepada-Nya dan tidak memenuhi persyaratan untuk diterima amalan-amalan mereka, maka apapun yang mereka sedekahkan tidak berarti apa-apa di hadapan Allâh Azza wa Jalla . Dan ini merupakan kesempurnaan keadilan Allâh Azza wa Jalla .

Ibnu ‘Asyûr rahimahullah mengatakan, “Kata ganti (yaitu) ‘mereka’ pada lafaz ini dikembalikan kepada orang-orang yang kafir. Artinya, sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidak berbuat aniaya terhadap mereka ketika Allâh tidak menerima nafkah-nafkah mereka, tetapi merekalah yang menjadi sebab (Allâh Azza wa Jalla melakukan hal tersebut), karena mereka tidak beriman. Karena keimanan telah Allâh Subhanahu wa Ta’ala jadikan sebagai syarat untuk diterimanya amalan-amalan. Ketika Allâh Azza wa Jalla telah memberitahu dan memberi peringatakan kepada mereka, maka hukuman yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada mereka setelah itu bukan suatu kezhaliman.”[8]

Ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Allâh Azza wa Jalla tidak melakukan hal tersebut terhadap orang-orang kafir, berupa penghapusan amalan-amalan dan pahala-pahala mereka, dalam rangka berbuat zhalim kepada mereka. Allâh tidak menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, akan tetapi Allâh Azza wa Jalla telah benar-benar menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Allâh Azza wa Jalla melakukan hal tersebut kepada orang yang berhak mendapatkannya.”[9]

Dengan demikian kita mengetahui bahwa Allâh Maha Adil dan tidak berbuat zhalim sedikit pun kepada mereka, tetapi merekalah yang telah berbuat zhalim sehingga Allâh Azza wa Jalla memberikan hukuman yang pantas untuk mereka.

AYAT-AYAT YANG SEMISAL DENGAN AYAT-AYAT DI ATAS

Di antara ayat-ayat yang menunjukkan balasan untuk orang-orang kafir di atas adalah ayat-ayat berikut:

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ ﴿١٠﴾ كَدَأْبِ آلِ فِرْعَوْنَ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَأَخَذَهُمُ اللَّهُ بِذُنُوبِهِمْ ۗ وَاللَّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allâh dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka.

(Keadaan mereka) adalah sebagaimana keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami; karena itu Allâh menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan Allâh sangat keras siksa-Nya.” [Ali ‘Imrân/3:10-11]

Allâh juga berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ ۗ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allâh. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannam-lah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan. [Al-Anfâl/8: 36]

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ۚ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna sedikitpun (untuk menolong) mereka dari adzab Allâh. Mereka itulah penghuni neraka, dan mereka kekal di dalamnya. [Al-Mujâdilah/58:17]

APAKAH SEDEKAH ORANG KAFIR BERMANFAAT UNTUK MEREKA DI KEHIDUPAN DUNIA?

Jika orang kafir bersedekah dengan ikhlas maka orang kafir tersebut akan mendapatkan balasan kebaikannya di dunia, tetapi dia tidak akan mendapatkan balasannya di akhirat. Di dalam riwayat Anas bin Malik z , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنَّ الله لاَ يَظْلِمُ مُؤْمِناً حَسنَةً يُعْطَى بِهَا في الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا في الآخِرَةِ . وَأَمَّا الكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِحَسَنَاتِ مَا عَمِلَ للهِ تَعَالَى في الدُّنْيَا ، حَتَّى إِذَا أفْضَى إِلَى الآخرَةِ ، لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ يُجْزَى بِهَا

Sesungguhnya Allâh tidak menzalimi seorang Mukmin dengan kebaikan (yang dilakukan), akan diberikan balasannya di dunia dan akan dibalas juga di akhirat. Sedangkan orang kafir, maka dia akan diberi rezeki di dunia dengan kebaikan-kebaikan yang dia amalkan karena Allâh, sehingga ketika dia di akhirat, dia tidak memiliki kebaikan yang bisa dibalas.[10]

