بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-8: Al Qur’an sebagai sumber kebahagiaan bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan umatnya semua, Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersemayam di atas ‘Arsyi-Nya, kerajaan semuanya milik Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan bahwa Dia memiliki nama-nama yang paling indah.
طه (١) مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (٢) إِلا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى (٣) تَنْزِيلا مِمَّنْ خَلَقَ الأرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلا (٤)الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى (٥) لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَى (٦) وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى (٧) اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى (٨)
Terjemah Surat Thaha Ayat 1-8
1.Thaahaa[1].
2. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah[2];
3. Melainkan sebagai peringatan[3] bagi orang yang takut (kepada Allah),
4. [4]diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi,
5. (yaitu) Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas 'Arsy[5].
6. Milik-Nya-lah apa yang ada di langit, apa yang di bumi, apa yang ada di antara keduanya[6] dan apa yang ada di bawah tanah[7].
7. Dan jika engkau mengeraskan ucapanmu, sungguh, Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi[8].
8. [9](Dialah) Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik[10].
Ayat 9-16: Firman Allah Ta’ala kepada Nabi Musa ‘alaihis salam di lembah Thuwa, penekanan adanya kebangkitan dan bahwa manusia akan diberi balasan sesuai amalnya.
وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى (٩) إِذْ رَأَى نَارًا فَقَالَ لأهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِقَبَسٍ أَوْ أَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى (١٠)فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ يَا مُوسَى (١١) إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى (١٢) وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى (١٣)إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي (١٤) إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى (١٥) فَلا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى (١٦
Terjemah Surat Thaha Ayat 9-16
9. [11]Dan apakah telah sampai kepadamu kisah Musa[12]?
10. Ketika dia (Musa) melihat api[13], lalu dia berkata kepada keluarganya[14], "Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit nyala api kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu[15].”
11. Maka ketika dia mendatanginya (ke tempat api itu)[16] dia dipanggil, "Wahai Musa!
12. [17]Sungguh, Aku adalah Tuhanmu, maka lepaskan kedua terompahmu. Karena sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci[18], Thuwa.
13. Dan Aku telah memilih engkau[19], maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu)[20].
14. Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah Aku[21] dan laksanakanlah shalat[22] untuk mengingat Aku[23].
15. Sungguh, hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya)[24] agar setiap orang dibalas sesuai dengan apa yang dia usahakan.
16. Maka janganlah engkau dipalingkan dari (kiamat itu) oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan mengikuti keinginannya[25], yang menyebabkan engkau binasa[26].”
KANDUNGAN AYAT :
[1] Thaha termasuk huruf-huruf potongan yang biasa berada di awal surat seperti alif lam mim, alim laam raa, dsb. namun bukan nama bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
[2] Maksud diturunkan Al Qur’an dan ditetapkan syari’at bukanlah agar engkau kesusahan. Al Qur’an dan syariat yang ditetapkan Yang Maha Pengasih adalah agar seseorang memperoleh kebahagiaan dan keberuntungan, Dia memudahkan semua jalan yang menuju ke arah sana dan menjadikannya makanan bagi ruh dan hati, yang jika berhadapan dengan fitrah yang masih selamat dan akal yang sehat niscaya akan menerima dan tunduk kepadanya karena kandungannya yang berisi kebaikan di dunia dan akhirat.
[3] Yakni agar orang yang takut kepada Allah ingat dan sadar, di mana dengan mengingat targhib (dorongan) yang disebutkan di dalamnya ia dapat mencapai harapan yang utama, dan dengan mengingat tarhib (ancaman kerugian dan kesengsaraan) ia dapat menjauhinya, dan ia pun ingat hukum-hukum syar’i secara rinci yang sebelumnya tergambar secara garis besar di akalnya, lalu sesuailah hukum-hukum yang disebutkan secara rinci itu dengan apa yang diperolehnya dalam fitrah dan akalnya. Oleh karena itu, Allah menamai Al Qur’an dengan tadzkirah (pengingat), di mana ia merupakan pengingat hal yang telah ada, hanyasaja kebanyakan manusia lalai darinya. Namun pengingat ini dikhususkan bagi orang-orang yang takut kepada Allah, karena selain mereka tidak dapat mengambil manfaat darinya, dan bagaimana mungkin orang yang tidak beriman kepada surga dan neraka dapat mengambil manfaat darinya, demikian pula orang yang di hatinya tidak ada rasa takut kepada Allah?
