Surah Al Mu’min (Orang Yang Beriman)
Surah ke-40. 85 ayat. Makkiyyah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-9: Membicarakan tentang kemukjizatan Al Qur’an, ampunan Allah Subhaanahu wa Ta'aala terhadap dosa-dosa hamba-Nya yang bertobat, penentangan terhadap agama Islam pasti menemui kegagalan, perintah agar tidak terpedaya oleh kemakmuran orang-orang kafir, gambaran para malaikat pemikul ‘Arsy dan yang berada di sekeliling dimana mereka mendoakan kebaikan bagi kaum mukmin dan memintakan ampunan untuk mereka.
حم (١) تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (٢) غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ (٣) مَا يُجَادِلُ فِي آيَاتِ اللَّهِ إِلا الَّذِينَ كَفَرُوا فَلا يَغْرُرْكَ تَقَلُّبُهُمْ فِي الْبِلادِ (٤) كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَالأحْزَابُ مِنْ بَعْدِهِمْ وَهَمَّتْ كُلُّ أُمَّةٍ بِرَسُولِهِمْ لِيَأْخُذُوهُ وَجَادَلُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ فَأَخَذْتُهُمْ فَكَيْفَ كَانَ عِقَابِ (٥) وَكَذَلِكَ حَقَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّهُمْ أَصْحَابُ النَّارِ (٦) الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ (٧) رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٨) وَقِهِمُ السَّيِّئَاتِ وَمَنْ تَقِ السَّيِّئَاتِ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمْتَهُ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (٩)
Terjemah Surat Al Mu’min Ayat 1-9
1. Haa Miim.
2. [1]Kitab ini (Al Quran) diturunkan dari Allah Yang Mahaperkasa[2] lagi Maha Mengetahui (segala sesuatu),
3. Yang mengampuni dosa[3] dan menerima tobat dan keras hukuman-Nya[4]; yang memiliki karunia. [5]Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah (semua makhluk) kembali.
4. [6]Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang kafir. Karena itu jangan engkau (Muhammad) tertipu oleh keberhasilan usaha mereka di seluruh negeri[7].
5. [8]Sebelum mereka, kaum Nuh dan golongan-golongan yang bersekutu setelah mereka[9] telah mendustakan (rasul) dan setiap umat telah merencanakan (tipu daya) terhadap rasul mereka untuk menawannya[10] dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran; karena itu Aku tawan mereka (dengan azab)[11]. Maka betapa (pedihnya) azab-Ku[12]?
6. Dan demikianlah[13] telah pasti berlaku ketetapan Tuhanmu terhadap orang-orang kafir, (yaitu) sesungguhnya mereka adalah penghuni neraka.
7. [14](Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy[15] dan (malaikat) yang berada di sekelilingnya[16] bertasbih dengan memuji Tuhannya[17] dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman[18] (seraya berkata), [19]"Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu[20], maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat[21] dan mengikuti jalan (agama)-Mu[22] dan peliharalah mereka dari azab neraka[23].
8. Ya Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka[24], dan orang yang saleh[25] di antara nenek moyang mereka, istri-istri, dan keturunan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Mahaperkasa[26] lagi Mahabijaksana[27],
9. dan peliharalah mereka dari (bencana) kejahatan[28]. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (bencana) kejahatan pada hari itu[29], maka sungguh, telah Engkau menganugerahkan rahmat kepadanya[30] dan demikian itulah[31] kemenangan yang agung[32].”
Ayat 10-12: Keadaan kaum kafir di neraka, keinginan mereka untuk keluar dari neraka, murka Allah kepada mereka, dan kalahnya kebatilan di hadapan kebenaran.
Terjemah Surat Al Mu’min Ayat 10-12
10. [33]Sesungguhnya orang-orang yang kafir[34], kepada mereka (pada hari kiamat) diserukan[35], "Sungguh, kebencian Allah (kepadamu) jauh lebih besar daripada kebencianmu kepada dirimu sendiri, ketika kamu diseru untuk beriman lalu kamu mengingkarinya[36].”
