Ayat 17-26: Perintah menyucikan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, bukti-bukti terhadap keberadaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, kekuasaan-Nya dan indahnya perbuatan-Nya di alam semesta.
فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ (١٧) وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ (١٨) يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَيُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَكَذَلِكَ تُخْرَجُونَ (١٩) وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ (٢٠) وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (٢١) وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ (٢٢)وَمِنْ آيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ (٢٣) وَمِنْ آيَاتِهِ يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيُحْيِي بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (٢٤) وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ وَالأرْضُ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الأرْضِ إِذَا أَنْتُمْ تَخْرُجُونَ (٢٥) وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ (٢٦)
Terjemah Surat Ar Ruum Ayat 17-26
17. [1]Maka bertasbihlah kepada Allah[2] pada petang hari dan pada pagi hari (waktu subuh),
18. Dan segala puji bagi-Nya baik di langit, di bumi[3], pada malam hari dan pada waktu waktu Zuhur (tengah hari).
19. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati[4] dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup[5] dan menghidupkan bumi setelah mati (kering)[6]. Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur)[7].
20. [8]Dan di antara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah[9], kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak[10].
21. Dan di antara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya[11] ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri[12], agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang[13]. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir[14].
22. Dan di antara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu[15]. Sungguh, pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang mengetahui[16].
23. Dan di antara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya[17] ialah tidurmu pada waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan[18].
24. Dan di antara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya[19], Dia memperlihatkan kilat kepadamu untuk (menimbulkan) ketakutan[20] dan harapan[21], dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan air itu dihidupkannya bumi setelah mati (kering). Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mengerti[22].
25. Dan di antara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya[23]. [24]Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, ketika itu kamu keluar (dari kubur)[25].
26. Dan milik-Nya[26] apa yang di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk.
Ayat 27-32: Allah Subhaanahu wa Ta'aala Dialah Yang Maha Pencipta yang memiliki semua sifat sempurna dan bersih dari sifat kekurangan, Islam dan tauhid sesuai fitrah manusia, perintah bersatu dan larangan berpecah belah serta mengikuti hawa nafsu.
وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ وَلَهُ الْمَثَلُ الأعْلَى فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٢٧) ضَرَبَ لَكُمْ مَثَلا مِنْ أَنْفُسِكُمْ هَلْ لَكُمْ مِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ شُرَكَاءَ فِي مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنْتُمْ فِيهِ سَوَاءٌ تَخَافُونَهُمْ كَخِيفَتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (٢٨) بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَمَنْ يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (٢٩) فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٣٠)مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (٣١)مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ (٣٢)
Terjemah Surat Ar Ruum Ayat 27-32
27. Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya[27]. [28]Dia memiliki sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi[29]. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana[30].
28. [31]Dia membuat perumpamaan bagimu[32] dari dirimu sendiri. Apakah (kamu rela) [33] jika ada di antara hamba sahaya yang kamu miliki, menjadi sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu, sehingga kamu menjadi setara dengan mereka dalam hal ini, lalu kamu takut kepada mereka[34] sebagaimana kamu takut kepada sesamamu. Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat itu[35] bagi kaum yang mengerti[36].
29. Tetapi orang-orang yang zalim[37], mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang dapat memberi petunjuk kepada orang yang telah disesatkan Allah[38]. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi mereka[39].
30. [40]Maka hadapkanlah wajahmu[41] dengan lurus[42] kepada agama (Islam)[43]; sesuai fitrah Allah[44] disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu[45]. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah[46]. (Itulah) agama yang lurus[47], tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[48],
31. Dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya[49] serta laksanakanlah shalat[50] dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah[51],
32. [52]yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka[53] dan mereka menjadi beberapa golongan[54]. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka[55].