Dan dengan lafaz lain dari Anas bin Malik juga, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنّ الكَافِرَ إِذَا عَمِلَ حَسَنَةً ، أُطعِمَ بِهَا طُعْمَةً مِنَ الدُّنْيَا ، وَأَمَّا المُؤْمِنُ فَإنَّ الله تَعَالَى يَدَّخِرُ لَهُ حَسَنَاتِهِ في الآخِرَةِ ، وَيُعْقِبُهُ رِزْقاً في الدُّنْيَا عَلَى طَاعَتِهِ

Sesungguhnya orang kafir jika mengerjakan suatu kebaikan maka akan diberi rezeki di dunia. Sedangkan orang kafir sesungguhnya Allâh menyimpan kebaikan-kebaikannya di akhirat dan akan memberikan kepadanya rezeki di dunia atas ketaatannya.[11]

KESIMPULAN
Orang-orang kafir pasti akan diadzab oleh Allâh Azza wa Jalla . Tidak ada yang bisa menolong mereka dari adzab tersebut, meskipun mereka memiliki banyak harta untuk dijadikan tebusan dan anak-anak untuk dijadikan penolong.
Allâh Azza wa Jalla tidak akan menerima sedekah orang-orang kafir karena mereka tidak memenuhi syarat untuk diterima amalan mereka.
Orang-orang kafir hanya mendapatkan kebaikan yang mereka lakukan di dunia dan tidak akan mendapatkan balasannya di akhirat. Berbeda dengan orang-orang Mukmin, Allâh Azza wa Jalla membalas seluruh kebaikan mereka di dunia dan juga di akhirat.

Demikianlah tulisan ini. Mudahan bermanfaat. Dan mudah-mudahan Allâh Azza wa Jalla mengokohkan keimanan kita sampai ajal menjemput dan Allâh Azza wa Jalla terima seluruh amalan-amalan shalih dan sedekah kita. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Aisarut Tafâsîr li kalâm ‘Aliyil Kabîr wa bihâmisyihi Nahril-Kahir ‘Ala Aisarit Tafâsîr. Jâbir bin Musa Al-Jazâiri. 1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulûm wal-hikam
At-Tahrîr wa At-Tanwîr, Muhammad Ath-Thahir bin ‘Asyur. 1997. Tunisia: Dar Sahnuun.
Al-Jâmi’ Li Ahkâmil-Qur’ân. Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi. Kairo: Daar Al-Kutub Al-Mishriyah.
Jâmi’ul-bayân fî Ta’wîlil Qur’ân. Muhammad bin Jariir Ath-Thabari. 1420 H/2000 M. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
Ma’âlimut Tanzîl. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’uud Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyaadh:Daar Ath-Thaibah.
Tafsîr Al-Qur’ân Al-‘Azhîm. Isma’iil bin ‘Umar bin Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
Taisîr al-Karîm ar-Rahmân. Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
Dan lain-lain. Sebagian besar telah tercantum di footnotes.

Oleh Ustadz Said Yai Ardiansyah, Lc, M.A.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XIX/1437H/2016M. ]
_______
Footnote
[1] Aisar At-Tafâsîr, hlm. 198-199.

[2] Tafsîr Al-Baghawi II/94.

[3] Tafsîr Ath-Thabari VII/133.

[4] Tafsîr Ath-Thabari VII/133.

[5] Tafsîr Al-Baghawi II/94.

[6] Tafsîr al-Baghawi II/94.

[7] Tafsîr Ibni Katsîr II/106.

[8] At-Tahrîr Wat-Tanwîr III/199.

[9] Tafsîr Ath-Thabari VII/137.

[10] HR. Muslim, no. 2808/7089.

[11] HR. Muslim, no. 2808/7090.

==================================================

TAFSIR RINGKAS [Ali ‘Imrân/3:120]

“Jika kalian memperoleh kebaikan,” maksudnya adalah kalian, wahai orang-orang yang beriman, ketika memperoleh kemenangan dari musuh kalian, ghanîmah (harta rampasan perang) yang kalian dapatkan dari mereka, maka banyak orang yang berbondong-bondong masuk ke dalam agama kalian dan kemakmuran di dalam kehidupan kalian, “niscaya mereka bersedih hati,” yaitu hal tersebut membuat mereka sedih. “Tetapi jika kalian mendapat bencana,” yaitu kalian mendapatkan keburukan berupa kekalahan dan sebagian kalian ditawan atau terjadi perselisihan di antara kalian, atau kalian ditimpa kekeringan dan musibah, “maka mereka bergembira karenanya.”