[4] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keagungan Al Qur’an, bahwa ia turun dari Pencipta langit dan bumi yang mengatur semua makhluk. Oleh karena itu, sudah seharusnya diterima, dicintai, dan diikuti serta dimuliakan dengan sebenar-benarnya.
[5] Bersemayam di atas 'Arsy adalah salah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan keagungan-Nya. ‘Arsy adalah makhluk yang paling tinggi, paling besar dan paling luas.
* Dan pada enam tempat dalam Al Qur`an, Allah berfirman:
ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِ
Berkata Abul ‘Aliyah: اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِ artinya إِرْتِفَاعٌ (di atas) dan berkata Mujahid اسْتَوٰى artinya عَلاَ (di atas). (LihatFathul Bary 13/403-406)
[6] Seperti malaikat, manusia, jin, hewan, benda mati, dan tumbuhan.
[9] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menetapkan kesempurnaan-Nya yang mutlak dengan meratanya ciptaan-Nya, meratanya perintah dan larangan-Nya, meratanya rahmat-Nya, besarnya keagungan-Nya, tingginya Dia di atas ‘arsy-Nya. Meratanya kerajaan-Nya, dan merata pula ilmu-Nya kepada segala sesuatu, maka yang demikian menghasilkan kesimpulan, bahwa Dialah yang berhak untuk diibadahi, dan bahwa beribadah kepada-Nya adalah hak (benar) yang sesuai dengan syara’, akal, dan fitrah, sedangkan beribadah kepada selain-Nya adalah batil.[15] Yakni yang menunjukkan jalan kepada Beliau, di mana Beliau telah tersesat jalan karena gelapnya malam. Ketika itu yang Beliau cari adalah cahaya atau api hissiy (konkret) dan hidayah hissiy, yakni cahaya atau api dalam arti yang menghangatkan badan Beliau dan menerangi jalan dan yang akan mengarahkan jalan kepada Beliau, namun ternyata yang Beliau dapatkan adalah cahaya maknawi, yaitu cahaya wahyu yang dengannya ruh dan hati bersinar, hidayah hakiki, yakni hidayah kepada jalan yang lurus yang dapat menyampaikan ke surga. Beliau memperoleh sesuatu yang di luar perkiraannya.
[10] Saking indahnya, nama-nama tersebut seluruhnya menunjukkan pantasnya Dia mendapat pujian, di mana tidak ada satu pun nama kecuali menunjukkan keberhakan-Nya dipuji. Demikian pula saking indahnya, nama-nama tersebut tidak hanya sekedar nama, tetapi nama sekaligus sifat-Nya. Saking indahnya pula, nama-nama tersebut menunjukkan sifat-sifat yang sempurna, dan bahwa dari setiap sifat, Dia memiliki sifat yang paling sempurna, paling merata dan paling agung. Saking indahnya pula, Dia menyuruh hamba-hamba-Nya berdoa dengannya, di mana ia termasuk sarana yang dapat mendekatkan diri kepadanya lagi dicintai-Nya, Dia mencintai orang-orang yang mencintai nama-nama itu, mencintai orang yang menghapalnya, mencintai orang yang menggali kandungannya dan beribadah kepada-Nya dengan nama-nama itu.
[11] Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pertanyaan sebagai taqrir (penetapan) dan ta’zhim (pengagungan) terhadap kisah itu.
[13] Saat itu, Musa ‘alaihis salam sedang berjalan dari Madyan menuju Mesir, namun Beliau salah jalan, Beliau merasakan kedinginan dan tidak memiliki sesuatu untuk menghangatkan badannya.
