Surah ke-62. 11 ayat. Madaniyyah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-4: Penyucian dan pengagungan bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan bahwa pengutusan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah karunia Allah kepada umat manusia.
يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ (١) هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ (٢) وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٣) ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (٤)
Terjemah Surat Al Jumu’ah Ayat 1-4
1. Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah[1]. Maharaja, Yang Mahasuci[2], Yang Mahaperkasa[3] lagi Mahabijaksana[4].
2. Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf[5] dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka[6] dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata[7],
3. dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka[8]. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana[9].
4. Demikianlah karunia Allah, yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki[10]; dan Allah memiliki karunia yang besar.
Ayat 5-8: Peringatan kepada umat Islam agar jangan seperti orang Yahudi yang tidak mengamalkan isi kitabnya, dan bagaimana mereka (orang-orang Yahudi) menyimpang dari syariat Allah serta memiliki cinta yang berlebihan kepada dunia dan takut mati.
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (٥) قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (٦) وَلا يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ (٧) قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (٨)
Terjemah Surat Al Jumu’ah Ayat 5-8
5. [11]Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat[12], kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya)[13] adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal[14]. Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah[15]. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim[16].
6. [17]Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang yang Yahudi! Jika kamu mengira bahwa kamulah kekasih Allah bukan orang-orang yang lain, maka harapkanlah kematianmu[18], jika kamu orang yang benar[19].”
7. Dan mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selamanya[20] disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri[21]. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim[22].
8. Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan[23]."
Ayat 9-11: Beberapa hukum yang berhubungan dengan shalat Jum’at, seruan kepada kaum mukmin agar bersegera kepadanya dan peringatan kepada mereka agar tidak tersibukkan oleh perniagaan dan permainan.
Terjemah Surat Al Jumu’ah Ayat 9-11
9. [24]Wahai orang-orang yang beriman! Apabila diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum'at, maka segeralah kamu mengingat Allah[25] dan tinggalkanlah jual beli[26]. Yang demikian itu lebih baik bagimu[27] jika kamu mengetahui[28].
10. Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi[29]; carilah karunia Allah [30]dan ingatlah Allah banyak-banyak[31] agar kamu beruntung[32].
11. [33]Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah, "Apa yang di sisi Allah[34] lebih baik daripada permainan dan perdagangan[35],” dan Allah pemberi rezeki yang terbaik[36].
[1] Semua yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah, tunduk kepada perintah-Nya dan beribadah kepada-Nya karena Dia Maharaja, dimana milik-Nya alam bagian atas maupun bawah, semua milik-Nya dan di bawah pengaturan-Nya.
[2] Dari apa yang tidak layak bagi-Nya dan dari segala kekurangan.
[3] Yang menundukkan segala sesuatu.
[4] Dalam ciptaan dan perintah-Nya.
Sifat-sifat agung yang disebutkan dalam ayat ini mengajak untuk beribadah kepada Allah saja; tidak ada sekutu bagi-Nya.
[5] Yaitu bangsa Arab, dimana mereka tidak kenal baca-tulis. Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberikan nikmat kepada mereka dengan nikmat yang sangat besar daripada nikmat-Nya kepada selain mereka, karena mereka sebelumnya tidak berilmu dan tidak di atas kebaikan, bahkan mereka berada di atas kesesatan yang nyata; mereka menyembah patung, batu dan pepohonan serta berakhak dengan akhlak binatang, dimana yang kuat memakan yang lemah, bahkan mereka berada dalam kebodohan yang dalam terhadap ilmu para nabi, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengutus seorang rasul dari kalangan mereka sendiri yang mereka ketahui nasabnya, sifat-sifatnya yang baik, amanahnya dan kejujurannya dan Dia turunkan kepadanya kitab-Nya.
[6] Dari syirk. Atau mendorong mereka berakhlak mulia dan mencegah mereka dari akhlak yang buruk. Oleh karena itu, pengutusan rasul kepada mereka adalah nikmat yang paling besar dan paling agung yang dikaruniakan Allah kepada mereka.