“Apabila kalian bersabar” atas apa-apa yang menimpa kalian “dan kalian bertakwa” kepada Allâh Azza wa Jalla dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya… “maka tipu daya mereka tidak akan bisa me-mudharat-kan atau membahayakan kalian sedikit pun”. Karena Allâh Azza wa Jalla adalah penolong kalian dan melihat seluruh gerak-gerik mereka dan seluruh apa yang mereka lakukan. Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan membatalkan semua tipu daya tersebut. Kemudian Allâh Azza wa Jalla mengatakan, “Sesungguhnya Allâh meliputi segala apa yang mereka kerjakan.” Meliputi maksudnya mengetahui.[1]

PENJABARAN AYAT

Firman Allâh Azza wa Jalla :

إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا

Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kalian mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.

Di dalam dua ayat sebelum ayat ini, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ ﴿١١٨﴾ هَا أَنْتُمْ أُولَاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ ۚ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu sebagai teman kepercayaan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut-mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami), jika kalian memahaminya. Inilah kalian. Kalian menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kalian, dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kalian, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. Katakanlah (kepada mereka): ‘Matilah kalian karena kemarahan kalian itu.’ Sesungguhnya Allâh mengetahui segala isi hati.” [Ali ‘Imrân/3:118-119]

Pada dua ayat ini Allâh Azza wa Jalla mengabarkan akan kebencian mereka terhadap orang-orang yang beriman.

KEBENCIAN ORANG KAFIR TERHADAP ORANG ISLAM

Kebencian orang kafir terhadap kaum Muslimin adalah realita yang sangat jelas, walaupun sebagian mereka tidak menampakkan hal tersebut dengan penampilan zahirnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allâh itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allâh tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. [Al-Baqarah/2:120]

Begitu pula firman Allâh Azza wa Jalla :

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” [Al-Mâidah/5:82]

Sehingga sangat wajar ketika terjadi hal-hal yang sangat memprihatinkan pada kaum Muslimin saat mereka di bawah kekuasaan kaum kafirin.

BERBAGAI BENTUK KEBENCIAN MEREKA

Di antara bentuk kebencian orang-orang kafir terhadap orang-orang Islam terdapat pada ayat yang sedang kita bahas ini. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا

Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kalian mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. [Ali Imran/3:120]

Para ulama berselisih dalam mengungkapkan makna “hasanah” atau kebaikan juga makna “saiyi’ah” atau bencana/keburukan dalam ayat ini. Akan tetapi perselisihan ini sebenarnya bukanlah perselisihan, tetapi hanya perbedaan dalam memisalkan atau menggambarkan makna saja. Di antara pendapat yang disebutkan oleh para Ulama ahli tafsir adalah sebagai berikut:
Qatâdah rahimahullah mengatakan, “Apabila mereka melihat keharmonisan, persatuan dari orang-orang Islam serta tampak lebih tinggi dari musuh mereka, maka mereka marah dan ini membuat mereka sedih. Apabila mereka melihat pada diri orang-orang Islam perpecahan, perselisihan atau ada sebagian dari orang-orang Muslim terkena musibah maka mereka bergembira.”
Ar-Rabî’ rahimahullah mengatakan, “Mereka adalah orang-orang munafik.” Kemudian beliau menafsirkan seperti yang ditafsirkan oleh Qatâdah rahimahullah di atas.[2]
Al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Maksudnya adalah kalian, wahai orang-orang yang beriman, ketika memperoleh kemenangan di atas musuh kalian, ghanîmah (harta rampasan perang) yang kalian dapatkan dari mereka, berbondong-bondongnya manusia masuk ke dalam agama kalian dan kemakmuran di dalam kehidupan kalian, “niscaya mereka bersedih hati,”yaitu hal tersebut membuat mereka sedih. “Tetapi jika kalian mendapat bencana,” yaitu kalian mendapatkan keburukan dengan memperoleh kekalahan dan ditawannya sebagian kalian atau terjadi perselisihan di antara kalian, atau kalian ditimpa kekeringan dan musibah, “maka mereka bergembira karenanya.”[3]
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Apabila orang-orang yang beriman mendapatkan kemakmuran, kemenangan, pertolongan, jumlahnya semakin banyak dan semakin kuat para penolong mereka, maka hal tersebut membuat orang-orang munafik Apabila orang-orang beriman ditimpa kekeringan atau kekurangan (jadb) atau berhasil dikalahkan oleh para musuh mereka -yang mana pada saat itu ada hikmah yang diinginkan oleh Allâh Azza wa Jalla , sebagaimana terjadi ketika perang Uhud- orang-orang munafik senang dengan hal tersebut.”[4]
Asy-Syaukani rahimahullah mengatakan, “Hasanah yaitu kemenangan atas musuh, rezeki dan kebaikan. Saiyi’ah yaitu terbunuh, kekalahan dan kesusahan.”[5]

