Tafsir Ali Imran Ayat 185-194

@ Allah ta’alla memerintahkan para hamba-Nya untuk memikirkan (bertafakkur) dan merenungi (bertadabbur) ayat-ayat-Nya
لَتُبْلَوُنَّ فِيْٓ اَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْۗ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْٓا اَذًى كَثِيْرًا ۗ وَاِنْ تَصْبِرُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu benar-benar akan mendengar dari orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan [Âli ‘Imrân/3 : 186]
Perkataan itu sangat menyakitkan hati kaum Muslimin, sehingga terjadilah pertengkaran di majlis itu antara mereka dengan orang-orang kafir. Akhirnya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menenangkan mereka. Setelah mereka tenang, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kembali ke tunggangannya dan pergi. Setelah itu, Allâh Azza wa Jalla menurunkan ayat ini yang berisi perintah untuk bersabar atas gangguan-gangguan orang-orang kafir.[1]
(Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati) berupa celaan terhadap kalian, agama, Kitab dan Rasul kalian … oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla berkata, ‘Jika kamu bersabar dan bertakwa‘ maksudnya, jika kalian bersabar atas segala kejadian pada harta dan diri kalian berupa ujian, cobaan dan gangguan dari orang-orang zhalim, serta kalian dapat bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla dalam kesabaran itu dengan niat mengharap wajah Allâh Azza wa Jalla dan mendekatkan diri kepada-Nya, dan kalian tidak melampaui batas kesabaran yang ditentukan oleh syariat, maksudnya tidak boleh bersabar atau menahan diri pada saat syari’at mengharuskan membalas perlakuan musuh-musuh Allâh Azza wa Jalla . (Maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan) artinya itu termasuk perkara yang harus didahulukan dan dimeraihnya dengan berlomba-lomba. Tidak ada yang diberi taufik untuk dapat melakukan ini kecuali orang-orang yang memiliki tekad kuat dan semangat tinggi. Allah k berfirman, (artinya): ‘Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar’[2]“[3]
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ
Kamu benar-benar akan diuji pada hartamu dan dirimu [Âli ‘Imrân/3: 186]
Ujian adalah sunnah kauniyah (ketetapan Allâh Azza wa Jalla yang pasti terjadi) bagi setiap Muslim. Seorang Muslim tidak mungkin mengelak dari ujian tersebut. Oleh karena itu, Allâh memberi penekanan pada firman-Nya لَتُبْلَوُنَّ dengan menggunakan dua huruf (yaitu huruf lam dan nun yang bertasydid, sehingga makna kalimat tersebut, kamu sungguh sungguh atau benar-benar akan diuji).”[4]
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Firman Allâh (yang artinya), “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu” seperti firman-Nya (yang artinya) : Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Inna lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn[5]. Seorang Mukmin pasti akan diuji pada harta, jiwa, anak dan keluarganya.”[6]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
ذَٰلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ
Demikianlah, apabila Allâh menghendaki niscaya Allâh akan membinasakan mereka, tetapi Allâh hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain [Muhammad/47: 4]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ عَلَى الْقَبْرِ فَيَتَمَرَّغُ عَلَيْهِ وَيَقُولُ: يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَكَانَ صَاحِبِ هَذَا الْقَبْرِ وَلَيْسَ بِهِ الدِّينُ إِلَّا الْبَلَاءُ
Demi yang jiwaku berada di tangannya! Dunia ini tidak akan fana, kecuali setelah ada seseorang yang melewati sebuah kuburan dan merenung lama di dekatnya seraya berkata, ‘Seandainya aku dulu seperti penghuni kubur ini.” Bukan agama yang mendorong dia melakukan ini namun hanya ujian saja” [7]
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً قَالَ الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ
“Ya Rasûlullâh! Siapakah yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, “Para Nabi kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian orang yang semisalnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar (kekuatan) agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya akan bertambah berat. Jika agamanya lemah maka akan diuji sesuai kadar kekuatan agamanya”[8]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allâh mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang membencinya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya[9]
- Kita akan mengetahui bahwa ujian tersebut mengandung hikmah Allâh Azza wa Jalla . Yakni, dapat dibedakan siapa Muslim yang imannya benar dengan yang tidak.
