Ayat 23-26: Perintah agar tidak bersumpah untuk meninggalkan perbuatan yang baik, bersihnya wanita salihah, dan bahwa balasan disesuaikan dengan ukuran amalan.
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (٢٣) يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٢٤) يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللَّهُ دِينَهُمُ الْحَقَّ وَيَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ الْمُبِينُ (٢٥) الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (٢٦
Terjemah Surat An Nur Ayat 23-26
23. [1]Sungguh, orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan baik-baik, yang lengah[2] lagi beriman (dengan tuduhan berzina), mereka dilaknat di dunia dan di akhirat[3], dan mereka akan mendapat azab yang besar[4],
[1] Selanjutnya Allah menyebutkan ancaman kepada mereka yang menuduh wanita mukminah yang baik melakukan zina.
[2]
Yang dimaksud dengan wanita-wanita yang lengah ialah wanita-wanita yang
tidak teringat meskipun sekali melakukan perbuatan yang keji itu. Hal
ini menunjukkan kebersihan dirinya.
[3] Adanya laknat terhadap suatu perbuatan menunjukkan bahwa perbuatan itu dosa besar.
[4] Di samping laknat di dunia dan akhirat.
24. Pada hari[5], (ketika) lidah, tangan dan kaki[6] mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
[5] Yaitu hari kiamat.
[6] Anggota badan ini akan dijadikan dapat berbicara oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
25. Pada hari itu, Allah menyempurnakan balasan yang sebenarnya bagi mereka[7], dan mereka tahu bahwa Allah Mahabenar[8] lagi Maha Menjelaskan.
[7] Mereka mendapatkan balasannya secara sempurna yang merupakan keadilan Allah.
[8]
Sifat-sifat-Nya yang agung adalah benar, perbuatan-Nya benar, beribadah
hanya kepada-Nya adalah benar, pertemuan dengan-Nya adalah benar, janji
dan ancaman-Nya dalah benar, syari’at-Nya adalah benar, balasan-Nya
adalah benar. Oleh karena itu, tidak ada satu pun kebenaran kecuali pada
Allah dan berasal dari Allah.
26. Perempuan-perempuan yang keji[9] untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik[10], dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu[11] bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan[12] dan rezeki yang mulia (surga)[13].
[9] Demikian pula ucapan dan perbuatan yang keji.
[10]
Oleh karena itulah, manusia-manusia mulia seperti para nabi dan rasul
tidak ada yang menjadi pendamping hidupnya kecuali wanita-wanita yang
baik, dan bahwa mencela istrinya sama saja mencela Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Inilah maksud kaum munafik, mereka cela istrinya,
agar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terkena celaan pula, padahal
dengan keadaannya sebagai istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah
dapat diketahui kesuciannya.
[11] Seperti ‘Aisyah radhiyallahu 'anha dan termasuk pula wanita mukminah yang baik lagi lengah.
[12] Yang menghapuskan semua dosa.
[13]
Ayat ini menunjukkan kesucian 'Aisyah radhiyallahu 'anhu. Rasulullah
adalah orang yang paling baik, maka sudah pasti wanita yang baik pula
yang menjadi istri beliau.
Ayat 27-31: Beberapa adab yang dapat menjaga jiwa, kehormatan, memelihara keluarga dan masyarakat seperti adab meminta izin, kehormatan rumah, hijab, menjaga pandangan dan lain-lain.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (٢٧) فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (٢٨) لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ (٢٩) قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٣١
Terjemah Surat An Nur Ayat 27-31
27. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin[14] dan memberi salam kepada penghuninya[15]. Yang demikian itu lebih baik bagimu[16], agar kamu (selalu) ingat.