SEBAGIAN KAUM MUSLIMIN MEMILIKI SIFAT INI?

Sangat disayangkan ada sebagian kaum Muslimin merasa senang dengan keburukan yang menimpa saudara Muslim yang lainnya. Ini merupakan salah satu sifat munafik. Sudah sepantasnya kita menjauhinya.

Syaikh ‘Ali Ramadhan Abul-‘Izz mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang munafik membenci kebaikan yang didapatkan oleh orang yang beriman dan mereka mengharapkan keburukan bagi mereka, sebagai bentuk kedengkian dan kebencian. Allâh Azza wa Jalla telah memperingatkan orang-orang beriman akan kebencian dan kedengkian mereka agar orang-orang yang beriman mendapatkan penjelasan tentang keadaan orang-orang munafik dan tidak menjadikan mereka sebagai pelindung sehingga mereka menemui mereka dengan kecintaan.”[6]

Firman Allâh Azza wa Jalla :

وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا 

Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan ke-mudharat-an kepada kalian.

ARTI“KAIDUHUM”

Saat mengartikan kaiduhum, Imam ath-Thabari t di dalam tafsirnya mengatakan, “Dia adalah keburukan-keburukan yang diinginkan orang-orang kafir agar ditimpakan kepada orang-orang Islam dan tipu daya mereka kepada mereka (orang-orang Islam) untuk menghalangi mereka dari petunjuk dan jalan kebenaran.”[7]

ORANG KAFIR SUKA MELAKUKAN TIPU

rang Kafir Suka Melakukan Tipu Daya

Karena kebencian orang-orang kafir kepada orang-orang Islam yang sangat besar dan mereka tidak akan berbahagia kecuali orang-orang Islam mendapatkan keburukan dan musibah, maka mereka senantiasa melakukan tipu daya dan penipuan kepada kaum Muslimin. Hal ini juga difirmankan oleh Allâh Azza wa Jalla :

أَمْ يُرِيدُونَ كَيْدًا ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا هُمُ الْمَكِيدُونَ

Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang yang kafir itu merekalah yang kena tipu daya. [Ath-Thûr/52:42]

BANYAK AGAMA AKAN MENYERANG ISLAM, BENARKAH?

Tsaubân Radhiyallahu anhu, mantan budak Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((يُوشِكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمُ الأُمَمُ مِنْ كُلِّ أُفُقٍ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ عَلَى قَصْعَتِهَا.)) قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ ، أَمِنْ قِلَّةٍ بِنَا يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: ((أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ ، وَلَكِنْ تَكُونُونَ غُثَاءً كَغُثَاءِ السَّيْلِ ، تُنْتَزَعُ الْمَهَابَةُ مِنْ قُلُوبِ عَدُوِّكُمْ ، وَيَجْعَلُ فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهْنَ . قَالَ : قُلْنَا : وَمَا الْوَهْنُ ؟ قَالَ : حُبُّ الْحَيَاةِ وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ.))