- Kita akan mengetahui bahwa Allâhlah yang menakdirkan semua ini.
- Kita bisa bersiap-siap untuk menghadapi ujian itu dan akan bisa bersabar serta akan merasa lebih ringan dalam menghadapinya.[10]
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan [al-Anbiyâ’/21 : 35]
Terkadang seorang Muslim apabila ditimpa dengan musibah dan kesusahan, ia sanggup bersabar.Namun, begitu diberi kenikmatan yang berlebih, terkadang ia tidak bisa lulus dari ujian tersebut. ‘Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu anhu pernah berkata:
ابْتُلِينَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالضَّرَّاءِ فَصَبَرْنَا ثُمَّ ابْتُلِينَا بِالسَّرَّاءِ بَعْدَهُ فَلَمْ نَصْبِرْ
Kami diuji dengan kesusahan-kesusahan (ketika) bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami dapat bersabar. Kemudian kami diuji dengan kesenangan-kesenangan setelah beliau wafat dan kami pun tidak dapat bersabar[11]
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ
Dan sesungguhnya kami benar-benar akan menguji kamu agar kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan yang bersabar di antara kamu, dan agar kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu [Muhammad/47:31]
Dengan adanya ujian itu, akan tampak orang yang benar-benar beriman dengan yang tidak. Ini adalah rahmat dari Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami Telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? [al-‘Ankabût/29:2]
وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا
Dan (juga) kamu benar-benar akan mendengar gangguan yang banyak yang menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allâh [Âli ‘Imrân/3 : 186]
Dengan penggalan ayat di atas, dapat diketahui ujian yang lebih berat daripada ujian yang telah disebutkan. Ujian yang lebih berat dari hal-hal tersebut adalah ujian yang menimpa agama (keyakinan) kita. Kalau kita memperhatikan makna ayat yang kita bahas ini, maka kita akan menemukan bahwa Allâh Azza wa Jalla telah mengurutkan ujian-ujian tersebut mulai dari yang cobaan yang lebih ringan dan dilanjutkan ke cobaan yang lebih berat. Ujian pada harta lebih ringan daripada ujian pada jiwa. Ujian pada jiwa lebih ringan daripada ujian pada agama. Seseorang bisa saja memiliki harta yang melimpah dan badan yang sehat, tetapi jika dia keluar dari agama Islam karena tidak tahan menghadapi cemoohan, gangguan serta teror orang-orang kafir. Ini merupakan satu bentuk kerusakan yang sangat besar baginya, baik di dunia maupun di akhirat.
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
Sebagian besar Ahli kitab karena kedengkian mereka menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, setelah nyata bagi mereka kebenaran. [al-Baqarah/2:109][12]
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan [Âli ‘Imrân/3 : 186]
Menghadapi semua ujian harus dengan kesabaran dan ketakwaan. Hukum bersabar dan bertakwa dalam menghadapi ujian bukan sunat, tetapi sesuatu yang wajib dikerjakan oleh seluruh orang Muslim. Setidaknya, dalam al-Qur’ân ada enam tempat di mana Allâh Azza wa Jallak menggabungkan kata kesabaran dan ketakwaan dalam konteks yang sama. Yaitu, dalam surat Ali ‘Imrân ayat 118, 125, dan 186, dalam surat Yûsuf ayat 90, dalam surat an-Nahl ayat 125 hingga 128 dan surat Thâhâ ayat 132.[13] Ini menunjukkan bahwa kesabaran memiliki hubungan yang sangat erat dengan ketakwaan.
- Dia akan mendapatkan pahala seperti para nabi yang memiliki keteguhan hati (ulul-‘azm).[15]
- Dia akan mendapatkan keberkatan yang sempurna, rahmat dan petunjuk dari Allah.Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya: “Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”[al-Baqarah/2:157]
- Dia akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya: “Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar” [Fushshilat/41 : 35]
- Dia akan mendapatkan pahala tanpa batas. Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa bata” [az-Zumar/39 : 10]
- Dosa-dosanya akan diampuni oleh Allâh Azza wa Jalla. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ
Ujian itu akan selalu menimpa seorang hamba sampai Allâh membiarkannya berjalan di atas bumi dengan tidak memiliki dosa.[16]
Kesimpulan Dan Faidah Dari Ayat
- Ujian pada harta, diri dan agama adalah sunnah kauniyahpada setiap Muslim.