[1] Syaikh As Sa’diy berkata, “Ini merupakan pemberitaan tentang kesucian-Nya dari keburukan dan kekurangan, dan kesucian-Nya dari kesamaan dengan salah satu di antara makhluk-Nya, demikian pula memerintahkan hamba untuk menyucikan-Nya di waktu sore dan pagi hari, serta di waktu malam dan siang hari. Ini adalah lima waktu; waktu-waktu shalat yang lima, di mana Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertasbih di sana dan memuji-Nya. Termasuk di dalamnya, yang wajib daripadanya seperti yang dikandung dalam shalat yang lima waktu, yang sunat seperti dzikr pagi dan petang serta setelah shalat, demikian pula yang bergandengan dengannya berupa perkara-perkara sunat, karena waktu-waktu tersebut adalah waktu yang dipilih Allah untuk waktu ibadah yang wajib (shalat), di mana waktu tersebut lebih utama daripada selainnya. Bertasbih, bertahmid dan beribadah di waktu itu lebih utama daripada selainnya. Bahkan beribadah meskipun tidak ada ucapan “subhaanallah”, tetapi ketika seseorang ikhlas melakukannya merupakan bentuk penyucian Allah dengan perbuatan, yakni menyucikan-Nya dari memiliki sekutu dalam ibadah, atau adanya yang merasa berhak seperti berhaknya Dia untuk diberikan keikhlasan dan sikap kembali.”
[2] Ada yang menafsirkan, “Shalatlah.” Yakni perintah untuk mendirikan shalat yang lima waktu.
[3] Yakni penduduk langit dan bumi memuji-Nya.
[4] Seperti manusia dari mani, burung dari telur, tumbuhan dari tanah yang mati, pohon dari sebuah biji, dsb.
[5] Seperti keluarnya mani dan telur dari makhluk hidup.
[6] Dia menurunkan hujan ke bumi, lalu hiduplah bumi itu dan menjadi subur serta menumbuhkan berbagai jenis pasangan tumbuhan yang indah.
[7] Ia merupakan dalil yang pasti, bahwa yang menghidupkan bumi setelah matinya mampu menghidupkan orang-orang yang telah mati. Menurut akal yang sehat, kedua hal itu tidaklah berbeda, dan tidak ada anggapan mustahil sedangkan kita menyaksikan keadaannya yang sama.
[8] Ayat ini dan selanjutnya mulai menyebutkan ayat-ayat yang menunjukkan keberhakan Allah untuk diibadahi dan hanya Dia yang berhak untuk itu, demikian pula menunjukkan sempurnanya keagungan-Nya, berlakunya kehendak-Nya, kuatnya kemampuan-Nya, indahnya ciptaan-Nya, luasnya rahmat-Nya dan ihsan-Nya.
[9] Yakni nenek moyang kamu, yaitu Adam dari tanah.
[10] Hal ini menunjukkan bahwa yang menciptakan kamu dari asal yang satu dan mengembangbiakkan ke berbagai penjuru bumi adalah Tuhan yang berhak disembah, Raja yang berhak dipuji, Maha Penyayang lagi Mahakasih, yang akan mengembalikan kamu setelah mati dengan adanya kebangkitan.
[11] Yakni yang menunjukkan kasih sayang-Nya, perhatian-Nya kepada hamba-hamba-Nya, kebijaksanaan-Nya yang besar, dan ilmu-Nya yang meliputi.
[12] Maksudnya, yang sesuai dan seperti kamu..
[13] Dengan adanya pasangan, kedua belah pihak dapat bersenang-senang, tidak kesepian, memperoleh manfaat adanya anak, serta mendidik mereka dan cenderung kepada pasangannya. Oleh karena itu, kita hampir tidak menemukan rasa cinta dan sayang lebih dalam seperti yang terdapat dalam pernikahan.
[14] Yakni yang menjalankan akal pikirannya, mentadabburi ayat-ayat Allah, dan berpindah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain.
[15] Padahal asalnya hanya satu, dan tempat keluarnya huruf juga satu. Meskipun demikian, kita akan menemukan sedikit atau banyak perbedaan antara suara dan warna kulit yang membedakan antara yang satu dengan yang lain. Hal ini menunjukkan sempurnanya kekuasaan-Nya, dan berlakunya kehendak-Nya. Termasuk perhatian dan rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya adalah Dia menetapkan adanya perbedaan itu agar tidak terjadi kesamaran sehingga terjadi kekacauan dan hilang maksud dan tujuan.