Ayat ini juga sebagai dasar pijakan dalam dakwah tashfiyah wa tarbiyah (membersihkan umat dari segala yang bukan dari Islam dan mendidik umat di atas ajaran Islam yang murni).
[7] Oleh karena itu, setelah ta’lim (pengajaran) dan pembersihan ini mereka (para sahabat) menjadi manusia yang berilmu, bahkan menjadi imam dalam ilmu dan agama, sempurna akhlaknya, paling baik petunjuk dan jalannya. Di samping itu, mereka juga dijadikan standar yang benar oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam beragama ketika terjadi perselisihan di zaman setelah Beliau sebagaimana sabdanya:
، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Karena barang siapa yang hidup di antara kamu (setelah ini), maka ia akan menyaksikan banyaknya perselisihan. Hendaklah kamu berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan geraham, dan jauhilah perkara yang diada-adakan, karena semua perkara bid’ah adalah sesat.“ (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dia berkata, "Hasan shahih.")
[8] Allah Subhaanahu wa Ta'aala juga memberikan nikmat kepada kaum yang lain selain orang-orang Arab yang datang setelah mereka, dan dari kalangan Ahli Kitab yang belum berhubungan dengan mereka sehingga mereka beriman juga. Bisa juga maksudnya, bahwa mereka belum berhubungan dengan mereka dalam hal keutamaan (belum sampai seperti mereka dalam keutamaan). Dan bisa juga maksudnya, bahwa mereka belum berhubungan dengan mereka dalam hal waktu. Singkatnya, semua makna itu adalah benar, karena mereka yang mendapat kiriman rasul oleh Allah menyaksikan Rasul tersebut dan mengikuti dakwahnya, maka mereka memperoleh keutamaan dan kelebihan yang tidak dicapai oleh yang lain.
[9] Di antara keperkasaan dan kebijaksanaan-Nya adalah Dia tidak membiarkan hamba-hamba-Nya begitu saja, bahkan Dia mengutus rasul kepada mereka, memerintah dan melarang. Yang demikian termasuk karunia Allah yang besar yang Dia berikan kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki, bahkan yang demikian merupakan nikmat-Nya yang paling besar daripada nikmat sehat, rezeki dan nikmat-nikmat duniawi lainnya. Oleh karena itu, tidak ada nikmat yang lebih besar daripada nikmat agama, karena di sanalah letak keberuntungan dan kebahagiaan yang abadi.
[10] Yaitu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang disebutkan bersamanya.
[11] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan nikmat-Nya kepada umat ini, dimana Dia telah mengutus kepada mereka nabi yang ummi (buta huruf) dan telah melebihkan mereka dengan berbagai kelebihan dan keutamaan yang tidak dicapai oleh seorang pun, padahal mereka adalah ummat yang ummi tetapi bisa mengalahkan generasi terdahulu dan yang akan datang, bahkan mengalahkan Ahli Kitab yang menganggap bahwa mereka adalah para ulama rabbani dan para pendeta yang senior, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala sebutkan bahwa orang-orang yang Allah bebankan kepada mereka kitab Taurat yaitu orang-orang Yahudi, demikian pula orang-orang Nasrani yang Allah bebankan kepada mereka kitab Injil, Dia memerintahkan mereka untuk mempelajari dan mengamalkannya, namun mereka tidak mengamalkannya, maka sesungguhnya mereka tidak memiliki keutamaan apa-apa, bahkan perumpamaan mereka adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab tebal di punggungnya, dimana keledai-keledai itu tidak dapat mengambil faedah dari kitab-kitab itu. Apakah mereka akan mendapatkan keutamaan hanya karena memikul kitab-kitab ilmu ataukah yang mereka dapatkan hanya ‘memikul saja’? Seperti inilah keadaan para ulama Yahudi yang tidak mengamalkan Taurat, yang di antara isinya adalah perintah mengikuti Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kabar gembira tentang kedatangannya dan beriman kepada apa yang dibawanya berupa Al Qur’an. Bukankah yang didapat oleh orang yang seperti ini keadaannya hanyalah kekecewaan, kerugian, dan penegakkan hujjah terhadapnya? Perumpamaan ini sangat sesuai dengan keadaan mereka.