11. Mereka menjawab, "Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali[37] dan telah menghidupkan kami dua kali (pula)[38], lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)[39]?"
12. [40]Yang demikian itu karena sesungguhnya kamu mengingkari apabila diseru untuk menyembah Allah saja. Dan jika Allah dipersekutukan, kamu percaya[41]. Maka keputusan (sekarang ini)[42] adalah pada Allah Yang Mahatinggi[43] lagi Mahabesar[44].
[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang kitab-Nya yang agung, bahwa ia turun dari Allah Tuhan yang berhak disembah karena kesempurnaan-Nya dan karena Dia yang sendiri dengan perbuatan-Nya.
[2] Dengan keperkasaan-Nya Dia tundukkan semua makhluk.
[3] Bagi orang-orang yang berdosa.
[4] Bagi orang-orang kafir atau orang yang berani berbuat dosa dan tidak mau bertobat darinya.
[5] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menetapkan apa yang Dia tetapkan tentang kesempurnaan-Nya, dimana hal itu mengharuskan Dia saja yang diibadahi dan diikhlaskan amal untuk-Nya, maka Dia berfirman, “Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.”
Sisi kesesuaian ayat di atas dengan menyebutkan turunnya Al Qur’an dari sisi Allah Yang memiliki sifat-sifat di atas adalah bahwa sifat-sifat tersebut menghendaki semua makna yang dicakup oleh Al Qur’an. Hal itu, karena Al Qur’an isinya memberitakan tentang nama-nama Allah, sifat-Nya dan perbuatan-Nya, sedangkan ayat di atas menyebutkan nama-nama Allah, sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Bisa juga isinya memberitakan tentang perkara-perkara gaib yang lalu dan yang akan datang, dimana hal itu termasuk pengajaran Allah Yang Maha Mengetahui kepada hamba-hamba-Nya. Bisa juga memberitakan tentang nikmat-nikmat-Nya yang besar dan banyak serta perkara-perkara yang dapat menyampaikan kepadanya, dimana hal ini ditunjukkan oleh firman-Nya, “Dzith thaul” (artinya: yang memiliki karunia). Bisa juga memberitakan tentang hukuman-Nya yang keras dan sesuatu yang membuat seseorang dihukum demikian serta maksiat yang mengharuskan hukuman itu, dimana hal ini ditunjukkan oleh firman-Nya, “Syadiidil ‘iqaab” (artinya: dan keras hukuman-Nya). Bisa juga berisi ajakan kepada orang-orang yang berdosa untuk bertobat, kembali dan beristighfar, dimana hal ini ditunjukkan oleh firman-Nya, “Ghaafiridz dzanbi wa qaabilit taubi syadiidil ‘iqaab” (artinya: Yang mengampuni dosa dan menerima tobat dan keras hukuman-Nya;). Bisa juga isinya pemberitaan bahwa Allah satu-satunya yang berhak diibadahi serta penegakkan dalil ‘aqli (akal) maupun naqli (wahyu) yang menunjukkan demikian, yang mendorong kepadanya, serta melarang beribadah kepada selain Allah sambil menerangkan dalil-dalil ‘aqli dan naqli yang menunjukkan rusaknya syirk dan menakut-nakutinya, dimana hal ini ditunjukkan oleh firman-Nya, “Laailaaha illaa Huwa” (artinya: tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia). Bisa juga memberitakan tentang hukum jaza’i(balasan)-Nya yang adil, pahala untuk orang-orang yang berbuat ihsan, hukuman bagi orang-orang yang durhaka, dimana hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala, “Ilaihil mashiir” (kepada-Nyalah semua kembali). Inilah yang dicakup Al Qur’an yang merupakan tuntutan yang tinggi.