[16] Mereka adalah ahli ilmu; yang memahami pelajaran, dan mentadabburi ayat-ayat Allah. Dari penciptaan langit dan bumi, mereka dapat mengetahui besarnya kerajaan Allah dan sempurnya kekuasaan-Nya sehingga mampu mengadakan makhluk yang besar ini. Dari sana pula mereka dapat mengetahui kebijaksanaan Allah karena kerapian ciptaannya serta mengetahui luasnya ilmu-Nya, karena yang menciptakan pasti mengetahui makhluk yang diciptakan-Nya. Dari sana pun mereka mengetahui meratanya rahmat-Nya dan karunia-Nya karena di dalamnya terdapat manfaat yang besar, dan bahwa Dia memang menginginkan, di mana Dia memilih apa yang Dia kehendaki karena di dalamnya terdapat kelebihan dan keistimewaan, dan bahwa hanya Dia yang berhak disembah dan diesakan, karena Dia yang sendiri menciptakan maka Dia yang wajib disembah saja. Semua ini merupakan dalil akal yang Allah ingatkan, agar akal mau memikirkannya dan mengambil pelajaran daripadanya.
[17] Apa yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah dalil yang menunjukkan kasih sayang Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan sempurnanya hikmah-Nya, karena hikmah-Nya menghendaki agar manusia diam pada waktu tertentu untuk beristirahat dan bertebaran lagi pada waktu yang lain untuk maslahat agama dan dunia mereka, dan hal itu tidaklah sempurna kecuali dengan adanya pergantian malam dan siang. Zat yang sendiri mengatur itu Dialah yang berhak diibadahi.
[18] Yakni mendengarkan sambil memikirkan.
[19] Yakni termasuk tanda-tanda yang menunjukkan merata ihsan-Nya, luas ilmu-Nya, sempurna kerapian-Nya, besarnya hikmah-Nya adalah apa yang disebutkan pada ayat di atas.
[20] Bagi musafir karena takut kepada halilintar.
[21] Bagi yang mukim karena ingin hujan turun.
[22] Yakni mengerti apa yang didengar dan dilihatnya, dan dari sana mereka dapat mengetahui sesuatu yang ditunjukkan olehnya.
[23] Sehingga tidak terjadi kegoncangan, dan langit tidak menimpa bumi. Kekuasaan-Nya yang besar mampu menahan langit dan bumi agar tidak lenyap.
[24] Yaitu dengan tiupan sangkakala kedua oleh malaikat Israfil untuk bangkit dari kubur. Hal itu adalah mudah bagi Allah, karena Dia mampu menciptakan langit dan bumi yang lebih besar daripada manusia.
[25] Dalam keadaan hidup. Itu pun termasuk tanda-tanda kekuasaan-Nya.
[26] Yakni milik-Nya, ciptaan-Nya, dan hamba-Nya. Dia pula yang mengatur tanpa ada yang menentang, dan tanpa pembantu. Semuanya tunduk kepada keagungan dan kesempurnaan-Nya.
[27] Yakni daripada memulai penciptaan. Hal ini jika dihubungkan dengan alam pikiran manusia, yaitu bahwa mengulangi kembali lebih mudah daripada memulai penciptaan, karena mengulangi kembali sebagiannya sudah ada, sedangkan memulai sama sekali tidak ada. Meskipun demikian, keduanya (memulai penciptaan dan mengulangi kembali) sama-sama mudah bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala; tidak sulit sama sekali.
[28] Setelah sebelumnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan ayat-ayat-Nya yang agung yang terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran, membuat orang-orang mukmin ingat dan menjadikan orang yang berpandangan tajam mendapatkan hidayah, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan perkara yang besar dan tuntutan yang besar.
[29] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memiliki semua sifat sempurna, dan yang sempurna dari sifat itu. Hati hamba-hamba-Nya yang ikhlas dipenuhi rasa cinta dan kembali secara sempurna kepada-Nya, nama-Nya disebut-sebut oleh mereka dan ditujukan ibadah oleh mereka. Matsalul A’laa artinya sifat-Nya yang Mahatinggi serta hasil daripadanya. Oleh karena itulah, ahli ilmu menggunakan Qiyasul Awlaa untuk Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Mereka mengatakan, “Setiap sifat sempurna yang ada pada makhluk, maka Penciptanya lebih berhak memilikinya namun tidak ada yang menyamai dalam sifat itu, dan setiap sifat kekurangan yang makhluk bersih darinya, maka Penciptanya lebih bersih lagi darinya.”