[12] Yakni mengamalkannya.
[13] Maksudnya, tidak mengamalkan isinya, antara lain tidak membenarkan kedatangan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
[14] Dalam hal tidak bermanfaatnya kitab-kitab itu baginya.
[15] Yang menunjukkan kebenaran Rasul kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan apa yang dibawanya.
[16] Dia tidak akan memberi petunjuk kepada hal yang bermaslahat bagi mereka selama sifat zalim dan keras kepala masih melekat pada mereka.
[17] Di antara kezaliman orang-orang Yahudi dan keras kepalanya mereka adalah bahwa mereka sudah tahu berada di atas kebatilan namun menyangka di atas kebenaran dan menganggap bahwa diri mereka adalah para wali Allah. Oleh karena itu, Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk mengatakan sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas.
[18] Karena wali Allah itu lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Ini adalah perintah yang ringan, karena jika mereka mengetahui bahwa mereka berada di atas kebenaran, tentu mereka tidak akan mundur terhadap tantangan ini yang Allah jadikan sebagai dalil atau bukti terhadap kebenarannya.
[19] Bahwa kamu adalah para wali Allah dan bahwa kamu berada di atas kebenaran.
[20] Oleh karena mereka tidak berani melakukannya maka dapat diketahui secara pasti bahwa mereka mengetahui berada di atas kebatilan. Namun demikian, meskipun mereka tidak suka kepada kematian bahkan berusaha melarikan diri darinya, tetapi kematian itu akan datang menimpa mereka sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.
[21] Seperti kafirnya mereka kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
[22] Oleh karena itu, tidak samar bagi-Nya sedikit pun kezaliman mereka.
[23] Yang baik maupun yang buruk.
[24] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk menghadiri shalat Jum’at dan bersegera kepadanya. Maksud bersegera di sini adalah bukan pergi dengan buru-buru, tetapi memperhatikannya dan menjadikannya di atas kesibukan yang lain.
[25] Yaitu melaksanakan shalat Jum’at.
[26] Maksudnya,apabila imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum'at, maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalkan semua pekerjaannya.
[27] Daripada sibuk berjual-beli.
[28] Bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal, dan bahwa barang siapa yang mengutamakan dunia di atas akhirat, maka sesungguhnya ia telah rugi dengan kerugian yang hakiki.
[29] Perintah setelah larangan menunjukkan mubah, yakni silahkan bertebaran lagi di bumi untuk mencari rezeki.
[30] Oleh karena kesibukan untuk bekerja dan berdagang biasanya membuat lalai dari mengingat Allah, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan untuk banyak mengingat-Nya.
[31] Baik ketika berdiri, duduk maupun berbaring.
[32] Karena banyak berdzikr merupakan sebab terbesar untuk beruntung.
[33] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Jabir bin Abdullah ia berkata, “Ketika kami shalat (Jum’at) bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba datang rombongan yang membawa bahan makanan, lalu mereka menoleh kepadanya sehingga tidak ada yang tersisa bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali dua belas orang, maka turunlah ayat ini, “Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhutbah)…dst.” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim, Tirmidzi dan ia berkata, “Hadits ini hasan shahih,” diriwayatkan pula oleh Ahmad dan Ibnu Jarir).
Thabari meriwayatkan dengan sanad yang para perawinya adalah para perawi hadits shahih, demikian pula Abu ‘Uwanah dalam shahihnya sebagaimana dikatakan Al Haafizh dalam Al Fat-h juz 3 hal. 76 dari Jabir bin Abdullah ia berkata, “Wanita-wanita gadis apabila mereka menikah, maka mereka lewat dengan iringan tabuhan gendang dan seruling, dan mereka (sebagian kaum muslimin) meninggalkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan berdiri di atas mimbar dan pergi kepadanya, maka Allah menurunkan ayat, “Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya…dst.”