[16] Api itu dilihatnya dari jauh, ia pada hakikatnya adalah cahaya, namun ia merupakan api yang membakar dan menyinari. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
« إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَنَامُ وَلاَ يَنْبَغِى لَهُ أَنْ يَنَامَ يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ حِجَابُهُ النُّورُ - وَفِى رِوَايَةِ أَبِى بَكْرٍ النَّارُ - لَوْ كَشَفَهُ لأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ » .
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak tidur dan tidak patut bagi-Nya untuk tidur. Dia menurunkan timbangan dan mengangkatnya. Diangkat kepada-Nya amal yang dilakukan pada malam hari sebelum amal yang dilakukan pada siang hari, dan amal yang dilakukan di siang hari sebelum amal yang dilakukan di malam hari. Hijab (tirai)-Nya adalah cahaya –dalam riwayat Abu Bakar, “adalah api.”- jika dibuka tirai itu tentu cahaya dan keagungan wajah-Nya akan membakar makhluk yang dilihat-Nya (yakni semua makhluk-Nya).” (HR. Muslim)
[17] Allah memberitahukan kepadanya, bahwa Dia adalah Tuhannya, dan Dia memerintahkan Musa untuk bersiap-siap bermunajat dengan-Nya serta serius memperhatikannya dan melepas sandalnya karena sedang berada di lembah suci Thuwa. Kalau sekiranya tidak ada penyucian dari-Nya tetapi hanya sebagai tempat yang dipilih Allah untuk bermunajat dengan Musa, maka yang demikian cukup sebagai keutamaannya. Banyak para mufassir berkata, “Sesungguhnya Allah memerintahkan Musa melepas kedua sandalnya, karena keduanya terbuat dari kulit keledai.” Wallahu a’lam.
[18] Bisa juga diartikan “yang diberkahi.”
[19] Di antara kaummu. Hal ini merupakan nikmat besar yang diberikan Allah kepadanya yang menghendaki untuk disyukuri.
[20] Karena ia merupakan dasar agama dan penopang dakwah Islamiyyah.
[21] Yakni dengan mengarahkan semua ibadah yang nampak maupun tersembunyi, yang dasar maupun yang cabang.
[22] Disebutkan shalat meskipun ia termasuk ke dalam ibadah, karena kelebihan dan keistimewaannya dan karena di dalamnya terdapat ibadah hati, lisan dan anggota badan.
[23] Yang demikian, karena tanpa mengingat-Nya, maka akan hilang semua kebaikan, maka Allah mensyariatkan berbagai ibadah yang tujuannya adalah untuk mengingat-Nya, terutama shalat. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Terj. Al ‘Ankabut: 45) Yakni shalat yang di sana terdapat dzikrullah itu lebih besar dari sekedar dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.
[24] Dia memberitahukan kedekatannya dan menunjukkan tanda-tandanya. Namun tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya selain Dia, malaikat yang didekatkan dan nabi yang diutus tidaklah mengetahuinya. Hikmah adanya kiamat adalah agar amal manusia selama di dunia diberikan balasan dan agar keadilan tegak seperti yang dijelaskan pada lanjutan ayatnya.
[25] Di mana ia berusaha menyebarkan keragu-raguan tentang kedatangan kiamat dan membantahnya dengan kebatilan, menegakkan syubhat semampunya, mengikuti hawa nafsunya dan tidak ada niat untuk mencari yang hak, bahkan harapan paling sedikitnya adalah mengikuti hawa nafsunya. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap orang yang seperti ini keadaannya atau jangan sampai menerima sedikit pun perkataan dan perbuatannya yang memalingkan dari beriman kepada kiamat. Allah memperingatkan terhadap orang seperti ini, karena ia termasuk yang perlu diwaspadai bisikannya, mengingat jiwa manusia yang suka ikut-ikutan. Dalam ayat ini terdapat peringatan dan isyarat agar waspada terhadap semua penyeru kepada kebatilan, yang menghalangi dari beriman yang wajib atau menghalangi kesempurnaannya atau menaruh syubhat di hatinya, dan dari melihat buku-buku yang berisi seperti itu.
[26] Jika engkau mengikuti jalannya.
0 Response to "Tafsir Thaha Ayat 1-16"
Post a Comment