[6] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitakan bahwa tidak ada yang mendebat tentang ayat-ayat-Nya kecuali orang-orang yang kafir. Maksud mendebat di sini adalah mendebat dengan maksud menolak ayat-ayat Allah, menghadapinya dengan kebatilan, dimana hal ini termasuk perbuatan orang-orang kafir. Berbeda dengan orang-orang mukmin, mereka tunduk kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang menurunkan kebenaran untuk mengalahkan yang batil. Demikian pula tidak sepatutnya bagi seseorang tertipu dengan keadaan duniawi seseorang, dan mengira bahwa pemberian Allah kepadanya dalam hal dunia menunjukkan kecintaan-Nya kepadanya dan bahwa dia berada di atas yang benar. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Karena itu jangan engkau (Muhammad) tertipu oleh keberhasilan usaha mereka di seluruh negeri.” Oleh karena itu yang wajib bagi seorang hamba adalah mengukur manusia dengan kebenaran, melihat kepada hakikat syar’i, dan menimbang manusia dengannya, dan tidak menimbang kebenaran dengan manusia sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak punya ilmu dan akal.
[7] Karena tempat akhir mereka adalah neraka.
[8] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam orang-orang yang mendebat ayat-ayat Allah untuk membatalkannya sebagaimana yang dilakukan oleh generasi sebelum mereka, seperti kaum Nuh, kaum ‘Aad, dan orang-orang yang bersekutu lainnya yang bersama-sama berusaha membatalkan kebenaran dan membela yang batil. Sampai-sampai mereka telah bertekad kuat untuk membunuh pemimpin kebaikan, yaitu rasul yang diutus kepada mereka. Bukankah ini menunjukkan kezaliman, kesesatan dan kesengsaraan mereka, sehingga tidak ada setelahnya selain azab yang dahsyat.
[9] Seperti ‘Aad, Tsamud dan lainnya.
[10] Yang selanjutnya membunuh rasul tersebut.
[11] Disebabkan pendustaan mereka dan berkumpulnya mereka untuk memerangi kebenaran.
[12] Ada yang berupa suara keras yang mengguntur, hujan batu, ditelan oleh bumi, ditenggelamkan ke laut, dsb.
[13] Sebagaimana berlaku ketetapan Allah Subhaanahu wa Ta'aala terhadap generasi terdahulu yang mendustakan, maka berlaku pula terhadap mereka yang mendustakan sekarang ini.
[14] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang sempurnanya kelembutan Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin, dan ketentuan-Nya menyiapkan sebab-sebab bahagia mereka berupa sebab-sebab yang berada di luar kemampuan mereka, yaitu permintaan ampun malaikat yang didekatkan untuk mereka, doa mereka untuk kebaikan agama dan akhirat mereka, dimana di dalamnya menunjukkan kemuliaan para malaikat pemikul ‘Arsy dan yang berada di sekitarnya serta dekatnya mereka dengan Tuhan mereka, banyaknya ibadah mereka, dan sikap tulus mereka kepada hamba-hamba Allah karena mereka tahu bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala suka hal itu dilakukan mereka.
[15] ‘Arsy adalah atap seluruh makhluk dan merupakan makhluk paling besar, paling luas dan paling bagus, serta paling dekat dengan Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Arsy tersebut luasnya meliputi langit, bumi dan kursi Allah serta malaikat tersebut. Sedangkan malaikat yang diserahkan Allah untuk memikulnya adalah malaikat paling besar dan paling kuat. Allah Subhaanahu wa Ta'aala memilih mereka untuk memikul ‘Arsy-Nya, mendahulukan menyebut mereka dan kedekatan mereka menunjukkan bahwa mereka adalah malaikat yang paling utama. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan malaikat menjunjung 'Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.” (Terj. Al Haaqqah: 17)
@ Arsy Dipikul Dan Para Malaikat MelakuKan Thawaf
[16] Yang termasuk malaikat yang didekatkan dengan Allah, dan memiliki kedudukan serta keutamaan yang besar.