[30] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memiliki keperkasaan yang sempurna dan hikmah yang besar. Dengan keperkasaan-Nya, Dia mengadakan makhluk dan menampakkan perintah-Nya, dan dengan kebijaksanaan-Nya, Dia merapikan ciptaan-Nya dan merapikan syari’at-Nya.
[31] Ayat ini merupakan perumpamaan yang Allah Subhaanahu wa Ta'aala buat untuk menerangkan buruknya syirk, dan perumpamaannya adalah diri kita.
[32] Wahai kaum musyrik!
[33] Kalimat istifham (pertanyaan) pada ayat di atas maksudnya adalah untuk menafikan, yakni bahwa hamba sahayamu tidaklah menjadi sekutumu dalam hal harta maupun lainnya sehingga mereka setara denganmu, dan tentu kamu tidak rela. Jika demikian mengapa kamu rela menjadikan sebagian milik Allah sebagai sekutu bagi-Nya?
[34] Yakni seakan-akan hamba sahayamu adalah orang-orang merdeka yang menjadi sekutumu.
[35] Yaitu memperjelasnya melalui perumpamaan-perumpamaan.
[36] Maksudnya, mengerti hakikat yang sebenarnya. Adapun orang yang tidak mengerti, jika diperjelas ayat-ayat kepadanya, maka tetap saja tidak mengerti. Kepada orang-orang yang mengerti atau berakal itulah ditujukan pembicaraan. Dari perumpamaan tersebut dapat diketahui, bahwa barang siapa yang mengambil sekutu selain Allah, di mana dia beribadah dan bertawakkal kepadanya dalam semua urusannya, maka sesungguhnya dia beribadah dan bertawakkal kepada sesuatu yang tidak memiliki hak apa-apa. Tetapi mengapa mereka masih saja melakukan perkara yang batil itu? Yang jelas sekali kebatilannya dan jelas buktinya. Sudah pasti, tidak ada yang mereka ikuti selain hawa nafsu semata sebagaimana diterangkan pada ayat selanjutnya.
[37] Dengan berbuat syirk.
[38] Yakni jangan kamu heran karena mereka tidak mendapatkan hidayah, karena Allah Ta’ala telah menyesatkan mereka karena kezaliman mereka, dan tidak ada jalan untuk menunjuki orang yang disesatkan Allah, karena tidak ada yang dapat menentang Allah atau menentang-Nya dalam kerajaan-Nya.
[39] Yang menolong mereka dari azab Allah.
[40] Dalam ayat ini Alah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada Allah dan karena-Nya dalam semua keadaan, dan memerintahkan untuk menegakkan agama-Nya.
[41] Yakni hati, niat dan badanmu. Allah sebut “wajah” secara khusus, karena dengan menghadapnya wajah, maka yang lain ikut pula menghadap (seperti hati dan anggota badan).
[42] Yakni menghadap kepada Allah dan berpaling dari selain-Nya.
[43] Yang di dalamnya terdapat Islam, iman dan ihsan. Yaitu dengan mengarahkan hati, niat dan badan kita untuk menegakkan syari’at Islam yang tampak, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dsb. Demikian pula untuk menegakkan syari’at Islam yang tersembunyi, seperti cinta, takut, berharap, kembali dan berbuat ihsan dalam mengerjakan semua syariat yang tampak itu dan yang tersembunyi, yaitu dengan beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika tidak merasakan begitu, maka sesungguhnya Dia melihat kita.
[44] Maksudnya, yang diperintahkan itu adalah fitrah Allah.
[45] Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menetapkan indahnya semua syariat Allah, seperti tauhid, mendirikan shalat, berbuat baik, dsb. dalam pandangan manusia dan buruknya selain itu. Karena semua hukum-hukum syariat yang tampak maupun tersembunyi telah Allah tanamkan dalam hati semua makhluk, cenderung kepadanya, sehingga dalam hati mereka ada kecintaan kepada kebenaran dan mengutamakan yang hak. Ini adalah hakikat fitrah. Oleh karena itu, barang siapa yang keluar dari fitrah ini, maka disebabkan pengaruh luar yang datang kepada fitrah itu sehingga merusaknya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Tidak ada seorang anak pun yang lahir, kecuali di atas dasar fitrah (Islam). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid (Islam). Jika ada manusia tidak bertauhid, maka hal itu tidak wajar. Mereka tidak bertauhid itu hanyalah karena pengaruh lingkungan.