[14]
Karena jika tidak meminta izin terdapat banyak mafsadat, di antaranya
dapat melihat aurat yang ada dalam rumah, karena rumah merupakan aurat
bagi seseorang seperti halnya pakaian yang menjadi penutup bagi
auratnya. Di samping itu, tanpa meminta izin dapat menimbulkan keraguan,
tuduhan buruk terhadapnya sebagai pencuri misalnya, dsb. Hal itu,
karena masuk secara diam-diam menunjukka keburukan. Allah sebut meminta
izin dengan isti’nas, karena dengan meminta izin, maka akan membuat
nyaman penghuni rumah setelah merasakan ketidaknyamanan.
[15] Yaitu dengan mengucapkan, “As Salaamu ‘alaikum, bolehkah saya masuk?”
[16] Daripada masuk tanpa meminta izin, karena yang demikian menunjukkan akhlak yang mulia.
28. Dan jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya[17], maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin[18]. Dan jika dikatakan kepadamu, "Kembalilah[19]!” Maka hendaklah kamu kembali[20]. itu lebih suci bagimu[21], dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan[22].
[17] Yang memberi izin kepadamu untuk masuk.
[18] Hal ini menunjukkan haramnya masuk tanpa meminta izin pada rumah yang berpenghuni.
[19] Setelah meminta izin.
[20]
Yakni janganlah kamu enggan untuk kembali dan jangan pula marah
karenanya, karena pemilik rumah tidak menghalangi hak kamu yang wajib
dipenuhi, ia hanya bertabarru’ (memberikan kesediaan), jika dia
menghendaki, dia bisa mengizinkan dan jika tidak, maka dia boleh tidak
mengizinkan. Oleh karena itu, janganlah kamu malah merasa sombong dengan
menolak untuk kembali. Sa’id bin Jubair berkata tentang ayat tersebut,
“Janganlah kamu berdiri (terus) di depan pintu manusia.”
[21] Yakni lebih menyucikan kamu dari keburukan dan membina kamu di atas kebaikan.
[22] Oleh karena itu, Dia akan memberikan balasan kepada kamu.
29. Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak dihuni[23], yang di dalamnya ada kepentingan kamu; Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan[24].
[23] Seperti rumah-rumah (pos-pos) penjagaan, rumah yang disewakan, rumah-rumah untuk tamu, dan rumah-rumah ibnussabil.
[24]
Seperti keinginan untuk masuk ke rumah tidak berpenghuni karena tujuan
baik atau mubah. Allah mengetahui semua keadaan kita, baik yang nampak
maupun yang tersembunyi, oleh karenanya Dia mensyariatkan kepada kita
semua yang kita butuhkan berupa hukum-hukum syar’i.
30. Katakanlah kepada laki-laki yang beriman[25], "Agar mereka menjaga pandangannya[26], dan memelihara kemaluannya[27]; yang demikian itu[28] lebih suci bagi mereka[29]. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat[30].”
[25]
Yakni bimbinglah orang-orang yang beriman, dan katakanlah kepada mereka
yang memiliki iman agar iman mereka terpelihara dan sempurna.
[26]
Dari melihat yang haram dilihat, seperti memandang wanita-wanita asing,
memandang sesuatu yang dikhawatirkan timbul fitnah dan memandang
perhiasan dunia yang dapat menggoda hatinya.
[27] Dari yang haram, seperti zina.
[28] Yani menjaga pandangan dan kemaluannya.