[34] Berupa balasan dan pahala untuk orang yang senantiasa melazimi kebaikan dan menyabarkan dirinya untuk beribadah kepada Tuhannya.
[35] Meskipun sebagian maksud mereka tercapai, namun sangat sedikit sekali dibanding kebaikan akhirat yang luput karena mengutamakannya.
[36] Sabar di atas ketaatan kepada Allah tidaklah menghilangkan rezeki, karena Allah sebaik-baik pemberi rezeki; barang siapa bertakwa kepada Allah, maka ia akan diberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
Dalam ayat ini terdapat beberapa faedah:
- Shalat Jum’at wajib bagi seluruh kaum muslimin, mereka juga wajib segera dan mengutamakannya di atas semua kesibukan mereka.
- Dua kali khutbah pada shalat Jum’at wajib dihadiri, karena kata ‘dzikr’ (mengingat Allah) ditafsirkan dengan dua khutbah.
- Disyariatkan mengumandangkan azan Jum’at.
- Larangan jual beli ketika azan Jum’at telah dikumandangkan. Yang demikian, karena hal itu dapat menghilangkan kewajiban dan melalaikan darinya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap perkara meskipun pada asalnya mubah, namun jika sampai melalaikan kewajiban, maka pada saat itu tidak diperbolehkan.
- Perintah untuk menghadiri dua khutbah Jum’at dan celaan bagi orang-orang yang tidak menghadirinya. Termasuk ke dalam bagian ini adalah wajibnya diam mendengarkan khutbah.
- Sepatutnya seorang hamba mendatangi ibadah kepada Allah meskipun ada dorongan dalam jiwa untuk mendatangi permainan, bisnis dan keinginan hawa nafsu serta mengingat kebaikan dan pahala yang Allah janjikan serta mengutamakan keridhaan-Nya daripada hawa nafsunya.
PENJELASAN AYAT 9-11
Allâh Azza wa Jalla memerintahkan para hambaNya kaum Mukminin untuk menghadiri shalat Jum'at, dan bersegera mendatanginya ketika panggilan adzan dikumandangkan. Yang dimaksud dengan { فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ = Bersegeralah kamu kepada mengingat Allâh, shalat Jum'at } adalah memperhatikannya dengan baik dan tidak sibuk sendiri diri dengan yang lain sehingga melalaikannya, bukan maksudnya berjalan cepat (berlari) untuk mendatanginya karena hal itu dilarang oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam saat seseorang mendatangi shalat. Adab mendatangi shalat adalah dengan tenang, tanpa tergesa-gesa. Inilah maksud bersegera untuk mendatangi shalat Jum'at di sini.
Adapun makna firman-Nya: { وَذَرُوا الْبَيْعَ = dan tinggalkanlah jual beli }, pengertiannya dalah tinggalkanlah jual-beli (terlebih dahulu) pada saat kalian diperintahkan untuk mendatangi shalat Jum'at. Apabila Allâh memerintahkan agar perniagaan ditinggalkan padahal merupakan aktifitas yang disukai dan kejar oleh manusia, maka tuntutan meninggalkan kesibukan lainnya lebih besar lagi.
Firman-Nya: { ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ = Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui} hakekat perkara-perkara (yang diperintahkan Allâh Azza wa Jalla) dan dampak positifnya. Kebaikan-kebaikan itu berupa mengikuti perintah Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, konsentrasi dengan kewajiban shalat Jum'at yang merupakan salah satu kewajiban yang penting, memperoleh kebaikan dan pahala dari shalat itu, balasan-balasan baik berupa kebaikan dan pahala yang ditetapkan oleh syariat atas tindakan bersegera mendatangi shalat Jum'at dan persiapan-persiapan yang dilakukan untuk itu. Selain itu, kebaikan dicapai karena dengan shalat Jum'at tersebut, orang akan meraih keutamaan-keutamaan dan jauh dari hal-hal yang rendah. Sebab di antara perbuatan rendahan, antusias seseorang untuk mengejar yang bersifat rendah (duniawi) dengan mengorbankankan kebaikan yang hakiki (ukhrawi).