- Orang-orang kafir akan selalu mengganggu kaum Muslimin, baik dengan perkataan ataupun perbuatan.
- Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kaum Muslimin agar mereka bersabar dan bertakwa untuk menghadapi seluruh ujian tersebut.
- Ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) berbeda dengan kaum musyrikin. Meski demikian, mereka memiliki kesamaan, yaitu kekufuran dan tempat kembali mereka di akhirat nanti adalah neraka. Na’ûdzu billâh min dzâlik.
Related Posts:
Tafsir Ali Imran Ayat 176-184
وَلا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لَنْ يَضُرُّوا اللَّهَ شَيْئًا يُرِيدُ اللَّهُ أَلا يَجْعَلَ لَهُمْ حَظًّا فِي الآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (١٧٦) إِنَّ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْكُفْرَ بِالإيمَانِ لَنْ يَضُرُّوا اللَّهَ شَيْئًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (١٧٧) وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لأنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ (١٧٨) مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّى يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَإِنْ تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ (١٧٩) وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (١٨٠
Terjemah Surat Ali Imran Ayat 176-180
176.[1] Janganlah kamu (Muhammad) dirisaukan oleh orang-orang yang dengan mudah kembali menjadi kafir[2], sesungguhnya sedikit pun mereka tidak merugikan Allah[3]. Allah tidak akan memberi bagian kepada mereka di akhirat[4], dan mereka akan mendapat azab yang besar.
177. Sesungguhnya orang-orang yang menukar iman dengan kekafiran, sedikit pun tidak merugikan Allah; dan mereka akan mendapat azab yang pedih.
178. Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami kepada mereka[5] adalah lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; mereka akan mendapat azab yang menghinakan[6].
179. Allah tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman sebagaimana dalam keadaan kamu sekarang ini[7], sehingga Dia membedakan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin)[8]. Allah tidak akan memperlihatkan kepadamu hal-hal yang ghaib[9], tetapi Allah memilih siapa yang Dia kehendaki di antara rasul-rasul-Nya[10]. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Jika kamu beriman dan bertakwa[11], maka kamu akan mendapat pahala yang besar.
180. Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya[12], mengira bahwa kikir itu baik bagi mereka, padahal kikir itu buruk bagi mereka[13]. Harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat[14]. Milik Allah-lah warisan (yang ada) di langit dan di bumi[15]. Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan[16].
Ayat 181-184: Membicarakan tentang tipu daya orang-orang Yahudi, langkah mereka yang buruk dalam memerangi dakwah Islam, kedustaan orang-orang Yahudi dan buruknya adab mereka terhadap Allah Subhaanahu wa Ta'aala
لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ سَنَكْتُبُ مَا قَالُوا وَقَتْلَهُمُ الأنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَنَقُولُ ذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ (١٨١)ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلامٍ لِلْعَبِيدِ (١٨٢) الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ عَهِدَ إِلَيْنَا أَلا نُؤْمِنَ لِرَسُولٍ حَتَّى يَأْتِيَنَا بِقُرْبَانٍ تَأْكُلُهُ النَّارُ قُلْ قَدْ جَاءَكُمْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِي بِالْبَيِّنَاتِ وَبِالَّذِي قُلْتُمْ فَلِمَ قَتَلْتُمُوهُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (١٨٣) فَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقَدْ كُذِّبَ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ جَاءُوا بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَالْكِتَابِ الْمُنِيرِ (١٨٤
Terjemah Surat Ali Imran Ayat 181-184
181. Sungguh, Allah telah mendengar perkatan orang-orang (Yahudi) yang mengatakan, "Sesunguhnya Allah itu miskin dan kami kaya."[17] Kami akan mencatat perkataan mereka[18] dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka), "Rasakanlah olehmu azab yang membakar[19]."