[29]
Syaikh As Sa’diy berkata, “(Yakni) lebih suci, lebih baik dan lebih
mengembangkan amal mereka, karena barang siapa yang menjaga kemaluan dan
pandangannya, maka ia akan bersih dari kotoran yang menodai para pelaku
perbuatan keji, dan amalnya pun akan bersih disebabkan meninggalkan hal
yang haram yang diiinginkan hawa nafsu dan didorong olehnya. Barang
siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan
menggantinya dengan yang lebih baik darinya. Oleh karena itu, barang
siapa yang menundukkan pandangannya dari yang haram, maka Allah akan
menyinari bashirahnya (mata hatinya), dan lagi karena seorang hamba
apabila menjaga kemaluan dan pandangannya dari yang haram serta
pengantarnya meskipun ada dorongan syahwat kepadanya, maka tentu ia
dapat menjaga yang lain. Oleh karena itulah Allah sebut sebagai
penjagaan. Sesuatu yang dijaga jika penjaganya tidak berusaha mengawasi
dan memeliharanya dan tidak melakukan sebab yang dapat membuatnya
terjaga, maka sesuatu itu tidak akan terjaga. Demikian pula pandangan
dan kemaluan, jika seorang hamba tidak berusaha menjaga keduanya, maka
keduanya dapat menjatuhkannya ke dalam cobaan dan ujian. Perhatikanlah
bagaimana Allah memerintahkan menjaga kemaluan secara mutlak, karena ia
tidak diperbolehkan dalam salah satu di antara sekian keadaan, adapun
pandangan, Dia berfirman, “Yaghuddhuu min abshaarihim (Agar mereka
menundukkan pandangan).” Menggunakan huruf “min” yang menunjukkan
sebagian, karena dibolehkan memandang dalam sebagian keadaan karena
dibutuhkan, seperti melihatnya saksi, melihatnya pelaku, melihatnya
seorang pelamar, dsb. Selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala
mengingatkan kepada mereka pengetahuan-Nya terhadap amal mereka agar
mereka berusaha menjaga diri mereka dari hal-hal yang diharamkan.”
[30] Oleh karena itu, Dia akan memberikan balasan terhadapnya.
@ Allah perintahkan untuk menjaga kemaluan sebagaimana Allah perintahkan untuk menjaga pandangan yang merupakan pengantar ke arah itu.
31. [31]Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, "Agar mereka menjaga pandangannya[32], dan memelihara kemaluannya[33], dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya)[34], kecuali yang (biasa) terlihat[35]. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya[36], dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya)[37], kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka[38], atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka[39], atau saudara-saudara laki-laki mereka[40], atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka[41], atau para perempuan (sesama Islam) mereka[42], atau hamba sahaya yang mereka miliki[43], atau para pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan)[44], atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan[45]. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya[46] agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan[47]. [48]Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah[49], wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung[50].
[31] Setelah Allah memerintahkan kaum mukmin menjaga pandangan dan kemaluan, maka Dia memerintahkan kaum mukminat menjaga pula pandangan dan kemaluannya.
[32] Dari yang haram dilihat, seperti memandang laki-laki dengan syahwat.
[33] Dari yang haram.
[34] Menurut Syaikh As Sa’diy, seperti pakaian yang indah, perhiasan dan semua badan.
[35] Ulama memiliki beberapa penafsiran tentang ayat “kecuali yang (biasa) terlihat”, sbb:
- Ada yang menafsirkan “kecuali perhiasan yang tampak tanpa disengaja”
- Ada juga yang menafsirkan bahwa perhiasan yang tampak itu adalah pakaian.
- Ada juga yang menafsirkan perhiasan yang biasa tampak itu adalah celak, cincin, pacar di jari tangan dsb., yakni yang tidak mungkin ditutupi.
- Ada pula yang menafsirkan dengan, muka dan telapak tangannya jika tidak dikhawatirkan fitnah menurut salah satu di antara dua pendapat ulama, sedangkan menurut pendapat yang lain, bahwa muka haram dibuka karena ia tempat fitnah.
[36] Sehingga menutupi kepala, leher dan dada.
[37] Yang tersembunyi, yaitu selain muka dan telapak tangan.
[38] Dan seterusnya ke atas.
[39] Dan seterusnya ke bawah.
[40] Sekandung, sebapak atau seibu.
[41] Ini semua adalah mahram wanita, boleh bagi wanita menampakkan perhiasannya, akan tetapi tanpa bertabarruj. (Mahram bagi wanita adalah laki-laki yang boleh memandangnya, berduaan dan bepergian bersamanya).