[17] Ini merupakan pujian bagi mereka karena banyaknya ibadah mereka kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, khususnya tasbih, tahmid serta semua ibadah yang termasuk ke dalam tasbih dan tahmid. Karena tasbih adalah menyucikan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dari sikap manusia beribadah kepada selain-Nya, sedangkan tahmid adalah ibadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Adapun ucapan seorang, “Subhaanallahi wabihamdih” juga masuk di dalamnya dan termasuk di antara sekian ibadah.
[18] Ini di antara sejumlah faedah dari beriman dan keutamaannya, yaitu para malaikat yang tidak punya dosa memintakan ampunan untuk orang-orang yang beriman. Oleh karena itu, seorang mukmin dengan imannya menjadi sebab memperoleh keutamaan yang besar ini.
[19] Oleh karena ampunan itu memiliki sesuatu yang melekat, dimana tidak akan sempurna ampunan itu kecuali dengannya –di samping yang langsung ditangkap oleh akal pikiran, bahwa meminta ampunan itu adalah agar diampuni dosa-dosa-, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan sifat doa mereka meminta ampunan dengan menyebutkan sesuatu yang dengannya menjadi sempurna, yaitu ucapan, "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada…dst.”
[20] Yakni ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, tidak ada satu pun yang samar bagi-Mu dan tidak ada yang tersembunyi oleh ilmu-Mu seberat dzarrah (biji sawi) pun di langit maupun di bumi, dan rahmat-Mu meliputi segala sesuatu. Oleh karena itu, alam baik bagian atas maupun bagian bawah telah penuh dengan rahmat Allah Ta’ala.
[21] Dari syirk dan maksiat.
[22] Yaitu agama Islam, yang intinya adalah mentauhidkan Allah, menaati-Nya dan mengikuti rasul-Nya.
[23] Yakni peliharalah mereka dari azab itu sendiri dan sebab-sebabnya.
[24] Melalui lisan para rasul-Mu.
[25] Mereka menjadi saleh karena iman dan amal saleh.
[26] Dengan keperkasaan-Mu, Engkau ampuni dosa mereka, Engkau hilangkan hal yang dikhawatirkan mereka dan Engkau sampaikan mereka kepada semua kebaikan.
[27] Yakni yang meletakkan sesuatu pada tempatnya. Oleh karena itu, kami tidak meminta kepada-Mu sesuatu yang menyelisihi kebijaksanaan-Mu, bahkan termasuk hikmah-Mu yang Engkau beritahukan melalui lisan para rasul-Mu dan dikehendaki oleh karunia-Mu, yaitu memberi ampunan kepada orang-orang mukmin.
[28] Kejahatan di sini adalah amal yang buruk dan akibatnya, karena ia membuat sedih pelakunya.
[29] Yaitu hari Kiamat.
[30] Karena rahmat-Mu senantiasa mengalir kepada hamba-hamba-Mu, tidak ada yang menghalanginya selain dosa-dosa hamba dan keburukannya. Oleh karena itu, barang siapa yang Engkau pelihara dari kejahatan, maka berarti Engkau telah memberinya taufik kepada kebaikan dan kepada balasannya yang baik.
[31] Yakni hilangnya hal yang dikhawatirkan karena dipelihara dari kejahatan dan diperolehnya hal yang dicintai karena memperoleh rahmat.
[32] Dimana tidak ada kemenangan yang serupa dengannya.
Syaikh As Sa’diy menerangkan, bahwa doa malaikat ini mengandung beberapa hal:
- Sempurnanya pengetahuan mereka (para malaikat) terhadap Tuhan mereka.
- Bertawassul (menggunakan sarana dalam berdoa) kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang indah, dimana Dia suka jika hamba-hamba-Nya bertawassul dengannya.
- Berdoa dengan dengan menggunakan Asmaa’ul Husna yang sesuai. Oleh karena doa mereka isinya meminta rahmat dan meminta disingkirkan pengaruh dari tabiat kemanusiaan yang diketahui Allah kekurangannya dan keinginannya berbuat maksiat serta dasar-dasar dan sebab-sebab yang diketahui oleh Allah, maka mereka bertawassul dengan nama-Nya Ar Rahiim (Yang Maha Penyayang) dan Al ‘Aliim (Yang Maha Mengetahui).