182.[20] Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri[21], dan sesungguhnya Allah tidak menzalimi hamba-hamba-Nya[22].
183. (Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan, "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami, agar kami tidak beriman kepada seorang rasul, sebelum Dia mendatangkan kepada Kami kurban yang dimakan api[23]." Katakanlah (Muhammad), "Sungguh, beberapa orang rasul sebelumku telah datang kepadamu, (dengan) membawa bukti-bukti yang nyata[24] dan membawa apa yang kamu sebutkan[25], tetapi mengapa kamu membunuhnya[26] jika kamu orang-orang yang benar[27]".
184. Jika mereka mendustakan kamu (Muhammad), maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamu pun telah didustakan (pula)[28], mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zubur[29] dan Kitab yang memberi penjelasan yang sempurna[30].
[1] Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sangat perhatian kepada manusia, Beliau bersungguh-sungguh agar mereka mendapatkan hidayah dan bersedih jika mereka tidak memperolehnya.
[2] Orang-orang kafir Mekah atau orang-orang munafik yang selalu merongrong agama Islam.
[3] Allah akan tetap memenangkan agama-Nya, membela rasul-Nya dan mewujudkan ketetapan-Nya tanpa membutuhkan mereka. Bahkan mereka hanyalah merugikan diri mereka sendiri.
[4] Yakni surga. Oleh karena itu, Allah membiarkan mereka; tidak memberi mereka taufiq sebagaimana wali-wali-Nya yang diberi taufiq sebagai keadilan dan hikmah-Nya, karena Dia mengetahui bahwa mereka tidak mau menerima petunjuk disebabkan akhlak dan niat mereka yang buruk.
[5] Dengan memperpanjang umur mereka dan membiarkan mereka berbuat dosa sesuka hatinya.
[6] Oleh karena itu, hendaknya orang yang zalim waspada dengan diberikan tenggang waktu dan janganlah ia mengira bahwa dirinya lolos dari pantauan Allah Yang Maha Besar lagi Maha Tinggi.
[7] Keadaan di mana kaum muslimin bercampur baur dengan kaum munafik.
[8] Yakni dengan adanya beban-beban berat atau ujian yang dapat memperlihatkan keadaan hatinya. Seperti yang terjadi pada Perang Uhud, di mana hampir sepertiga pasukan memisahkan diri pulang ke Madinah. Mereka adalah orang-orang munafik.
[9] Sehingga kamu dapat menentukan siapa orang munafik dan siapa orang mukmin. Akan tetapi, setelah dibedakan oleh Allah, kamu pun dapat mengetahuinya.
[10] Di antara rasul-rasul, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dipilih oleh Allah dengan memberi keistimewaan kepada beliau berupa pengetahuan untuk menanggapi isi hati manusia, sehingga beliau dapat menentukan siapa di antara mereka yang betul-betul beriman dan siapa pula yang munafik atau kafir.
[11] Ada yang mengartikan dengan "takut terhadap nifak".
[12] Baik berupa harta, kedudukan, ilmu maupun lainnya.
[13] Baik bagi agama maupun dunia mereka. Mereka mengira bahwa kekikiran mereka memberi manfaat dan kemuliaan bagi mereka, namun ternyata tidak, bahkan menjadi penyebab ruginya mereka dan mendapatkan siksa.
[14] Untuk menyiksa mereka. Di dalam hadits disebutkan:
إِنَّ الَّذِيْ لاَ يُؤَدِّيْ زَكَاةَ مَالِهِ يُمَثَّلُ إِلَيْهِ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعُ لَهُ زَبِيْبَتَانِ فَيَلْزِمُهُ أَوْ يُطَوَّقُهُ يَقُوْلُ : أَنَا كَنْزُكَ َنَا كَنْزُكَ
"Sesungguhnya orang yang tidak menunaikan zakat, maka hartanya pada hari kiamat akan dibuat seperti ular yang kuat yang memiliki dua titik hitam, lalu melilitnya atau akan dilkalungkan kepadanya sambil berkata, "Saya adalah harta simpananmu, saya adalah harta simpananmu." (HR. Ahmad dan Nasa'i, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 1690)
[15] Semuanya dikembalikan kepada Allah, dan manusia dikembalikan tanpa membawa sepeser harta pun. Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kamilah mereka dikembalikan." (Terj. Maryam: 40)
Perhatikanlah ayat di atas, bagaimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan beberapa sebab, di mana sebab-sebab itu menghendaki agar manusia tidak kikir terhadap pemberian Allah.