Hampir saja umat-umat (agama-agama) saling menyeru untuk mengepung kalian dari segala penjuru, sebagaimana orang-orang yang makan saling memanggil untuk mengepung nampan makan mereka.” Kami pun mengatakan, “Apakah jumlah kami sedikit ketika itu?” Beliau menjawab, “(Jumlah) kalian pada saat itu banyak. Tetapi kalian seperti buih-buih yang dibawa aliran air. Rasa takut (kepada kalian) dicabut dari hati-hati para musuh kalian dan Allâh Azza wa Jalla jadikan di hati-hati kalian al-wahn.” Kami pun bertanya, “Apa al-wahn itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Cinta dunia dan benci kematian.” [8]

HARUSKAH KITA MERASA KETAKUTAN DENGAN APA YANG MEREKA LAKUKAN?

Kita tidak boleh merasa takut dengan apa yang mereka lakukan, kita harus tetap tegar dengan melakukan apa yang Allâh Azza wa Jalla perintahkan dalam ayat yang sedang kita bahas ini. Allâh Azza wa Jalla mengatakan:

فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah kalian kepada-Ku jika kalian beriman! [Ali Imrân/3:175]

CARA YANG TEPAT UNTUK MENGHADAPI TIPU DAYA MEREKA

Cara yang tepat untuk menghadapi tipu daya mereka adalah dengan selalu bersabar dan bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla sebagaimana yang difirmankan oleh-Nya dalam ayat yang sedang kita bahas ini dan juga firman-Nya:

وُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

Kalian sungguh-sungguh akan diuji terhadap harta kalian dan diri kalian. Dan kalian juga sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allâh, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. [Ali ‘Imrân/3:186]

MENGAPA HARUS BERSABAR UNTUK MENGHADAPI MEREKA?

Kita harus selalu bersabar dengan ujian yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada kita, terutama atas gangguan orang-orang kafir terhadap kaum Muslimin. Rasûlullâh k pernah menegur para Sahabatnya karena gangguan yang dilakukan orang-orang kafir kepada kaum Muslimin. Khabbab bin al-Aratti z pernah menceritakan:

شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- وَهْوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً لَهُ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ قُلْنَا لَهُ أَلاَ تَسْتَنْصِرُ لَنَا أَلاَ تَدْعُو اللَّهَ لَنَا قَالَ كَانَ الرَّجُلُ فِيمَنْ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ فِي الأَرْضِ فَيُجْعَلُ فِيهِ فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَتَيْنِ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ لَحْمِهِ مِنْ عَظْمٍ، أَوْ عَصَبٍ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَاللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا الأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لاَ يَخَافُ إِلاَّ اللَّهَ ، أَوِ الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُون

Dulu kami berkeluh kesah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ketika itu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berbaring di atas bajunya di bawah naungan Ka’bah. Kami pun berkata, ‘Bagaimana jika engkau meminta tolong untuk kami? Bagaimana jika engkau berdoa untuk kebaikan kami?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, ‘Dulu ada seorang laki-laki di antara umat sebelum kalian digalikan untuknya lubang di tanah, kemudian dia dimasukkan ke dalamnya. Kemudian dibawakan kepadanya sebuah gergaji dan ditaruh di atas kepalanya dan dibelah tubuhnya menjadi dua bagian. Hal tersebut tidak menghalanginya dari agamanya (tidak murtad). Dan ada yang disisir dengan sisir-sisir besi di dalam dagingnya dan mengenai tulang atau ototnya. Hal tersebut tidak menghalanginya dari agamanya.