Termasuk bentuk kebaikan yang jelas, orang yang mendahulukan perintah Allâh Azza wa Jalla dan mengutamakan perbuataan taat kepada-Nya di atas keinginan nafsunya. Ini jelas merupakan bukti keimanannya dan petunjuk inabahnya kepada Allâh Azza wa Jalla. barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allâh Azza wa Jalla , niscaya Allâh Azza wa Jalla akan mengganti yang lebih baik dari itu bagi dirinya . Dan barang siapa lebih mengutamakan memperturutkan hawa nafsunya di atas ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla , sungguh ia telah mengalami kerugian dalam agamanya yang akan diikuti oleh kerugian duniawi.
Perintah meninggalkan jual-beli ini hanya berlangsung sementara sampai shalat Jum'at selesai {فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ = Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi } untuk mencari penghasilan-penghasilan dengan cara yang diperbolehkahn. {وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ = Dan carilah karunia Allâh}: Maksudnya, seharusnya seorang Mukmin yang mendapatkan taufik, saat ia sibuk mencari penghidupan, hendaknya ia berniat agar hasilnya dapat membantu dirinya menjalankan kewajiban ibadah, dengan selalu mengharap pertolongan dari Allâh Azza wa Jalla dalam proses tersebut, mencari karunia dari-Nya, selalu menempatkan sikap raja` dan antusias besar terhadap karunia-Nya di depan matanya. Sebab bergantung kepada Allâh Azza wa Jalla dan 'haus' terhadap keutamaan dari-Nya termasuk bukti keimanan dan termasuk ibadah juga.
Lantaran aktifitas perdagangan sering kali melalaikan orang dari dzikrullâh, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan untuk banyak-banyak mengingat-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman : {وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ = Dan ingatlah Allâh banyak-banyak supaya kamu beruntung } : Yaitu saat kalian berdiri, duduk, dan dalam semua aktifitasmu serta seluruh kondisi yang meliputimu. Karena sesungguhnya dzikrullâh merupakan jalan menuju kesuksesan, yaitu teraihnya apa yang yang diidamkan (Jannah) dan selamat dari yang ditakuti (Neraka).
Dalam konteks ini, menjalin muamalah (jual-beli) dengan cara-cara yang baik dan bersikap luhur dengan sesama termasuk dzikrullâh,. Setiap hal yang mendekatkan kepada Allâh Azza wa Jalla termasuk dzikrullâh. Dan setiap perkara dimana seorang hamba mengharapkan pahala kepada Allâh Azza wa Jalla termasuk dzikrullâh,pula. Apabila seseorang tulus dalam muamalahnya yang baik, tidak menipu, sesungguhnya ia telah mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla , sebab Allâh Azza wa Jalla menyukai sikap ini, dan lantaran sikap ini menghindarkan seseorang dari perbuatan yang merugikan orang lain. Setiap kali memudahkan urusan orang dalam jual-beli dengannya, atau memudahkan pembayaran barang dagangan maupun pelunasan utang dan lainnya, itu termasuk perbuatan baik dan utama, dan termasuk dzikrullah.
Adapun firmanNya: {وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا "Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah)"}: Maksudnya, mereka meninggalkan engkau sendirian di masjid untuk mengejar perniagaan dan hal-hal yang melalaikan, mereka meninggalkan kebaikan yang sedang berlangsung. Sampai-sampai mereka meninggalkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam khutbah sendirian. Sikap itu mereka lakukan karena kebutuhan mereka yang mendesak terhadap kafilah dagang yang baru tiba di Madinah dan lantaran mereka belum tahu keburukan dan tercelanya tindakan tersebut.