[46] Yakni agama-Nya. Atau maksudnya, tidak ada seorang pun yang dapat merubah ciptaan Allah, seperti menjadikan makhluk di atas selain fitrah itu.
[47] Yakni yang menyampaikan kepada Allah dan kepada pemberian-Nya yang istimewa (surga-Nya), karena barang siapa yang menghadapkan wajahnya dengan lurus kepada agama Islam ini, maka dia telah menempuh jalan yang lurus yang menyampaikan kepada Allah dan surga-Nya.
[48] Kebanyakan mereka tidak mengetahui agama yang lurus, dan kalau pun mengetahui, namun mereka tidak mau menempuhnya.
[49] Ini merupakan tafsiran dari menghadapakan wajah dengan lurus kepada agama Islam, karena maksud kembali adalah kembalinya hati dan pengarahannya kepada hal yang diridhai Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Konsekwensinya adalah membawa badan untuk mengerjakan perbuatan yang diridhai Allah dengan melakukan ibadah yang tampak maupun tersembunyi, dan hal itu tidaklah sempurna kecuali dengan meninggalkan maksiat yang tampak maupun tersembunyi. Oleh karena itu, dalam ayat tersebut disebutkan pula bertakwa kepada-Nya yang kandungannya adalah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan.
[50] Disebutkan shalat secara khusus, karena shalat mengajak pelakunya untuk kembali dan bertakwa, ia mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, sehingga membantu tercapainya ketakwaan.
[51] Disebutkan syirk secara khusus, karena ia merupakan larangan utama, di mana amal apa pun yang baik tidak akan diterima. Di samping itu, syirk bertentangan dengan sikap kembali, di mana ruhnya adalah ikhlas.
[52] Selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keadaan kaum musyrik sambil menerangkan buruknya keadaan mereka.
[53] Dalam sebuah qira’aat, dibaca “Faaraquu” (meninggalkan). Maksudnya, meninggalkan agama tauhid (Islam) dan menganut berbagai kepercayaan menurut hawa nafsu mereka. Di antara mereka ada yang menyembah patung dan berhala, ada pula yang menyembah api, ada pula yang menyembah matahari, ada yang menyembah wali dan orang-orang saleh, dsb.
[54] Para pengikut golongan tersebut bersikap fanatik kepada golongannya dan membela kebatilan yang ada pada golongan tersebut, serta menentang orang yang berada di luar golongannya dan memeranginya.
[55] Berupa ilmu yang menyelisihi ilmu para rasul. Mereka bangga dengannya, sehingga mereka memutuskan bahwa yang ada pada mereka adalah yang hak, sedangkan selain mereka adalah batil. Dalam ayat ini terdapat peringatan kepada kaum muslimin agar tidak terpecah-pecah ke dalam beberapa kelompok, di mana masing-masing bersikap fanatik kepada apa yang ada bersama mereka, hak atau batil, sehingga mereka mirip dengan kaum musyrik dalam perpecahan, padahal agamanya satu, rasul mereka satu, dan Tuhan yang disembah hanya satu.
Kebanyakan masalah-masalah agama (seperti masalah ushuluddin) telah terjadi kesepakatan di kalangan para ulama dan para imam, dan persaudaraan seiman pun telah Allah ikat dengan kuat, maka mengapa semua itu tidak dianggap dan perpecahan di antara kaum muslimin malah dibangun di atas masalah-masalah yang samar, masalah furu’ yang di sana terjadi khilaf, sampai-sampai yang satu menyesatkan yang lain, dan sebagian mereka memisahkan diri dari yang lain. Ini tidak lain karena godaan setan yang ditimpakan kepada kaum muslimin. Oleh karena itu, usaha untuk menyatukan kesatuan mereka, menghilangkan pertengkaran yang terjadi yang didasari atas asas yang batil termasuk jihad fii sabilillah dan amal utama yang mendekatkan diri kepada Allah?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Tafsir Ar Ruum Ayat 17-32"
Post a Comment