Demi Allâh! Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menyempurnakan urusan (agama) ini sehingga orang yang berkendara bisa berjalan dari Shan’aa’ hingga Hadhramaut[9] dalam keadaaan tidak takut kecuali hanya takut kepada Allâh dan seseorang tidak lagi takut serigala memakan kambingnya. Akan tetapi kalian sangat tergesa-gesa.” [HR. Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya]

Allâh Azza wa Jalla menolong hamba-Nya yang bersabar dan bertakwa. Allâh Azza wa Jalla mengatakan:

بَلَىٰ ۚ إِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا وَيَأْتُوكُمْ مِنْ فَوْرِهِمْ هَٰذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِ آلَافٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُسَوِّمِينَ

Ya (cukup), jika kalian bersabar dan bertakwa, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allâh menolong kalian dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda. [Ali ‘Imrân/3: 125]

MENGAPA HARUS BERTAKWA UNTUK MENGHADAPI MEREKA?

Allâh Azza wa Jalla tidak akan memberikan pertolongan kecuali jika kita bertakwa. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Wahai orang-orang beriman! Jika kalian bertakwa kepada Allâh, Kami akan memberikan kepada kalian furqân (pertolongan[10]). Dan Kami akan menghapuskan kesalahan-kesalahan kalian, dan mengampuni (dosa-dosa) kalian. Dan Allâh mempunyai karunia yang besar. [Al-Anfâl/8:29]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menggambarkan takwa sebagai jalan untuk bisa selamat dari kebinasaan. Diriwayatkan dari An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا: لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا. فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا.

Perumpamaan orang yang menjaga batasan-batasan Allâh dan yang melanggarnya seperti suatu kaum yang mengadakan undian untuk menentukan tempat pada sebuah kapal. Sebagian dari mereka mendapat tempat di bagian atas kapal dan sebagian di bagian bawah kapal. Orang yang berada di bawah kapal ketika mereka meminta air, mereka harus melewati orang-orang yang di bagian atas. Mereka berkata, “Seandainya kita membuat sebuah lobang dibagian kita ini (untuk jalan mengambil air-red) dan kita tidak mengganggu orang yang berada di bagian atas.” Apabila mereka (yaitu orang-orang yang di bagian atas) membiarkan mereka melakukan keinginan mereka, maka mereka akan binasa (semuanya). Apabila mereka (yang di bagian atas) menahan mereka, maka mereka akan selamat dan semuanya selamat.[11]

Firman Allâh ta’ala:

إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ

Sesungguhnya Allâh meliputi (mengetahui) segala apa yang mereka kerjakan [Ali ‘Imrân/3:120]

ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA TEMPAT BERGANTUNG

Seorang Muslim wajib menggantungkan dirinya (bertawakkal) hanya kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Gangguan yang orang-orang kafir lakukan kepada orang-orang Muslim sangatlah banyak, bahkan jika mereka telah memiliki kekuatan maka mereka tidak akan segan-segan untuk membunuh orang Islam.

Mungkin kita sekarang tidak merasakan hal ini dan ini adalah kenikmatan yang harus kita syukuri. Akan tetapi, banyak kejadian di berbagai negara, kaum Muslimin ditindas bahkan dibunuhi dari zaman ke zaman, tanpa ada pemberitaan. Sehingga tidak ada jalan untuk meminta pertolongan kecuali hanya kepada Allâh Azza wa Jalla . Itulah sebabnya Allâh Azza wa Jalla menutup ayat ini dengan firmannya:

إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ

Sesungguhnya Allâh meliputi (mengetahui) segala apa yang mereka kerjakan. [Ali Imran/3:120]

Arti “muhiith/meliputi” pada ayat ini adalah Âlim atau mengetahui sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Baghawi rahimahullah di atas.

Jika kita telah bersabar dan bertakwa, maka niscaya Allâh-lah yang membalas tipu daya mereka dan menjadikannya sia-sia, bahkan tipu daya mereka justru akan membahayakan diri mereka sendiri.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allâh Azza wa Jalla memberikan petunjuk kepada mereka (orang-orang Islam) agar bisa selamat dari keburukan di antara keburukan-keburukan mereka dan tipu daya orang-orang yang berdosa dengan menggunakan kesabaran, ketakwaan dan tawakkal kepada Allâh yang Dia-lah yang mengetahui musuh-musuh mereka. Tidak ada daya dan kekuatan untuk mereka kecuali dengan pertolongan dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Dia adalah yang apabila Dia berkehendak, maka akan terjadi dan jika Dia tidak berkehendak, maka tidak akan terjadi. Dan tidak ada sesuatu yang terjadi kecuali dengan takdir dan kehendak-Nya. Barang siapa yang bertawakkal (bergantung) kepada Allâh, maka Allâh akan cukupkan.”[12]