- Sempurnanya adab mereka terhadap Allah Ta’ala dengan pengakuan rububiyyah (pengurusan) Allah baik rububiyyyah ‘aammah (umum) maupun khaashshah (khusus).
- Mereka (para malaikat) tidak memiliki kekuasaan apa-apa dan bahwa doa mereka kepada Tuhan mereka muncul dari mereka yang fakir (butuh) dari berbagai sisi, tidak bisa megemukakan keadaan apa pun, dan itu tidak lain karena karunia Allah, kemurahan dan ihsan-Nya.
- Menurutnya mereka kepada Tuhan mereka dengan mencintai amal yang dicintai Tuhan mereka, yaitu ibadah yang mereka lakukan dan mereka bersungguh-sungguh sebagaimana bersungguh-sungguhnya orang-orang yang cinta. Demikian pula mereka mencintai orang-orang yang beramal, yaitu kaum mukmin, dimana mereka (kaum mukmin) adalah orang-orang yang dicintai Allah di antara sekian makhluk-Nya. Semua manusia yang sudah mukallaf (terkena kewajiban) dibenci Alah kecuali orang-orang yang beriman, maka di antara kecintaan malaikat kepada mereka (kaum mukmin) adalah mereka berdoa kepada Allah dan berusaha untuk kebaikan keadaan mereka, karena doa untuk seseorang termasuk bukti yang menunjukkan kecintaannya, karena seseorang tidaklah berdoa kecuali kepada orang yang ia cintai.
- Dari penjelasan Allah secara rinci tentang permohonan ampun para malaikat terdapat catatan yang perlu disadari bagaimana cara mentadabburi (memikirkan) kitab-Nya, dan bahwa tadabbur tidaklah terbatas pada makna lafaz secara satuannya, bahkan sepatutnya ia mentadabburi makna (kandungan) lafaz. Jika ia memahaminya dengan pemahaman yang benar sesuai maksudnya, maka dengan akalnya ia melihat perkara itu dan jalan yang mencapaikan kepadanya, sesuatu yang menjadi penyempurnanya dan tergantung padanya, dan ia pun dapat meyakini bahwa Allah menginginkan demikian, sebagaimana ia yakini makna khusus yang ditunjukkan oleh sebuah lafaz.
Yang perlu tetapkan adalah, bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala menginginkan dua perkara:
Pertama, mengetahui dan memastikannya bahwa ia termasuk yang ikut dalam makna tersebut dan tergantung dengannya.
Kedua, pengetahuannya bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, dan bahwa Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mentadabburi dan memikirkan kitab-Nya.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengetahui sesuatu yang melekat dengan makna itu, dan Dia yang memberitahukan bahwa kitab-Nya adalah petunjuk, cahaya dan penjelas segala sesuatu, dan bahwa ia adalah ucapan yang paling fasih dan paling jelas. Dengan demikian, seorang hamba dapat memperoleh ilmu yang banyak dan kebaikan yang besar sesuai taufiq yang Allah berikan kepadanya.
Namun terkadang sebagian ayat samar maknanya bagi selain peneliti yang sehat pemikirannya. Oleh karena itu kita meminta kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala agar Dia membukakan kepada kita sebagian di antara perbendaharaan rahmat-Nya yang menjadi sebab baiknya keadaan kita dan kaum muslimin. Kita tidak bisa berbuat apa-apa selain bergantung dengan kemurahan-Nya, bertawassul dengan ihsan-Nya; dimana kita senantiasa berada di dalamnya di setiap waktu dan setiap saat. Demikian pula kita meminta kepada Allah karunia-Nya agar Dia memelihara kita dari keburukan diri kita yang menjadi penghalang bagi kita untuk sampai kepada rahmat-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pemberi, yang mengaruniakan sebab dan musabbabnya.
