Surah ke-23. 118 ayat. Makkiyyah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-11: Keberuntungan orang-orang mukmin, sifat-sifat yang menjadikan mereka beruntung dan masuk ke surga yang paling tinggi.
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (٣) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (٤)وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (٥) إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (٦) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (٧) وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (٨) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (٩) أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (١٠) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (١١
Terjemah Surat Al Mu’minun Ayat 1-11
1.[1]Sungguh beruntung[2] orang-orang yang beriman[3],
2. (yaitu) orang yang khusyu'[4] dalam shalatnya,
3. dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna[5],
4. dan orang yang menunaikan zakat[6],
5. dan orang yang memelihara kemaluannya[7],
6. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki[8]; maka sesungguhnya mereka tidak terceIa[9].
7. Tetapi barang siapa mencari di balik itu[10], maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas[11].
8. dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara[12] amanat-amanat[13] dan janjinya[14],
9. serta orang yang memelihara shalatnya[15].
10. Mereka itulah orang yang akan mewarisi,
11. (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus[16]. Mereka kekal di dalamnya[17].
KANDUNGAN AYAT :
[1] Ayat ini merupakan peninggian dari Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin, menyebutkan keberuntungan dan kebahagiaan mereka, dan menyebutkan sesuatu yang dapat menyampaikan mereka kepada keberuntungan, sekaligus mendorong manusia agar memiliki sifat-sifat itu. Oleh karena itu, hendaknya seorang hamba menimbang dirinya dengan ayat ini dan setelahnya, di mana dengannya mereka dapat mengetahui sejauh mana keimanan mereka, bertambah atau kurang, banyak atau sedikit.
[2] Yakni berbahagia, sukses dan berhasil mendapatkan apa yang diinginkan.
[3] Kepada Allah dan Rasul-Nya.
[4] Khusyu’ artinya hadirnya hati dan diamnya anggota badan. Khusyu’ merupakan ruhnya shalat, semakin besar kekhusyu’an seseorang, maka semakin besar pahalanya.
@ Allâh Subhanahu wa Ta’ala mensifati kaum Mukminin bahwa mereka khusyuk dalam shalat dan sebagai balasannya, Allâh memberikan kemenangan dan keberuntungan bagi mereka
[5] Yakni yang tidak ada kebaikan dan faedahnya. Jika perbuatan yang tidak berguna mereka jauhi, maka perbuatan yang haram lebih mereka jauhi lagi. Oleh karena itulah, apabila seseorang mampu mengendalikan anggota badan yang paling ringan digerakkan (lisan), maka sudah tentu dia dapat mengendalikan anggota badan yang lain, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal, “Maukah kamu aku beritahukan penopang semua itu?” Mu’adz berkata, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Jagalah ini.” Yakni lisanmu. Nah, orang-orang mukmin, karena sifat mereka yang terpuji, mereka jaga lisan mereka dari perkataan sia-sia dan hal-hal haram.
[6] Mereka berbuat ihsan dalam beribadah kepada Allah, yaitu dengan berbuat khusyu’ dan berbuat ihsan kepada manusia dengan membayar zakat.
[7] Dari yang haram, seperti zina, homoseksual, dsb. Menjaga kemaluan dapat menjadi sempurna ketika seseorang menjauhi semua yang dapat mendorong kepada zina, seperti memandang wanita, menyentuhnya, dsb.
Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ
“Bertakwalah pada Allah terhadap para wanita karena kalian telah mengambil mereka dengan perlindungan dari Allah, kalian telah meminta kehalalan kemaluan mereka dengan kalimat Allah.” (HR. Muslim no. 1218)
Dalil di atas menunjukkan bahwa asalnya kemaluan wanita diharamkan sampai dihalalkan dengan kalimat Allah, maksudnya adalah lewat akad nikah.
[8] Maksudnya, budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. Dalam peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan ini bukanlah suatu yang diwajibkan. Imam boleh melarang kebiasaan ini. Kata-kata, “Hamba sahaya yang mereka miliki” menunjukkan, bahwa untuk halalnya budak wanita harus dimiliki semua jasadnya. Oleh karena itu, jika ia hanya memiliki sebagiannya, maka belum halal, karena budak itu miliknya dan milik yang lain. Sebagaimana tidak boleh dua orang laki-laki berserikat (bersama-sama) menikahi seorang wanita, maka tidak boleh pula dua orang majikan berserikat (bersama-sama) terhadap seorang budak wanita.
[9] Karena Allah telah menghalalkannya.
[10] Maksudnya, selain istri dan budak.
[11] Keumuman ayat ini menunjukkan haramnya nikah mut’ah, karena wanita itu bukan istrinya yang hakiki yang maksudnya adalah tetap langgeng.
[12] Mereka berusaha melaksanakan dan memenuhinya.
[13] Baik amanah yang di dalamnya terdapat hak Allah maupun yang di dalamnya terdapat hak manusia. Apa yang Allah wajibkan kepada hamba merupakan amanah, sehingga seorang hamba wajib melaksanakannya, seperti shalat lima waktu, zakat, puasa di bulan Ramadhan, dsb. Sedangkan amanah yang di sana terdapat hak manusia adalah apa yang dipercayakan atau dibebankan mereka kepada kita, seperti menjaga harta yang mereka titipkan, melaksanakan tugas yang dibebankan mereka, dsb.
[14] Baik antara mereka dengan Allah, maupun antara mereka dengan sesamanya.
[15] Yakni pada waktunya. Mereka pelihara pula syarat dan rukunnya, yang wajibnya dan melakukan adab-adabnya. Allah memuji mereka karena shalat mereka yang khusyu’ dan karena mereka menjaganya, dengan demikian shalat mereka menjadi sempurna, karena tidak mungkin shalat seseorang sempurna, jika selalu memeliharanya namun tidak khusyu’ atau khusyu’ dalam shalatnya namun tidak memeliharanya.
[16] Yaitu surga yang paling tinggi, tengahnya dan yang paling utama. Bisa juga tertuju kepada semua surga sehingga mengena kepada semua kaum mukmin sesuai derajat dan martabat mereka.
[17] Mereka tidak ingin pindah daripadanya karena di dalamnya kebutuhan mereka terpenuhi dan mendapatkan semua kesenangan.
0 Response to "Tafsir Al Mu’minun Ayat 1-11"
Post a Comment