TIPU DAYA ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA LEBIH HEBAT DARI TIPU DAYA MEREKA

Jika mereka melakukan tipu daya kepada kaum Muslimin, maka kita harus ingat bahwa tipu daya Allâh Azza wa Jalla jauh lebih hebat dari apa yang mereka lakukan.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ ﴿١٨٢﴾ وَأُمْلِي لَهُمْ ۚ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ

Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya tipu daya atau rencana-Ku amat teguh. [Al-A’râf/7:182-183]

Ini menunjukkan bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak tinggal diam dengan apa yang mereka lakukan.

Begitu pula firman Allâh Azza wa Jalla :

ذَٰلِكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ مُوهِنُ كَيْدِ الْكَافِرِينَ

Itulah (karunia Allâh yang dilimpahkan kepadamu), dan sesungguhnya Allâh melemahkan tipu daya orang-orang yang kafir. [Al-Anfâl/8:18]

Dan sangat jelas bagaimana Allâh Azza wa Jalla akan membuat tipu daya untuk mereka, di dalam firman-Nya:

إِنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا ﴿١٥﴾ وَأَكِيدُ كَيْدًا ﴿١٦﴾ فَمَهِّلِ الْكَافِرِينَ أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا

Sesungguhnya orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. Dan Aku pun membuat tipu daya/rencana (pula) dengan sebenar-benarnya. Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu yaitu beri tangguhlah mereka itu barang sebentar. [Ath-Thâriq/86:15-17]

Demikianlah apa yang Allâh Azza wa Jalla akan lakukan kepada mereka, kita diperintahkan untuk selalu bersabar dan bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla .

Kita diperintahkan untuk takut dan bertawakkal hanya kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan bukan takut kepada mereka atau bergantung menjadi “penjilat” orang-orang kafir. Adapun mengenai cara menghadapi keburukan-keburukan yang mereka lakukan, maka kita hadapi dengan kesabaran dan ketakwaan sebagaimana telah dijelaskan.

APAKAH AL-MUHIITH SALAH SATU NAMA ALLAH?

Para Ulama berbeda pendapat dalam penetapan nama al-Muhiith (Yang Maha Meliputi) untuk Allâh Azza wa Jalla . Sebagian Ulama menetapkan al-Muhîth sebagai salah satu Nama Allâh Azza wa Jalla[13] sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an, salah satunya adalah ayat yang sedang kita bahas ini dan juga terdapat di dalam hadîts-hadîts yang menyebutkan 99 nama Allâh dalam satu hadits. Sebagian Ulama mengatakan bahwa nama al-Muhiith tidak ada di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah kecuali harus dikaitkan dengan perbuatan Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang lain dan tidak bisa sendiri (muthlaq) [14], dan tidak ada hadits yang shahih yang mengumpulkan 99 nama Allâh Azza wa Jalla dalam satu hadîts yang di dalamnya ada nama al-Muhîth.

Allâhu a’lam bishshawab. Mengenai pembahasan ini silakan dirujuk di dalam buku-buku yang membahas tentang nama-nama Allâh Azza wa Jalla .

KESIMPULAN
Kebencian orang kafir terhadap kaum Muslimin sangat nyata. Mereka tidak akan berbahagia kecuali orang-orang Islam mendapatkan keburukan dan musibah. Oleh karen itu, mereka senantiasa melakukan tipu daya dan penipuan kepada kaum Muslimin.
Banyak orang kafir dari berbagai agama saling menyeru untuk bersatu menyerang agama Islam.
Tidak ada jalan keluar untuk menghadapi tipu daya orang kafir kecuali dengan bersabar atas gangguan mereka dan bertakwa kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala .
Salah satu sifat munafik adalah senang dengan keburukan yang menimpa saudara Muslim yang lainnya.
Kita tidak boleh merasa takut kepada mereka dan tipu daya mereka dan kita wajib menggantungkan dirinya (bertawakkal) hanya kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , karena tipu daya Allâh Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka lebih hebat dan Allâh-lah yang akan melindungi orang-orang yang beriman.