- Dari ayat di atas juga dapat diketahui bahwa pendamping, baik istri, anak dan kawan bisa menjadi bahagia dengan kawannya, dan berhubungan dengannya menjadi sebab untuk kebaikan yang akan diperolehnya, di luar amalnya dan sebab amalnya sebagaimana para malaikat mendoakan kaum mukmin dan orang-orang saleh dari kalangan nenek moyang mereka, istri-istri mereka dan keturunan mereka, wallahu a’lam.
[33] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang terbukanya aib dan kehinaan yang menimpa orang-orang kafir, permintaan mereka untuk kembali ke dunia dan keluar dari neraka, dan tidak dikabulkannya permohonan mereka itu serta dicelanya mereka.
[34] Disebutkan secara mutlak “orang-orang kafir” agar mencakup semua bentuk kekafiran, baik kafir kepada Allah, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dsb..
[35] Yaitu saat mereka masuk ke neraka dan mereka mengakui bahwa mereka berhak memasukinya karena dosa-dosa yang mereka kerjakan, maka ketika itu mereka sangat marah kepada diri mereka dengan kemarahan yang besar, lalu diserulah mereka ketika itu seperti yang disebutkan dalam ayat di atas.
[36] Ketika para rasul dan pengikutnya mengajakmu beriman dan mereka tegakkan buktinya, namun kamu malah mengingkarinya dan kamu benci kepada keimanan yang sesungguhnya Allah menciptakan kamu untuknya, dan kamu malah keluar dari rahmat-Nya yang luas, sehingga Allah murka kepada kamu, dan kemurkaan-Nya jauh lebih besar daripada kemurkaanmu kepada dirimu sendiri. Kemurkaan dan siksa-Nya terus menimpamu, sedangkan hamba-hamba-Nya yang mukmin memperoleh keridhaan Allah dan pahala-Nya. Ketika itulah mereka berangan-angan untuk kembali ke dunia sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.
[37] Maksud dua kali mati adalah adalah kematian yang pertama dan kematian antara dua tiupan sangkakala. Ada pula yang berpendapat bahwa kematian yang pertama adalah pada saat mereka belum ada dan kematian yang kedua adalah kematian yang terjadi setelah mereka terwujud ke dunia.
[38] Yaitu kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat.
[39] Dan kembali ke dunia untuk menaati Tuhan kami.
Mereka menyesal sekali terhadap langkah mereka yang salah ketika di dunia dan berkata seperti yang disebutkan dalam ayat di atas, padahal kata-kata itu tidak ada faedah dan gunanya sama sekali.
[40] Mereka dicela karena tidak mengerjakan sebab-sebab keselamatan.
[41] Kamu ridha dengan sesuatu yang buruk dan rusak di dunia dan akhirat (syirk), dan kamu benci dengan sesuatu yang baik dan saleh di dunia dan akhirat (tauhid). Kamu dahulukan sebab kesengsaraan, kehinaan dan kemurkaan, dan kamu benci sebab kebahagiaan, kemuliaan dan keridhaan. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala berikut:
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Jika mereka melihat setiap ayat-ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.”(Terj. Al A’raaf: 146)
[42] Jika keputusan milik-Nya, maka Dia telah memutuskan bahwa kamu wahai orang-orang kafir akan kekal di neraka selamanya, dan keputusan-Nya tidak akan dirubah dan diganti.
[43] Dia Mahatinggi secara mutlak dari berbagai sisi, tinggi dzat-Nya, tinggi kedudukan-Nya, dan tinggi kekuasaan-Nya. Termasuk di antara tinggi kedudukan-Nya adalah sempurnanya keadilan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan bahwa Dia meletakkan segala sesuatu pada tempatnya serta tidak menyamakan antara orang-orang yang bertakwa dengan orang-orang yang durhaka.
[44] Dia memiliki kebesaran, keagungan dan kemuliaan, baik pada nama-Nya, sifat-Nya mupun perbuatan-Nya yang suci dari setiap cacat dan kekurangan.
0 Response to "Tafsir Al Mu’min Ayat 1-12"
Post a Comment