Terkumpulnya dua perkara inilah yang membuat mereka bersikap demikian. Meskipun demikian, mereka tetap orang yang paling cinta kepada kebaikan dan paling semangat untuk mengambil petunjuk dari Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam dan paling besar penghormatan dan pengagungannya kepada beliau. Kondisi seharian mereka menjadi bukti tetsebut. Akan tetapi, seperti ungkapan pepatah, 'setiap kuda pernah tergelincir jatuh'. Kemudian apabila seorang hamba pernah terpeleset dengan berbuat kekeliruan, kemudian ia telah bertaubat, kembali kepada Allâh Azza wa Jalla dan Allâh mengampuni keteledoran itu dan menggantinya dengan kebaikan, maka ia tidak boleh dicela kembali.
Maka katakanlah kepada orang yang lebih suka permainan dan perniagaan, "Apa yang di sisi Allâh lebih baik daripada permainan dan perniagaan" . Bersabar dalam ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla tidak akan menghilangkan rezeki, karena sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla sebaik-baik pemberi rezeki. Barang siapa bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla , niscaya Allâh Azza wa Jalla memberinya rezeki dari tempat yang tidak ia sangka-sangka. Dan siapa saja lebih mengutamakan aktifitas perdagangannya dibandingkan melaksanakan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla , niscaya Allâh Azza wa Jalla tidak akan memberkahi usaha tersebut. Itu menjadi bukti kekosongan hatinya dari usaha mencari karunia dari Allâh Azza wa Jalla dan terputusnya hubungan hatinya dari Allâh Azza wa Jalla , dan hanya mengandalkan usaha pribadi semata. Ini merupakan perbuatan yang benar-benar buruk, hanya akan mendatangkan kerugian.
BEBERAPA PELAJARAN DARI AYAT:
1. Bahwa shalat Jum'at hukumnya wajib bagi kaum lelaki dari kalangan Mukminin. Mereka dituntut untuk bersegera mendatanginya dan memperhatikannnya dengan baik. Dan kebaikan-kebaikan yang ada dalam shalat Jum'at tidak bisa dibandingkan dengan kenikmatan duniawi apapun.
2. Disyariatkannya dua khutbah dalam shalat Jum'at, dan khatib berdiri saat khutbah. Karena firman Allâh : {فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ = Bersegeralah kamu kepada mengingat Allâh } mencakup bersegera mendangi shalat Jum'at dan menyimak khutbah juga. Sebab Allâh Azza wa Jalla mencela orang-orang yang beranjak pergi dari menyimak khutbah.
3. Disyariatkannya adzan Jum'at
4. Larangan berjual-beli setelah adzan Jum'at dikumandangkan.
5. Penetapan kaedah hukum wasilah (sarana, sesuatu) sesuai dengan tujuannya. Jual-beli pada dasarnya mubah, akan tetapi karena menyeret kepada perbuatan meninggalkan kewajiban maka Allâh Azza wa Jalla melarangnya pada saat itu.
6. Dilarangnya berbicara saat khatib berkhutbah. Apabila sibuk dengan jual-beli dan aktifitas serupa lainnya saja dilarang padahal tempatnya lebih jauh dari masjid, maka orang yang berada di masjid tidak boleh sibuk dengan selain menyimak khutbah.
7. Orang yang sedang dalam ibadahnya kemudian ia melihat sesuatu kenikmatan duniawi atau hal lain yang disukai jiwanya, namun akan melalaikan dirinya dari kebaikan ibadah tersebut, hendaknya ia mengingatkan jiwanya dengan apa yang ada di sisi Allâh Azza wa Jalla . Wallâhu a'lam.
Oleh Ustadz Abu Minhal
(Diadaptasi dari Taisîr al-Lathîf fi al-Mannân fî Khulâsati Tafsîri al-Qur`ân Syaikh 'Allâmah 'Abdur Rahmân bin Nâshir as-Sa'di t (1307-1376H) hlm.69-71 dengan terjemahan bebas)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XVI/1433H/2012M.]
0 Response to "Tafsir Al Jumu’ah Ayat 1-11"
Post a Comment