Tidak disebutkan paman dari pihak bapak (‘amm) juga dari pihak ibu (khaal) karena bila wanita terbuka di hadapan mereka dikhawatirkan mereka mensifatinya kepada anak-anaknya. Namun jumhur ulama berpendapat bahwa paman (baik dari pihak ayah maupun ibu) termasuk mahram seperti mahram lainnya meskipun tidak disebutkan pada ayat di atas. Termasuk juga mahram dari sepersusuan.
Al Qurthubiy berkata, “Tingkatan para mahram berbeda-beda satu sama lain ditinjau dari segi pribadi secara manusiawi. Tidak diragukan lagi, keterbukaan seorang wanita di hadapan bapak dan saudara laki-lakinya lebih terjamin atau terpelihara daripada keterbukaannya di hadapan anak suami (anak tiri). Karena itu batas aurat yang boleh terbuka di hadapan masing-masing mahram berbeda-beda pula.”Ada yang berpendapat bahwa mahram boleh melihat anggota-anggota tubuh wanita yang biasa tampak seperti anggota tubuh yang dibasuh ketika berwudhu’.Madzhab Maliki berpendapat bahwa aurat wanita di hadapan laki-laki mahram adalah sekujur tubuhnya kecuali muka dan ujung-ujung anggota tubuh seperti kepala, kuduk, dua tangan dan dua kaki. Adapun madzhab Hanbali, mereka berpendapat bahwa aurat wanita di hadapan laki-laki mahram adalah sekujur tubuhnya kecuali muka, kuduk, kepala, dua tangan, kaki dan betis.
Namun perlu diingat bahwa kebolehan melihat bagi mahram adalah bukan untuk bersenang-senang dan memuaskan nafsu. Sedangkan kepada suami maka tidak ada batasan aurat sama sekali, baik suami maupun isteri boleh melihat seluruh tubuh pasangannya.
[42] ulama tidak berbeda pendapat tentang aurat wanita di hadapan sesama wanita, yakni tidak haram bagi wanita muslimah tubuhnya terbuka di hadapan sesamanya kecuali bagian antara pusat dan lutut. Wanita di ayat tersebut adalah wanita muslimah, adapun wanita kafir tidak termasuk, karena mereka tidak memiliki aturan haramnya mensifati wanita kepada laki-laki mereka. Sedangkan wanita muslimah mengetahui bahwa mensifati wanita muslimah lain ke laki-laki adalah haram.
[43] Oleh karena itu, budak apabila seluruh dirinya adalah milik seorang wanita, maka ia boleh melihat tuan putrinya itu selama tuan putrinya memiliki dirinya semua, jika kepemilikan hilang atau hanya sebagian saja, maka tidak boleh dilihat, demikian menurut Syaikh As Sa’diy.
[44] Di mana ia tidak berhasrat kepada wanita baik di hatinya maupun di farjinya, disebabkan cacat akal atau fisik seperti karena tua, banci maupun impotensi (lemah syahwat)
[45] Adapun jika anak-anak itu sudah mendekati baligh, di mana ia sudah bisa membedakan antara wanita jelek dengan wanita cantik, maka hendaklah wanita tidak terbuka di hadapannya.
[46] Ke tanah atau lantai.
[47] Seperti gelang-gelang kaki.
[48] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan perintah-perintah yang bijaksana ini, dan sudah pasti seorang mukmin memiliki kekurangan sehingga tidak dapat melaksanakannya secara maksimal, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan mereka bertobat.
[49] Dari melihat sesuatu yang diharamkan dan dari dosa-dosa lainnya.
[50] Oleh karena itu, tidak ada cara lain agar seseorang dapat beruntung kecuali dengan tobat. Ayat ini menunjukkan bahwa setiap mukmin butuh bertobat, karena firman-Nya ini tertuju kepada semua mukmin, demikian pula terdapat anjuran agar ikhlas dalam bertobat, bukan karena riya’, sum’ah dan maksud-maksud duniawi lainnya.
0 Response to "Tafsir An Nur Ayat 23-31"
Post a Comment