Sebab pertama, adalah bahwa apa yang ada di tangan manusia merupakan karunia dan nikmat Allah, kalau sekiranya Allah tidak melimpahkan karunia dan ihsan-Nya tentu tidak akan sampai kepadanya nikmat itu. Hal ini menghendaki agar dia berbuat ihsan kepada hamba-hamba Allah lainnya, sebagaimana firman Allah:
"Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu." (Terj. Al Qashas: 77)
Barang siapa yang yakin bahwa apa yang ada di tangannya sekarang adalah karunia Allah, tentu dia tidak akan menahan kelebihan hartanya itu yang sebenarnya tidak merugikannya, bahkan memberinya manfaat baik bagi hatinya, hartanya, menambah keimanannya dan menjaganya dari musibah.
Sebab kedua, bahwa apa yang ada di tangan hamba sekarang ini semuanya akan kembali kepada Allah dan Dia yang mewarisinya. Oleh karena itu, tidak ada gunanya berbuat kikir terhadap sesuatu yang akan hilang berpindah kepada yang lain.
Sebab ketiga, yakni sebab jaza'i (adanya balasan), yaitu firman-Nya, "Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan"
Jika Dia mengetahui amal yang kamu kerjakan, di mana hal ini menghendaki adanya balasan yang baik terhadap kebaikan dan balasan berupa siksa terhadap keburukan, maka tidak ada seorang pun yang memiliki iman -meskipun sseberat dzarrah (debu halus)- enggan berinfak padahal akan diberikan pahala, serta tidak akan ridha dengan sikap kikir yang mendatangkan siksa.
[16] Sehingga Dia akan memberikan balasan.
[17] Mereka mengatakan kata-kata keji itu saat turun ayat,
"Barang siapa yang meminjami Allah pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak …dst." (Terj. Al Baqarah: 245)
Mereka mengatakan, "Jika sekiranya Allah kaya, tentu Dia tidak akan meminta pinjaman kepada kita."
[18] Dalam catatan amal untuk diberikan balasan beserta perbuatan mereka membunuh para nabi.
[19] Yang membakar badan dan menembus sampai ke hati.
[20] Perkataan ini diucapkan kepada mereka ketika mereka telah dimasukkan ke dalam neraka.
[21] Dipakai kata "tangan", karena kebanyakan tindakan manusia menggunakan tangannya.
[22] Tidak akan menyiksa mereka tanpa dosa.
[23] Yakni kenikmatan atau lainnya yang dikurbankan. Jika kurban itu diterima, maka akan datang api putih dari langit yang membakarnya, namun jika tidak diterima, maka kurban itu tetap seperti sedia kala, dan hal ini telah disampaikan kepada Bani Israil selain pada Nabi Isa 'alaihis salam dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tidak disyaratkan seperti itu.
[24] Yang menunjukkan kebenaran mereka, yaitu berupa mukjizat.
[25] Seperti Nabi Zakariyya dan Nabi Yahya 'alaihimas salam lalu kalian malah membunuhnya.
[26] Khithab (pembicaraan) ini ditujukan kepada mereka (orang-orang Yahudi di zaman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam), meskipun yang melakukan adalah nenek moyang mereka, namun mereka meridhainya.
[27] Yakni betul-betul mengikuti yang hak dan taat kepada para rasul.
[28] Oleh karena itu, janganlah kamu bersedih atau dibuat risau oleh mereka.
[29] Zubur ialah lembaran-lembaran yang berisi wahyu yang diberikan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang isinya mengandung hikmah-hikmah.
[30] Yakni: Kitab-Kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi yang berisi hukum syari'at seperti Taurat, Injil dan Zabur.