Demikian tulisan ini. Mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan kita senantiasa bisa bersabar dan bertakwa untuk menghadapi segala tipu daya orang kafir. Aamiin.

DAFTAR PUSTAKA
Aisarut-Tafâsîr li Kalâm ‘Aliyil-Kabîr wa bihâmisyihi Nahril-Khair ‘AlaAisarit-Tafâsî Jaabir bin Musa Al-Jazaairi. 1423 H/2002. Al-Madinah: Maktabah Al-‘Ulûm wal-hikam.
Al-I’tiqâd Wal-Hidâyah Ilâ Sabîlir-Rasyâd ‘Alâ Madzhâbissalafi Wa Ashhâbil-hadîts. Ahmad bin Al-Husain Al-Baihaqi. 1401 H. Beirut: Dar-Al-Aafaaq Al-Jadiidah.
Asmâ’ Allâh al-Husnâ at-Tsâbitah Fil-Kitâb Was-Sunnah. al-Juz’u al-Awwal. Mahmud bin ‘Abdir-Razzaq Ar-Ridhwani. Maktabah Dar Ar-Ridhwan. 1425 H/2004. Mesir.
Fathul-Qadîr al-Jâmi’ Baina Fannai ar-Riwâyah Wa ad-Dirâyah Min ‘Ilmit-TafsîMuhammad bin ‘Ali bin Muhammad Asy-Syaukaani. Beirut: Darul-Ma’rifah.
Haqîqatun-nifâq wa Anwâ’uhu Fi Dhau-i Al-Kitâb Was-Sunnah Wa Fahmi Salafil-Ummah. ‘Ali Ramadhan Abul-‘Izz. Iskandariyah: Darul-Iiman.
Jâmi’ul-bayân fii ta’wîlil-Qur’ân. Muhammad bin Jariir Ath-Thabari. 1420 H/2000 M. Beirut: Muassasah Ar-Risaalah.
Ma’âlimut-tanzîl. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’uud Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
Tafsîr al-Qur’ân Al-‘Adzhîm. Isma’iil bin ‘Umar bin Katsiir. 1420 H/1999 M. Riyaadh: Daar Ath-Thaibah.
Dan lain-lain. Sebagian besar telah tercantum di footnotes.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XX/1437H/2016M.]
_______


[1] Lihat Tafsiir al-Baghawi II/96 dan Aisarut-Tafâsîr hlm. 201.

[2] Tafsir ath-Thabari VII/155-156.

[3] Lihat Tafsiir Al-Baghawi II/96.

[4] Tafsir Ibni Katsîr II/109.

[5] Fathul-Qadîr II/18.

[6] Haqîqatunnifâq wan anwâ’uhu, hlm. 34.

[7] Tafsiir At-Thabari VII/156.

[8] HR Ahmad no. 22397.

[9] Yaitu dua kota di negara Yaman

[10] Lihat Tafisr Ibnu katsir tentang makna al-furqan-red

[11] HR. Al-Bukhâri no. 2493.

[12] Tafsîr Ibni Katsiir II/109.

[13] Di antara ulama yang menetapkannya adalah: Imam Al-Baihaqi dalam ‘Al-I’tiqaad Wal-Hidaayah’ hal. 68, Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam ‘Tafsiir Asmaa’ Allah Al-Husnaa’ hal. 82, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam ‘Al-Qawaa-‘id Al-Mustslaa’ hal. 15, Syaikh ‘Abdur-Razzaq bin ‘Abdil-Muhsin Al-‘Abbad dalam ‘Fiqh Al-Asmaa’ Al-Husnaa’ hal. 162 dan banyak lagi yang lainnya.

[14] Lihat Asmaa’ Allah Al-Husnaa At-Tsaabitah Fil-Kitaab Was-Sunnah Juz I/113-114.





Related Posts:

0 Response to "Tafsir Ali Imran Ayat 110-120"

Post a Comment